20 February 2020

by Lukman Azis

[Review] Fujifilm X-A7, Asyik Buat Foto Maupun Ngevlog

Fujifilm X-A7 punya layar 3,5 inci yang fully articulated dan mendukung perekam video 4K 30fps

Setelah sebelumnya me-review kamera mirrorless flagship foto sentris rasa analog Fujifilm X-Pro3, kali ini saya me-review kamera mirrorless X-A series terbaru; Fujifilm X-A7. Dua kamera ini jelas berbeda, dari desain, antarmuka, sampai pengalaman pengguna. Sebab yang satu ditujukan untuk fotografer pengalaman, satu lagi menyasar video content creator pemula.

Terus terang awalnya saya agak underestimate, tapi setelah mencoba dan sesi pertama saya memotret 'my little girl' bermain. Satu hal yang saya sadari ialah kamera ini jelas tidak bisa diremehkan. Sebab sistem autofocus-nya kencang dan fitur eye/face detection cekatan dalam mengunci objek bergerak.

Harga Fujifilm X-A7 di Indonesia dibanderol sekitar Rp10-11 juta dengan lensa kit XC 15-45mm f3.5-5.6 OIS PZ. Berikut cerita review Fujifilm X-A7 selengkapnya.

Sensor 24MP Bayer Bukan X-Trans

Fujifilm X-A7 dengan sensor APS-C | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Saya sangat menikmati warna yang disajikan oleh film simulation pada Fujifilm X-Pro3 yang menggunakan sensor X-Trans. Di mana mampu menghasilkan foto dalam format JPEG yang matang sehingga secara signifikan mengurangi tahapan editing.

Pada Fujifilm X-A7, kamera mirrorless ini masih menggunakan sensor konvensional berdesain Bayer 24MP. Lalu, mode film simulation X-A7 tidak selengkap yang dimiliki X-Pro3 dan yang menjadi concern saya ialah apakah efeknya tetap bakal 'seistimewa' seperti yang disuguhkan sensor X-Trans?

Setelah rutin melakukan street hunting, hasil bidikan Fujifilm X-A7 mampu membuat saya tersenyum lebar. Meski tidak menggunakan sensor X-Tans, efek film simulation-nya masih cukup terasa. Foto yang ditampilkan sudah saya kurasi dan diambil menggunakan lensa kit XC 15-45mm f3.5-5.6 OIS PZ.

Mode film simulation yang tersedia ialah Provia, Velvia, Astia, Classic Chrome, PRO Neg. Hi, PRO Neg. Std, Monochrome (+ Y, R, dan G), serta Sepia. Efek film simulation terbaru seperti Acros, Classic Negative, dan Eterna tidak tersedia pada X-A7.

Desain & Sistem Kontrol

Beralih ke body-nya, Fujifilm X-A7 mengalami banyak perubahan desain dibanding pendahulunya seperti mekanisme layar baru dan penyesuaian tombol kontrol fisiknya. X-A7 mengemas layar 3,5 inci dengan mekanisme fully articulated, artinya harus ditarik terlebih dahulu ke sisi kiri sebelum bisa memutar layarnya sesuai kebutuhan.

Selain ukuran layar yang sedikit lebih besar, resolusinya juga meningkat menjadi 2,76 juta dot. Sebelumnya X-A5 memiliki layar 3 inci 1,04 juta dot yang bisa dilipat langsung 180 derajat ke atas. Dengan tingkat kecerahan maksimum 1.000 nit, memungkinkan memotret di bawah terik matahari tanpa kesulitan.

Bagian belakang Fujifilm X-A7 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Seperti kamera Fujifilm anyar lainnya, X-A7 dibekali focus stick atau joystick menggantikan tombol d-pad navigasi empat arah. Ruang kosong tersebutlah yang memungkinkan Fujifilm menyematkan panel LCD lebih besar tanpa banyak memengaruhi dimensinya.

Ukuran body-nya masih cukup compact, punya dimensi 119x38x41 mm dengan bobot 320 gram dan 455 gram dengan lensa kit. Secara keseluruhan, desain X-A7 masih senada dengan X-A series lain, tanpa viewfinder electronic, punya hot shoe dan flash dengan mekanisme pop up.

Untuk sistem kontrol kameranya, Fujifilm X-A7 memiliki dua roda kontrol putar di bagian atas untuk mengatur shutter speed dan aperture. Pas awal otak-atik kamera ini saya sempat bingung bagaimana caranya mengatur ISO dengan cepat.

Setelah menelusuri lebih jauh, kamera ini memiliki satu tombol Fn fisik yang secara default fungsinya untuk merekam video dan dua tombol Fn virtual untuk mengatur white balance dan film simulation. Untuk kenyamanan memotret, saya mengganti fungsi tombol Fn fisik untuk mengatur ISO. Lalu untuk merekam video, bisa beralih ke mode video yang tersedia secara terpisah di menu drive.

Selain soal pengaturan ISO, sebetulnya salah satu aspek utama yang ditawarkan oleh Fujifilm X-A7 adalah kepraktisan penggunaan. Di mana X-A7 memiliki antarmuka kamera berbasis sentuhan yang simpel agar lebih mudah dikuasai oleh pengguna baru.

