10 November 2014

by Yoga Wisesa

[Review] Smartfren Andromax V3s

Terlepas dari laris manisnya varian entry-level, bagi pemasok handset budget seperti Smartfren, produk kelas menengah merupakan area dimana permainan sesungguhnya berjalan. Beberapa waktu lalu, keberadaan mereka terancam karena serbuan dari kompetitor asing yang tidak diduga-duga. Mungkin itulah alasannya tipe V terbaru diperkenalkan.

Di akhir bulan September kemarin, Andromax V3s diumumkan dalam sebuah acara peluncuran bertema selfie. Sebenarnya Smartfren bukanlah satu-satunya produsen yang pernah mengangkat topik ini, namun itu berarti mereka cukup percaya diri dengan performa kamera V3s, dan saya tertarik untuk mengopreknya lebih detail.

Jika perubahan dari Andromax V ke New Andromax V hanya terletak pada tulisan 'new', sensor kamera depan, serta flash memory - keduanya sama-sama menggunakan pabrikan ZTE (N986), maka V3s ialah lompatan cukup besar pada seri itu. Kali ini, Smartfren menggandeng Innos, produsen handset asal China, demi menghadirkan smartphone baru dengan rancangan 'familiar'.

Hal tersebut bisa menjadi hal positif ataupun sebaliknya. Dan dalam ulasan ini, kita akan mencoba mencari tahu lebih detail apakah Andromax V3s sesuai dengan apa yang Smartfren janjikan.

Appearance, presentation & display Satu dari sedikit kesamaan antara V3s dan model sebelumnya (atau setidaknya, unit review saya dulu) ialah keduanya berwarna putih. Layaknya Andromax V, V3s ini mengusung jenis cat pearly white serupa di tubuhnya, menyelubungi layar ber-frame hitam dan dengan aksen logam di bagian samping.

Speaker telepon berada di celah tipis antara layar dan body, eksekusi tersebut membuatnya sangat mirip dengan Sony Xperia C3. Namun jika C3 memiliki ujung sudut tumpul, Andromax V3s adalah smartphone berpenampilan persegi panjang. Saya menyukai bagaimana body putih membingkai layar dan aksen melengkung di atas, bawah dan punggung. Sayang desain 'menyerupai' handset Xperia itu malah mengaburkan identitas estetikanya.

Andromax V3s mempunyai sepasang kamera di depan dan belakang, serta sepasang LED flash (kita akan bahas lebih dalam nanti). Kemudian terdapat tombol power analog di sisi kanan, tombol volume di sebelah kiri, serta jack audio 3,5 milimeter dan port micro USB berada bersebelahan di sisi atas.

Menurut saya build quality-nya jauh lebih baik dari G2 Qwerty dan C3 yang belum lama di-review, bahkan rasanya lebih baik dari sang pendahulu.

Layar sentuh IPS OGS V3s menyajikan bidang seluas 5-inci sebagai jendela Anda menjelajahi konten mobile. Tanpa lapisan Gorilla Glass, panel beresolusi 1280x720-pixel di 294 ppi itu cukup jernih dan tajam, tapi hanya dapat dilihat jelas dari sudut tertentu jika Anda menggunakannya di bawah terik matahari. Cukup memuaskan dan responsif, walau ada sedikit delay ketika saya bermain-main scroll menu dan dashboard.

 

Info menarik: [Review] Nokia Lumia 930

 

Camera & 'seflie' capability Para ahli mengatakan bahwa banyaknya sensor dalam sebuah kamera tidak menentukan mutu hasil jepretan tanpa hardware dan software pendukung. Karena mengadopsi tajuk selfie, kemampuan fotografi Andromax C3 adalah salah satu nilai jual terbesarnya. Anda mendapatkan kamera utama bersensor 8-megapixel serta kamera sekunder 2-megapixel untuk fungsi video call.

Karena hanya menyebutkan statistik dan fitur saja mungkin tak akan memberi Anda gambaran, saya memutuskan untuk mengkomparasinya dengan Asus Zenfone 5 - kebetulan memiliki sensor sama besar di rentang harga yang hampir sejajar, meski Smartfren V3s dibanderol lebih murah.

Di setting manual dan kondisi pencahayaan ruang indoor, shutter speed Andromax V3s merespon lebih lambat dibanding Zenfone 5. Hasil warna V3s juga lebih dingin, lalu display terasa stuttering.

