Berbagai Cara yang Bisa Dilakukan Brand untuk Penetrasi ke Pasar Esports

Pelaku industri esports berbagi insight seputar cara-cara bagi brand yang ingin mencoba masuk ke dalam ekosistem esports Indonesia.

Fenomena pertandingan esports hampir menjadi fenomena mainstream di kalangan anak muda. Bukti atas hal tersebut mungkin salah satunya bisa kita lihat dari banyaknya jumlah penonton atas tayangan-tayangan esports. Besarnya penonton esports game PUBG Mobile dan Mobile Legends Bang Bang bisa jadi dua contoh yang menunjukkan besarnya minat gamers Indonesia terhadap pertandingan esports. Kondisi tersebut secara tidak langsung membuat ekosistem esports jadi medium branding yang cukup menjanjikan. Namun pertanyaannya adalah, bagaimana caranya?

Dalam artikel ini saya akan mencoba membahas seputar berbagai cara brand bisa masuk ke dalam ekosistem esports serta sedikit analisis soal apa yang jadi kelebihan serta kekurangan dari masing-masing metode. Pembahasan ini juga menyertakan narasumber terkait demi mendapatkan gambaran yang lebih jelas terhadap peluang-peluang terkait. Berikut pembahasannya.

 

Melalui Liga atau Turnamen Official

Saya sudah sempat membahas singkat metode masuk ke ekosistem esports dalam artikel skema ekosistem esports. Dari sana kita juga sudah bisa melihat elemen mana saja yang punya kesempatan berkolaborasi dengan brand. Dalam artikel ini saya akan mencoba membahas lebih dalam kesempatan bagi brand untuk berkolaborasi dengan elemen-elemen terkait.

Metode pertama yang akan saya bahas adalah melalui liga atau turnamen official. Opsi ini memang saya tempatkan paling pertama karena bisa dikatakan sebagai opsi dengan nilai tertinggi. Kalau disamakan dengan industri sepak bola, mensponsori liga utama ibarat seperti mensponsori English Premiere League atau mungkin La Liga di Spanyol.

Sepanjang perkembangan esports, liga utama menjadi kasta yang paling atas di ekosistem esports salah satunya karena hanya menyajikan pertandingan tim dan pemain. Hal tersebut menjadi daya tarik yang membuat kebanyakan penggemar game terkait cenderung lebih tertarik menyaksikan liga utama ketimbang kompetisi lainnya.

Dalam esports, liga dan turnamen kasta utama biasanya melibatkan perusahaan yang mengembangkan game terkait. Sebagai contohnya yaitu Moonton dalam liga MLBB Professional League, Tencent dalam liga PUBG Mobile Professional League, atau Garena Indonesia dalam liga Free Fire Master League. Lalu apa saja bentuk kesempatan kerja sama bagi brand yang terbuka dari liga official?

Azwin Nugraha PR Manager Esports dari Moonton. Sumber Gambar - Esports.id

Untuk membahas hal tersebut, saya menggunakan MPL sebagai salah satu contoh. Azwin Nugraha selaku PR Manager Esports Moonton menjadi narasumber saya dalam membahas kesempatan-kesempatan kolaborasi yang terbuka dengan MPL Indonesia. "Liga MPL membuka beberapa kesempatan kerja sama. Ada sponsorship yang memiliki beberapa tingkatan. Ada kerja sama dalam bentuk partnership dengan value yang ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama. Ada kerja sama dalam bentuk barter yang punya ragam pilihan entah itu barter dalam bentuk barang fisik ataupun media promosi." Tutur Azwin membuka pembahasan.

Dalam hal sponsorship dengan MPL Indonesia, Azwin lalu menjelaskan lebih lanjut. "Kami punya tiga tingkatan sponsorship di MPL Indonesia. Tingkat pertama dan merupakan yang tertinggi adalah Presenting Sponsor yang hanya tersedia untuk satu sponsor saja. Tingkat kedua adalah Official Sponsor yang tersedia untuk 4 sponsor. Tingkat ketiga adalah Partner in Esports yang hanya bisa diberikan kepada beberapa brand dengan kondisi tertentu."

