12 July 2019

by Glenn Kaonang

Sigma fp Adalah Kamera Mirrorless Full-Frame yang Dapat Dikantongi di Saku Celana

Tentu saja tidak dalam posisi terpasangi lensa

Diumumkan pada tahun 2012, Sony RX1 masih memegang predikat kamera full-frame terkecil yang pernah ada. Namun RX1 mengusung lensa fixed alias yang tidak bisa dilepas-pasang, dan 2019 merupakan tahunnya kamera mirrorless full-frame, utamanya berkat perlawanan dari Nikon, Canon, sekaligus Panasonic terhadap dominasi Sony di segmen ini.

Itulah mengapa kreasi terbaru Sigma berikut ini terdengar begitu menarik. Kamera bernama Sigma fp ini mungil, bersensor full-frame, tapi juga siap digonta-ganti lensanya. Ya, ini merupakan kamera mirrorless full-frame yang bisa kita kantongi dengan mudah di saku celana – tentunya dalam posisi tidak ada lensa yang terpasang.

Secara spesifik, Sigma fp memiliki dimensi 112,6 x 69,9 x 45,3 mm, dengan bobot 370 gram (422 gram jika diisi baterai dan SD card). Di dalamnya bernaung sensor BSI-CMOS full-frame 24,6 megapixel, namun yang mengandalkan filter Bayer tradisional ketimbang teknologi Foveon yang sudah menjadi ciri khas Sigma selama ini.

Sensor ini memiliki sensitivitas ISO 100 - 25600, sedangkan sistem autofocus-nya mengandalkan model contrast detection dengan 49 titik, lengkap beserta dukungan terhadap fitur seperti face detection, eye detection, maupun subject tracking. Performa kamera ini juga amat mengesankan, sanggup memotret dalam format DNG RAW 14-bit dengan kecepatan hingga 18 fps.

Angka setinggi itu dicapai dengan memanfaatkan shutter elektronik, dan ternyata Sigma fp sama sekali tidak memiliki shutter mekanis. Absennya shutter mekanis merupakan alasan utama mengapa Sigma fp bisa sekecil ini.

Sigma fp mengandalkan dudukan lensa L-Mount, yang Sigma kembangkan bersama Panasonic dan Leica. Beralih ke sisi belakang bodi weather sealed-nya, terdapat layar sentuh 3,2 inci beresolusi 2,1 juta dot. Tentu saja tidak ada ruang lagi untuk sebuah viewfinder elektronik.

Urusan video, Sigma fp tidak kalah mengesankan. Dibantu oleh external recorder yang menyambung via port USB 3.1, ia mampu merekam video 4K 24 fps dalam format CinemaDNG RAW 12-bit. Kendala yang kerap dijumpai kamera compact di sektor perekaman video adalah overheating, tapi Sigma fp berhasil mengatasinya berkat heat sink terintegrasi.

Sigma tak lupa mengklaim bahwa fp siap digunakan oleh kalangan sineas profesional. Ini dikarenakan rancangannya yang modular, di mana pengguna dapat menambah beraneka ragam aksesori macam hot shoe, viewfinder, hand grip, dan masih banyak lagi, baik bikinan Sigma sendiri maupun pabrikan lain.

Gambaran lebih jelasnya mengenai sifat modular Sigma fp bisa Anda lihat sendiri melalui video di bawah. Di situ bisa kita lihat bagaimana kamera seringkas ini dapat disulap menjadi kamera sinema bongsor berkat bantuan segudang aksesori.

Sigma fp sendiri rencananya baru akan dipasarkan pada musim semi mendatang, tapi sejauh ini belum ada info apapun terkait harganya. Pasca peluncuran fp, Sigma juga berniat meluncurkan varian lain fp yang mengemas sensor Foveon. Varian bersensor Foveon ini kabarnya mengemas resolusi 20 megapixel per layer, dengan resolusi total melebihi angka 60 megapixel.

Sumber: PetaPixel.