1. Startup

Sains sebagai Akar Inovasi, Cerita DELOS Dorong Petambak Udang Berdaya Saing

DELOS perkenal “Revolusi Biru”, cara mengembangkan dan memodernisasi teknologi akuakultur Indonesia agar mampu bersaing di skala global

Perjuangan untuk digitalisasi di industri akuakultur terus digalakkan oleh banyak pihak. Di tengah potensinya yang menggiurkan, menurut Food and Agriculture Organization, Indonesia menempati peringkat ke-2 dari 10 negara peringkat teratas produksi akuakultur, namun banyak proses hulu hingga hilir yang dilakukan secara manual. Kendala tersebut memengaruhi berjalannya proses produksi budidaya di negara ini.

Guntur Mallarangeng, Bobby Indra Gunawan, Alexander Farthing, dan Aristya Noerhadi, dengan latar belakang dari multidisiplin, mencakup akuakultur, ilmu kelautan dan mikrobiologi, serta teknologi dan kewirausahaan; memutuskan untuk menyelesaikan tantangan tersebut. Kemudian DELOS pun lahir pada November 2021. DELOS memperkenal misi “Revolusi Biru”, yakni sebuah cara untuk mengembangkan dan memodernisasi teknologi akuakultur Indonesia agar mampu bersaing dengan pemain sejenis di skala global.

DELOS fokus pada budidaya udang karena merupakan komoditas laut di Indonesia yang paling besar dan berharga. Berdasarkan data yang dikutip DELOS, pertambakan udang adalah industri yang besar tapi tidak optimal. Nilai ekspornya di Indonesia saat ini berada di kisaran $2-2,5 miliar, seharusnya angka tersebut bisa menjadi setidaknya $4-5 miliar per tahun karena Indonesia memiliki garis pantai, iklim, dan masyarakat yang sulit dikalahkan.

“Kenapa industri budidaya maritim Indonesia yang besarnya miliaran USD per tahun, tetap ketinggalan dibandingkan negara lain? Jawaban dari pertanyaan ini menarik, karena jawabannya sama-sama sederhana dan rumit. Sederhananya, tidak banyak petambak yang memiliki kemampuan finansial untuk investasi di bidang teknologi budidaya atau pengertian teknis tentang teknologi budidaya, sehingga akhirnya ketinggalan dengan petambak-petambak di negara lain,” ucap Guntur kepada DailySocial.id.

Ia melanjutkan, jawaban lebih rumitnya ini berkaitan dengan masalah sistemik. Bila dilihat secara makro, masalah-masalah ini berasal dari kurangnya perkembangan dan aplikasi sains pertambakan di Indonesia; kurangnya inklusi finansial di industri pertambakan; kurangnya adopsi teknologi terkini di industri pertambakan; dan kurangnya tenaga-tenaga ahli dan keahlian yang berkembang di industri pertambakan.

“Gabungan dari keempat poin di atas merupakan faktor-faktor yang memengaruhi kurangnya kemajuan industri pertambakan kita. Kurangnya inklusi finansial dari institusi finansial negeri kita berkontribusi kepada seretnya investasi yang bisa diperoleh industri pertambakan, sehingga membuat harga inovasi, bahkan investasi berkepanjangan, tak terjangkau,” sambungnya.

Guntur bilang, “Kurangnya investasi ini membuat pelatihan dan perkembangan tenaga ahli sangat lambat, bahkan tidak mencukupi untuk target perkembangan industri. Kurangnya tenaga ahli dan investasi membuat riset, perkembangan dan aplikasi sains, dan adopsi teknologi menjadi sulit untuk dipercepat.”

Sumber: DELOS

Solusi DELOS

Guntur menjelaskan, sains adalah akar dari industri akuakultur ini karena memiliki proses yang panjang untuk membuat penemuan baru dan menjadikan penemuan-penemuan itu menjadi sesuatu yang bisa diterapkan di lapangan. Dalam menjalani proses tersebut, DELOS mengangkat perspektif yang sedikit berbeda dalam memperkenalkan teknologi kepada petani udang.

“Kita anggap sebuah tambak bagaikan sebuah komputer, maka kita bisa lihat bahwa tambak akan membutuhkan hardware dan software. Selain itu, tambak membutuhkan update sehingga teknologi yang ada sekarang bisa menjadi lebih baik lagi. Teknologi peningkatan produktivitas DELOS dinamakan Aquahero, produk yang tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan dan daya saing petambak Indonesia.”

Aquahero ini ditenagai dengan algoritma prediktif yang dinamai PrawnHub Engine (PH Engine). Mesin tersebut sedang diprogram agar dapat gunakan ratusan hingga ribuan hektar tambak yang telah dikelola perusahaan sebagai dataset. Dataset akan dicerna oleh mesin sehingga DELOS bisa memberikan rekomendasi operasional kepada petambak.

“Selebihnya, kami juga menginstalasikan SOP yang sudah kami riset ke tambak-tambak mitra kami, sehingga mereka bisa menggunakan SOP yang terbaru dan terbarukan, yang sudah terbukti meningkatkan produktivitas. Ini semua didampingi oleh tim DELOS ahli, full-time, untuk mengawasi dan membimbing tambak-tambak mitra kami.”