Unit review ini menyimpan fenomena unik, dan baru saya sadari saat mengaktifkan flash. Entah apa yang terjadi, terdapat efek halo (lens flare?) saat flash menyala, dan tetap terlihat ketika di ruang gelap maupun terang. Saya belum tahu apakah ini hanyalah sekedar masalah software atau hardware, dan adakah upaya perbaikan dari Smartfren, tapi semoga saja konsumen lain tidak mengalaminya.

Di ruang indoor dan area minim cahaya, Anda membutuhkan tangan yang stabil agar gambar tidak blur. Untungnya saya bisa meminimalisir grain dan noise setelah sedikit utak-utik pada ISO.

Dengan pencahayaan memadai, hasil jepretan memang tajam, cerah dan detail. Beberapa foto jarak dekat terlihat sangat mengesankan, walau warnanya kurang keluar (efek teriknya matahari). Di aplikasi kamera smartphone ini dilengkapi fitur autofocus, face & smile detection, panorama hingga HDR.

Kamera depan dilengkapi dengan fasilitas flash untuk selfie. Meski demikian sensor 2-megapixel yang dihadirkannya memang masih terasa kurang maksimal. Tetapi dengan range harga jual yang cukup murah, flash di kamera depan bisa jadi tambahan bagi mereka yang gemar foto selfie.

Performance & Hardware Seperti biasa, saya menguji kemampuan smartphone ini dengan beberapa aplikasi dan game favorit: Real Racing 3, Asphalt 8, Dead on Arrival 2, Dead Trigger 2 serta softwarebenchmark AnTuTu.

Berkat chip delapan-core dan RAM yang lapang, Read Racing 3 dan Dead Trigger 2 berjalan cukup lancar. Ada sedikit masalah frame rate konstan pada Asphalt 8. Hebatnya, V3s tak kesulitan menyikat Dead on Arrival 2, meski grafisnya tidak sedetail tablet ber-Tegra. Ini bisa dimaklumi memingat segmen yang ingin disasar smartphone ini.

Andromax V3s memperoleh skor benchmark AnTuTu sebesar 15230, di level 'not too bad'. Perangkat ini bisa mengoprasikan hampir semua aplikasi, mendukung game bergrafis 3D dan 2D secara umum. Di tingkat maksimal, output suara cukup lantang; efek treble sangat tinggi tapi bass-nya hampir tidak terasa. Namun sebagai perangkat berfitur lengkap dan terjangkau, saya tidak akan mengeluhkannya.

 

Info menarik: Mengusung Tema ‘Selfie’, Smartfren Hadirkan Andromax V3s dan C3 di Indonesia

 

Handset tersebut dipersenjatai system-on-chip Qualcomm Snapdragon MSM8612 berprosesor quad-core 1,2GHz, unit pengolahan grafis Adreno 302, RAM 1GB, memori internal 8GB (dapat diperluas hingga 32GB via kartu micro SD), ditenagai baterai 2500mAh - mampu bertahan selama sehari sebelum harus di-charge kembali. Untuk pengalaman penggunaan, setelah saya memakainya secara intens selama satu jam (kamera, game, terutama benchmark) bagian punggung bagian atas terasa panas.

Berjalan di sistem operasi teranyar Google, Android 4.4.2 KitKat, Andromax V3s menawarkan konektivitas lengkap: Bluetooth 4.0, Wi-Fi, Wi-Fi hotspot, GPS, kompatibilitas MP4, MP3, WMV, koneksi EVDO Rev. A dan fitur dual SIM card CDMA & GSM.

Conclusion

Berjalan di sistem operasi terbaru, fitur yang cukup lengkap, body smartphone yang juga menarik dan tentu saja harga jual yang tidak mahal membuat Smartfren V3s ini alternatif dari perangkat di kelas menengah. Meski demikian ketiadaan benang merah antara V3s dan tipe sebelumnya menjadikan perangkat ini kurang spesial dan kurang memantapkan branding Smartfren dalam handset ikonik.

Meski itu sebenarnya komentar di luar perangkat V3s sendiri karena lebih ke urusan branding. Sedangkan untuk perangkat, Andromax V3s ini bisa menjadi alternatif produk handset kelas menengah dengan kemampuannya yang cukup mumpuni, harga jualnya pun lebih murah dari produk rival, termasuk tipe V generasi sebelumnya.

Smartfren Andromax V3s dijual dengan harga 'hanya' Rp 2 juta.

Kelengkapan: sebuah unit Andromax V3s, charger, kabel micro USB ke USB, earphone, kartu Smartfren, buku panduan, kartu garansi, dan screen protector.