Mandiri Lord Cam, contoh bentuk penyajian momen penting pertandingan oleh sponsor di MPL Indonesia. Sumber Gambar - MPL Indonesia Official YouTube Channel

"Masing-masing tingkatan tersebut punya tiga aspek perbedaan. Pertama adalah standar harga yang ditawarkan dengan harga tertinggi di level Presenting Sponsor, dilanjut Official Sponsor, dan Partner in Esports. Jumlah dan frekuensi benefit yang diberikan juga berbeda tergantung dari tingkatan tersebut. Perbedaan terakhir adalah value sponsorship yang didapatkan." Azwin melanjutkan.

Berdasarkan dari apa yang terlihat, MPL Indonesia menampilkan sponsor-sponsornya di beberapa aset media milik liga. Beberapa spot yang bisa kita lihat jelas yaitu seperti postingan media sosial, website resmi, elemen-elemen di dalam venue pertandingan (panggung, player desk, caster desk, dsb), elemen-elemen di dalam game, momen penting pertandingan (Lord Cam, MVP highlight, player highlight, dan sebagainya), serta side-content dari pertandingan itu sendiri (MPL Quickie contohnya).

Semakin tinggi tingkat sponsorship, maka akan semakin sering brand tersebut tampil di dalam pertandingan. Sejauh pengamatan saya, Bank Mandiri dan Samsung Galaxy A Series adalah dua sponsor yang mendapat jatah tersebut. Selain tampil di laman resmi, Bank Mandiri juga mempersembahkan momen Lord Cam, serta Player Highlight di dalam konten media sosial. Sementara pada sisi lain Samsung  menjadi brand yang mempersembahkan sosok MVP di dalam tayangan pertandingan dan konten media sosial.

Samsung Galaxy A Series juga terlihat tampil menyajikan momen penting pertandingan, yaitu pada saat menyajikan sosok pemain yang menjadi MVP. Sumber Gambar - MPL Indonesia Official YouTube Channel.

Terakhir saya juga menanyakan kelebihan MPL sebagai salah satu media kolaborasi/kerja sama/sponsorship dan hal-hal yang menjadi tantangan. Azwin lalu menjelaskan kelebihannya, terutama dari sisi segmentasi. "Salah satu bentuk kelebihan MPL Indonesia adalah kami memiliki khalayak gamers yang beragam mulai dari usia, tingkat ekonomi, gender, maupun status sosial. Tapi pada dasarnya, target khalayak MPL sendiri adalah para Gen Z dan Millenial."

Lalu selain itu seperti yang saya sebut di awal, bahwa liga utama cenderung menjadi pertandingan yang dinanti kebanyakan penggemar game terkait. Karenanya jumlah penonton dari liga utama cenderung lebih banyak ketimbang dari bentuk kompetisi lainnya. Dalam kasus MLBB, contoh keperkasaan liga MPL bisa kita lihat pada bulan Juli 2020 lalu ketika pertandingan MPL Invitational yang penontonnya didominasi tayangan berbahasa Indonesia bisa menyalip pertandingan liga LoL Korea yang penontonnya didominasi tayangan berbahasa Inggris.

"Kalau ditanya kelebihannya, menurut saya adalah dari sisi reach dan exposure pertandingan MPL itu sendiri. Sejauh ini penayangan MPL yang dilakukan melalui berbagai macam platform digital tergolong mendapatkan hasil yang sangat baik dan menunjukkan peningkatan di setiap musim pertandingannya." Tutur Azwin menjelaskan kelebihan MPL Indonesia sebagai salah satu media kolaborasi bagi para brand.