Antarmuka kamera Fujifilm X-A7 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Smart menu disebutnya, Fujifilm merancang ulang tampilan menunya dan menyediakan shortcut ke sejumlah fitur essential. Seperti tap autofocus/area/shot, white balance, mode film simulation lengkap dengan preview-nya, focus mode (AF-S, AF-C, dan MF), portrait enhancer, exposure compensation, depth control, aspek rasio foto, dan quick menu.

Build quality-nya sudah cukup baik, body-nya terbuat dari paduan material metal dan plastik polikarbonat dengan lapisan kulit sintetis di sekelilingnya. Ukuran grip-nya memang tidak besar, tapi masih bisa ditoleransi.

Kelengkapan atributnya, bagian belakang didominasi oleh layar 3,5 inci dan hanya menyisakan sedikit ruang di sebelah kanannya untuk sepasang tombol (menu/ok dan disp/back) beserta joystick.

Bagian atas Fujifilm X-A7 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Bagian atas terdapat roda kontrol bersama tombol Fn di tengahnya, yang secara default untuk mengatur shutter speed. Lalu, ada tombol on/off, mode pengambilan gambar, roda kontrol bersama tombol rana untuk mengatur aperture, shot shoe, dan pop up flash. Port micro HDMI dan USB Type C berada di sisi kanan, serta tuas untuk membuka flash dan port microphone 2,5mm di kiri.

Baterai yang digunakan berjenis NP-W126S, slot-nya berada di bawah bersama kartu SD. Bagian terbaiknya, X-A7 bisa diisi ulang menggunakan charger Type-C smartphone dan menurut CIPA mampu memberikan 270 jepretan sekali charge.

Kemampuan Foto & Video

Bagian depan Fujifilm X-A7 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Fujifilm X-A7 mengandalkan sensor CMOS APS-C 24MP berdesain Bayer. Sensor yang diusung X-A7 memiliki jumlah titik phase-detection autofocus 8,5 kali lebih banyak daripada sensor milik X-A5 yakni 425 titik.

Unit yang saya review punya rentang ISO 200-12800 yang bisa diperluas hingga 25600. Foto bisa disimpan dalam format JPEG kualitas fine atau normal dan Raw dalam opsi aspek rasio 4:3, 3:2, 16:9, dan 1:1.

Selain mode film simulation yang khas, X-A7 dijejali beberapa mode pengambilan gambar. Selain mode manual, aperture priority, shutter priority, dan program AE, terdapat juga mode motion panorama, night, sport, landscape, portrait, portrait enhancer, advanced filter, dan advance sr auto.

Kamera ini didukung kapabilitas memotret beruntun 6 fps dengan continuous autofocus. Bisa dibilang agak pelan dan buffer-nya juga terasa =pendek. Beberapa kali saya kehilangan momen, karena kamera tak mampu lagi memoret.

Lensa kit Fujifilm X-A7 | Photo by Lukman Azis

Lensa Fujinon XC 15-45mm F3.5- 5.6 OIS PZ akan memanjang saat digunakan, meskipun terbuat dari plastik tapi kualitas hasil fotonya dapat diandalkan. Tentu saja, Anda bisa memasangkan X-A7 dengan lensa fix Fujifilm yang cukup beragam pilihan focal length dan harganya.

Kamera dapat disambungkan ke smartphone melalui aplikasi Camera Remote menggunakan konektivitas Bluetooth dan WiFi. Bahkan mendukung fitur auto transfer sehingga otomatis mengirim foto-foto yang diambil.

Mekanisme layar yang fully articulated, serta ukuran lebih besar dan resolusi lebih tinggi - membuat X-A7 menjadi kamera yang ideal untuk bikin konten video. Benar saja, kemampuan perekaman videonya sanggup merekam 1080p hingga 120fps dan mencapai 4K 30fps tanpa crop dengan bit rate 200Mbps, bukan lagi 4K 15 fps seperti pada X-A5.

Perlu dicatat, durasi rekaman 4K dibatasi sampai 15 menit dan tidak didukung fitur F-Log untuk fleksibilitas editing warna. Lalu, port microphone eksternal 2,5mm - artinya bakal butuh adapter ke 3,5mm.

Verdict

Fujifilm X-A7 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Sebagai kamera foto, Fujifilm X-A7 sangat dapat diandalkan. Mode film simulation yang kece dan menawarkan kemudahan kontrol lewat tombol fisik dan layar sentuhnya. Menurut saya, Anda tinggal membeli lensa fix Fujifilm sebagai pelengkap experience dan focal length-nya sesuaikan dengan kebutuhan.

Untuk keperluan video, buat content creator awal jelas sangat mencukupi. Namun buat yang channel-nya sudah jalan dan fokusnya ingin meningkatkan kualitas konten, maka saya lebih merekomendasikan Fujifilm X-T30. Bila terpaksa butuh layar yang bisa ditarik ke depan, X-T200 juga telah tiba di harga Rp13 juta.

Sparks

  • Layar 3,5 inci dengan mekanisme fully articulated
  • Kinerja AF cepat dengan 425 titik
  • Perekam video 4K 30fps dan 1080p hingga 120fps

Slacks

  • Burst shooting hanya 6fps
  • Mode film simulation terbatas
  • Kena tanggung, posisinya terlalu dekat dengan X-T200