Sementara itu, dari sisi perangkat kerasnya, ada beberapa poin instalasi infrastruktur yang sudah ada dan harus diinstalasikan. Contohnya, IoT seperti auto-feeder, sanitasi air, pengolahan limbah, dan laboratorium agar kualitas air tetap terjaga. DELOS juga terus melakukan pembaruan di teknologi tersebut dengan riset agar harga capex bisa ditekan dan harga lebih terjangkau.

“Kami sudah mulai riset tentang genetika udang dan penyakit udang (virus dan bakteri) sehingga bisa mulai membuat proses dan alat uji penyakit lebih cepat dan murah, agar dapat menjangkau semua petambak di Indonesia. Kami juga sedang bekerja sama dengan institusi finansial untuk membuat akses finansial lebih mudah untuk mitra-mitra tambak kami.”

Selain produktivitas, DELOS juga turut mengatasi rantai pasok yang terintegrasi ke pasar luar negeri dan akses keuangan masih menjadi masalah mendasar bagi industri akuakultur Indonesia. Lewat solusi AquaLink, memungkinkan petambak udang dengan pemasok untuk memfasilitasi penjualan hasil panen dengan harga dan sistem pembayaran yang terbaik.

Tantangan selanjutnya yang akan dijawab oleh DELOS adalah akses finansial dan kesulitan permodalan yang dialami banyak petambak independen. Lantaran, banyak petambak terpaksa menggunakan uang dari kantong mereka sendiri sebagai modal usaha. Ini merupakan hambatan besar karena banyak petambak yang tidak memiliki rencana cadangan jika tambak udang mereka tidak menghasilkan keuntungan.

Melalui AquaBank, DELOS menghadirkan layanan pendanaan yang dilengkapi dengan penilaian risiko dan kebutuhan yang unik untuk setiap tambak dan pemiliknya. Dengan demikian, petambak dapat terbantu mencapai kesuksesan.

Guntur melanjutkan, masing-masing produk dan jasa memiliki strategi go-to-market (GTM) dan timeline yang berbeda-beda. Semuanya ini kembali berakar pada sains. Sains memiliki proses yang panjang untuk membuat penemuan baru dan menjadikan penemuan-penemuan itu menjadi sesuatu yang bisa diterapkan lapangan.

Ia pun meyakini lewat kerja sama dengan banyak petambak dan laboratorium di seluruh Indonesia, DELOS optimistis solusinya yang sedang dalam uji riset dapat diaplikasikan dalam satu hingga dua tahun mendatang, terutama yang sifatnya berbasis SOP dan membutuhkan dataset yang besar.

“Untuk hal-hal yang bersifat genetik, mungkin akan membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama. Namun, kami percaya bahwa terobosan-terobosan ilmiah ini harus dikerjakan dan diterapkan, agar Indonesia bisa menjadi pemimpin dunia dalam budidaya maritim.”

Sumber: DELOS

Rencana berikutnya

Di samping bisnis, DELOS juga menaruh perhatian besar bagi pengembangan sumber daya manusia dalam industri akuakultur. Pihaknya akan mendirikan DELOS Maritime Institute (DMI) di Yogyakarta sebagai pusat pelatihan dengan kurikulum kelas dunia dan praktik lapangan, untuk menciptakan generasi baru siap kerja di bidang akuakultur sebagai manajer tambak, teknisi, asisten laboratorium, maupun petugas lapangan.

Selain itu, DMI juga akan menjadi pusat penelitian ilmiah dan teknologi di bidang akuakultur, di antaranya pendeteksian dini dan pencegahan penyakit hewan ternak serta inovasi infrastruktur tambak. “Proses edukasinya cukup panjang, tetapi memang kami siapkan tim untuk mengurus masing-masing mitra petambak. Kami ibaratkan tambak seperti sekolah dan lab besar, sehingga proses pembelajaran tidak pernah berhenti.”

Diklaim, sejak pertama kali beroperasi hingga kini, DELOS on track untuk menjalankan pendampingan 100 hektare tambak udang intensif dan super-intensif dalam waktu dekat. Permintaan dari berbagai wilayah untuk disambangi DELOS turut membludak.

“Lebih dari 600 hektar tambak yang masih menunggu sentuhan DELOS. Kami memang ingin mendorong Indonesia untuk sadar bahwa lautan kita yang luas memiliki potensi besar untuk menjadi sumber penggerak ekonomi nasional yang besar dan berkelanjutan.”

Dalam menjalankan bisnisnya, Guntur mengaku bahwa DELOS memiliki falsafah bisnis yang cukup sederhana: value creation dan value capture. Untuk create value, atau menciptakan nilai tambah, di industri pertambakan dengan cara meningkatkan hasil produksi industri secara menyeluruh.

Selebihnya, pihaknya akan mulai mencari untung ketika industri sudah merasakan dampak positif operasional dan kontribusi DELOS. Semua solusi yang ditawarkan sifatnya kolaboratif. “Semua tambak-tambak kami bermitra dengan kami, entah itu solusi peningkatan produktivitas, solusi supply chain, atau solusi financing. Yang kami berusaha untuk bangun adalah kepercayaan dan hubungan kerja jangka panjang.”

Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again

Sign up for our
newsletter

Subscribe Newsletter
Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again