Namun liga kasta utama baru salah satu opsi dan MPL juga salah satu spektrum dari ragam liga utama game lain yang ada di esports. Game yang berbeda tentunya memberikan kesempatan yang berbeda lagi bagi brand untuk bisa masuk ke dalamnya. Masih ada medium kolaborasi lain sebagai opsi bagi para brand untuk bisa masuk ke dalam khalayak gaming. Berikutnya adalah melalui turnamen pihak ketiga.

 

Membuat Turnamen Sendiri (3rd Party Tournament)

Selain melebur dengan liga utama, brand juga memiliki kesempatan berkolaborasi dengan turnamen pihak ketiga. Brand juga bisa terlibat dengan turnamen pihak ketiga dalam dua bentuk, melebur dengan turnamen pihak ketiga yang diadakan oleh organizer lain atau menyelenggarakan turnamen dengan branding sendiri.

Dalam artikel ini, saya menggunakan Telkomsel sebagai contoh. Telkomsel sebenarnya bukan cuma membuat turnamen sendiri saja, tapi juga tampil dalam berbagai macam bentuk di dalam ekosistem esports. Melalui branding Dunia Games (DG), Telkomsel bisa dibilang sudah hampir punya satu ekosistem penuh di dalam esports. Telkomsel memiliki beberapa elemen sekaligus, mulai dari tim esports sendiri yang bernama DG Esports, website duniagames.co.id yang menjadi pusat aktivitas terkait gaming (berita, platform turnamen esports digital, dan digital payment untuk gaming), sampai turnamen sendiri (Indonesia Games Championship, DG League, DG Waktu Indonesia Bermain).

DG League, turnamen esports buatan Telkomsel dengan menggunakan branding Dunia Games. Sumber Gambar - DG League Official.

Membahas bagaimana dan kenapa Telkomsel memilih untuk menggaungkan branding DG ketimbang jadi sponsor di medium esports lain, saya pun berbincang dengan RezalySuryaAfhany selaku EsportsManagerTelkomsel. Membuka pembahasan, Rezaly pun menjelaskan. "Sebenarnya Telkomsel dan Dunia Games juga melakukan activity sponsorship ke mitra kerja lain. Tetapi memang kami akui kegiatannya cenderung kurang terlihat ketimbang brand activity yang kami lakukan secara mandiri."

Lebih lanjut, Rezaly lalu menjelaskan beberapa alasan yang membuat Telkomsel memilih investasi membangun ekosistem esports sendiri ketimbang sekadar menjadi sponsor saja. "Kalau menurut saya, fleksibilitas bisa dibilang menjadi alasan kunci kami membuat ekosistem esports sendiri di luar dari sponsorship. Walaupun memang pada akhirnya, Telkomsel juga berusaha untuk hadir di industri esports dalam berbagai bentuk mulai dari sponsor, ekhibitor, media, publishing, bahkan sebagai tim esports."

Memang pada awal-awal kemunculannya, Telkomsel juga sempat menjadi sponsor bagi beberapa ekosistem di dalam esports. Telkomsel sempat mensponsori tim lewat Elite8 yang dahulu punya reputasi kuat di kancah game Vainglory. Mereka mensponsori liga kasta utama lewat Arena of Valor Star League Season 1. Namun setelahnya Telkomsel terlihat lebih gencar membangun dan mengembangkan ekosistem Dunia Games ketimbang sekadar menjadi sponsor saja.

Selain memiliki turnamen, Dunia Games juga punya tim esports sendiri dengan nama DG Esports. Sumber Gambar - Instagram resmi DG Esports.

Rezaly lalu menjelaskan alasan lain Telkomsel membangun ekosistem serta branding Dunia Games. "Postifnya dari membuat ekosistem sendiri adalah kami bisa mengamati ekosistem esports secara lebih nyata dan lebih dalam. Kami dapat mengamati bagian apa dari value chain di esports yang bisa tumbuh secara organik ataupun mengantisipasi tantangan dari dinamika industri esport maupun games.  Di luar dari itu kami juga mencoba untuk terus menghidupkan passion atas  games dan esports di internal perusahaan, group parent company, bahkan mitra kerja. Harapannya adalah apabila semua pihak berkecimpung turut excited dalam membangun ide-idenya di esports, maka ke depannya kita jadi lebih mudah memonetisasi dan membuat ekosistem esports terus bertumbuh."

