1 October 2018

by Lukman Azis

[Review] Sony Alpha A7 III: Kamera Mirrorless Full Frame Serbaguna

Benchmark untuk kamera full frame - andal untuk kebutuhan foto maupun video

Sebagai seorang content creator, kemampuan fotografi dan videografi sangat penting dalam menunjang pekerjaan saya. Kurang lebih untuk keperluan reportase atau meliput event, serta pengambilan foto dan video review.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, saya membeli kamera mirrorless Sony Alpha A7 karena memiliki sensor full frame. Karena saya membutuhkan kualitas gambar gambar yang lebih baik, terutama saat low light - di mana kamera menggunakan ISO tinggi.

Satu hal yang paling mengganggu pada A7 adalah absennya stabilizer di body kamera. Sehingga tidak memungkinkan merekam video dengan hand-held, harus menggunakan tripod - bila menggunakan lensa tanpa dukungan Optical SteadyShot image stabilization.

Makanya tahun depan nanti, saya berencana upgrade body kamera ke A7 II yang sudah memiliki 5 axis stabilization atau investasi ke lensa. Tetapi, rencana tersebut kemungkinan saya urungkan dulu setelah dicekoki Sony Alpha A7 III.

Ya, meja redaksi DailySocial lifestyle kedatangan kamera mirrorless full frame A7 series terbaru generasi ketiga. Sudah hampir satu bulan Sony Alpha A7 III menemani berbagai aktivitas saya - untuk liputan, foto dan video review, traveling, dan bahkan prewedding.

Pengalaman paling berkesan saat menggunakan A7 III ialah kepraktisan menentukan titik fokus, daya tahan baterainya panjang, 5 axis stabilization yang sangat berguna saat merekam video, dan masih banyak lagi. Berikut review Sony Alpha A7 III selengkapnya.

Desain Sony Alpha A7 III

Pada minggu pertama bersama A7 III, kebetulan event sedang padat - di mana hampir setiap hari pergi meliput. Saya masih meraba-raba untuk mengoptimalkan kamera ini, tetapi jujur saja - leher dan juga pundak saya berasa pegal-pegal.

Sebenarnya wajar, mengingat dimensi A7 III lebih besar (127x96x74 mm). Bobotnya juga lebih berat, A7 hanya 474 gram (termasuk baterai tanpa lensa) - sementara A7 III mencapai 650 gram.

Harus diakui, bertambahnya dimensi dan grip lebih besar yang nyaman di tangan membuatnya jauh lebih ergonomis. Peningkatan kontrol kamera pada A7 III juga membuatnya lebih responsif saat digunakan. Dalam grip tersebut telah tertanam baterai baru yang menyuguhkan ketahanan hampir 2x lebih panjang.

Garis desain A7 III sendiri masih sama seperti pendahulunya yaitu mengambil desain klasik seperti kamera SLR atau rangefinder. Dari luar, tampilan A7 III nyaris sama dengan A7R III - sangat ganteng.

Kontrol Kamera Sony Alpha A7 III

Saat mengambil foto dan video review, biasanya saya bermain aperture, area fokus, dan angle. Namun menentukan titik fokus pada A7 adalah hal yang cukup merepotkan.

Oleh karena itu, keberadaan joystick dan fungsi layar sentuh pada A7 III menurut saya merupakan fitur esensial - karena sangat berguna membantu berpindah area fokus.

Sayangnya, layar sentuh 3 inci miliknya belum bisa diputar ke samping dan depan. Jadi, kadang masih suka ribet sendiri saat mengkomposisi foto dalam angle tertentu dan sukar merekam video diri sendiri atau vlogging. Fungsionalitas layar sentuhnya juga terbatas, hanya untuk menentukan titik fokus dan belum bisa untuk navigasi menu.

Bagian depannya cukup ramai, selain layar sentuh dan AF joystick - terdapat pula dan jendela bidik tipe electronic 2,36 juta dot OLED (0,78x magnification) lengkap dengan dial diopter untuk menyesuaikan fokus dari lensa viewfinder.

Tombol lainnya antara lain tombol menu untuk mengakses pengaturan kamera, tombol FN yang terdiri dari 12 shortcut, kustom C3 dan C4, AF-ON, AEL, playback, dan roda kontrol.

Sementara, pada bagian atas terdapat tombol shutter yang dilengkapi toggle on/off, dial untuk menyesuaikan aperture, dial untuk mengatur shutter speed, multi interface shoe, serta tombol kustom C3 dan C4.

Lalu, ada mode dial untuk mengatur exposure compensation, serta dial untuk beralih ke mode pemotretan seperti auto mode, program auto, aperture priority, shutter priority, manual exposure, memory recall satu dan dua, movie, S&Q motion, dan SCN (scene selection).

Lanjut ke belakang, ada tombol tuas untuk membuka dan memasang lensa. Serta, lampu AF illuminator atau self-timer. Sementara, di bagian bawah ada slot untuk baterai dan lubang soket tripod.

Ke sisi kanan, ada dua slot untuk kartu memori dan kait untuk strap. Sementara pada sisi kiri, ada jack microphone, jack headphone, jack HDMI mirco, USB Type-C, lampu charge, dan multi/micro USB.

Kontrol kamera pada A7 III memang relatif kompleks dan terdapat banyak sekali tombol yang fungsinya dapat diubah. Pastinya akan menyita waktu kita untuk menyesuaikan sesuai kebutuhan, tetapi semua kesabaran itu akan terbayar - jangan ragu mengotak-atik kamera.

Spesifikasi Teknis Sony Alpha A7 III

Kamera ini mengusung sensor full frame 35mm, dengan resolusi 24-megapixel seperti A7 dan A7 II. Namun teknologi didalamnya telah ditingkatkan, di mana kini telah menggunakan sensor BSI (backside-illuminated) - singkatnya A7 III menawarkan kinerja lebih baik di bright light maupun low light.

Desain sensor baru yang disebut 'dual gain' tersebut juga membawa kemampuan sistem autofocus hybrid dengan 693 titik phase-detection yang nyaris memenuhi keseluruhan frame (93%), 425 titik contrast-detection, rentang ISO hingga 51200 (bisa ditingkatkan sampai ISO 204800), dan mampu memotret 10 fps dengan buffer 163 foto.

Saya tidak suka kehilangan kontrol di mode auto, karena itu saya selalu memilih mode manual. Tetapi saya percaya dengan ISO otomatisnya, karena performa ISO tingginya bagus. Namun untuk memastikan hasilnya tetap terjaga, kita bisa menentukan nilai ISO minimum dan maksimum.

Soal video, A7 III sanggup merekam video 4K pada 24 fps tanpa crop, video 4K pada 30 fps dengan crop 1,2x, dan video slow-motion 1080p pada 120 fps di mode S&Q.

Lengkap dengan dukungan S-log3 yang bisa disimpan ke SD card (8 bit 4:2;0) maupun ke HDMI out (8 bit 4:2:2) dan HLG (hybrid log gamma) yang berguna saat keadaan kontras tinggi.

Ya, kemampuan perekaman video 4K milik A7 III sudah terbilang mumpuni. Meskipun banyak yang masih membuat video pada 1080p - mengambil footage 4K memiliki sejumlah keuntungan. Misalnya bisa digunakan untuk bermain multi-angle, bisa zoom atau re-framing tanpa mengurangi kualitas saat kita me-render ke 1080p.

Pengalaman Menggunakan Sony Alpha A7 III

Saya mendapatkan kesempatan menguji A7 III untuk membantu pemotretan prewedding. Saya benar-benar terkesan dengan fitur Eye-AF tracking yang sangat cepat dan akurat.

Eye-AF akan melacak mata subjek yang paling dekat dengan kamera, bahkan saat bermain bokeh dengan aperture besar seperti f1.8. Eye-AF juga akan terus melacak mata ketika subjek bergerak dan saat kita melepaskan tembakan beruntun (continuous shooting) 10 fps.

Jujur saja, saya merasa begitu fleksibel dan bisa dengan mudah beradaptasi saat mengubah skenario. Sehingga bisa sepenuhnya fokus mengejar komposisi yang saya inginkan, menangkap ekspresi yang tepat, dan mengabadikan momen secara lebih sempurna.

Penggunaan baterai lithium-ion baru NP-FZ100 yang sanggup mempersembahkan hingga 710 foto sekali full charge dan dukungan dual slot SD card - membuat saya bernafas lega. Tidak perlu begitu khawatir lagi kehabisan daya dan memori penuh, terutama saat harus syuting berat.

Review Sony Alpha A7 III ini, pengambilan sampel gambar juga dibantu oleh salah satu fotografer Dailysocial - Sadam. Menurutnya, meski bermain di ISO tinggi dan aperture kecil di kondisi low light - hasilnya masih bagus dan minim noise. Sangat recommended bagi penikmat fotografi malam yang anti flash.

Secara umum, kualitas bidikan dari A7 III sangat bagus - keunggulannya terletak di low light dan dynamic range-nya. Penggunaan ISO tinggi pun hasilnya masih tetap minim noise dan di kondisi backlight detail tertangkap dengan sangat baik. Kualitas warna untuk skintone juga sudah membaik dibanding A7.

Untuk kebutuhan hobi fotografi serius ataupun semi pro, kualitasnya sudah lebih dari cukup. Demikian juga buat kerja/pro, dengan catatan bila Anda tidak perlu resolusi tinggi. Kemampuan perekaman video 4K bagus, serta didukung koleksi lensa yang lengkap dan berkualitas (Zeiss, Sony GM).

Berikut beberapa bidikan dari Sony Alpha A7 III:

Verdict

Meski menyasar kalangan professional, Sony menyebut A7 series merupakan model paling basic. Bisa dimaklumi, karena Sony memiliki A7R series yang mengunggulkan resolusi tinggi, A7S series spesialis di video, dan A9 series mampu menjepret foto berturut-turut 20 fps.

Menurut saya, A7 III adalah kamera yang serbaguna - cocok untuk segala kebutuhan fotografi dan juga andal untuk kebutuhan video - baik hobi maupun buat kerja (pro). Feel-nya professional dan fitur-fitur yang ada sangat memanjakan penggunanya.

Sony Alpha A7 III juga menjadi benchmark untuk kamera full frame. Saat Nikon meluncurkan Z6 dan Z7, serta Canon dengan EOS R - kebanyakan orang akan langsung membandingkan dengan A7 III. Harga A7 III juga sangat kompetitif bila dibandingkan para kompetitornya.

Sparks

  • Baterai 2,2x lebih tahan lama (710 jepretan)
  • Grip lebih besar, lebih nyaman saat digunakan
  • Layar sentuh dan AF joystick sangat membantu memilih area fokus
  • Dua slot memory card

Slacks

  • Layar belum bisa diputar ke samping dan depan layaknya camcorder
  • Tanpa PlayMemories, tidak bisa menginstal aplikasi tambahan