Sebagai perusahaan telekomunikasi, Telkomsel memang tergolong sebagai brand endemik ekosistem esports. Bagaimanapun, jaringan telekomunikasi adalah kebutuhan primer para gamers untuk bisa mengakses game esports yang mereka mainkan. Namun melihat gaming dan esports yang terus berkembang, sebenarnya jadi tidak heran apabila Telkomsel berinvestasi lebih dalam di ekosistem ini. Harapan akhirnya tentu saja adalah untuk melakukan diversifikasi produk, dari sekadar menyediakan jasa telekomunikasi menjadi penyedia berbagai hal yang dibutuhkan oleh ekosistem esports.

Rezaly lalu menjelaskan lebih lanjut soal ekosistem DuniaGames. "Sebagai prominent digital telecomunication company juga digital games payment channel in the region, kami berusaha hadir di setiap lini aktivitas gaming. Beberapa contohnya seperti menyediakan paket data khusus gamers, memberi akses konversi pulsa menjadi voucher game, mem-publish beberapa judul game, sampai menyajikan esports event dan media. Setiap aktivitas tersebut sebisa mungkin kami lakukan secara terintegrasi sambil berusaha memberikan pengalaman digital dan pengalaman berkomunikasi yang terbaik serta terjangkau bagi masyarakat."

Rezaly Surya Afhany, Esports Manager di Telkomsel. Sumber: Official Dunia Games

Mengakhiri perbincangan saya lalu menanyakan soal keuntungan serta hal yang menjadi tantangan dengan membangun ekosistem tersendiri. "Kalau soal kelebihan membangun ekosistem sendiri, apa yang saya lihat adalah kami jadi bisa membangun pertumbuhan bisnis yang lebih organik dan diharapkan bisa sustain dalam jangka panjang. Selain itu menurut pandangan saya, membangun ekosistem sendiri juga membuat kami jadi lebih tangguh dan lebih mudah adaptasi ketika saat tren game baru ataupun tren bisnis model baru muncul di esports."

Seperti yang disebut oleh Rezaly tadi, salah satu keuntungan menciptakan branding esports sendiri seperti apa yang dilakukan oleh Telkomsel adalah fleksibilitas. Namun juga seperti yang saya jelaskan tadi, keuntungan tersebut sebenarnya juga diperkuat oleh posisi Telkomsel yang merupakan brand endemik di ekosistem esports.

Hal tersebut mungkin akan beda cerita apabila Anda adalah brand non-endemik yang lini bisnis utamanya tidak memiliki hubungan langsung dengan ekosistem esports (bisnis fashion,food and beverage, atau kosmetik misalnya). Membuat turnamen esports dengan nama sendiri dengan dibantu oleh esportsorganizer mungkin masih bisa jadi opsi yang baik. Tetapi meniru seperti apa yang dilakukan Telkomsel dengan Dunia Games sepertinya akan membutuhkan modal investasi (uang, waktu, dan tenaga) yang terlalu besar bagi brand non-endemik.

 

Berkolaborasi Dengan Tim Esports

Setelah membuat atau mensponsori sebuah turnamen, menjadi sponsor tim esports juga bisa menjadi salah satu pilihan bagi brand yang ingin melakukan penetrasi ke pasar esports. Mensponsori tim di esports sebenarnya bisa jadi proses yang membingungkan bagi sebuah brand. Salah satu penyebabnya adalah karena banyaknya jumlah tim di ekosistem esports dan banyaknya pilihan game yang dipertandingkan. Ditambah lagi, sudah timnya banyak, tidak semua tim tersebut juga punya roster di semua lini game esports. Beberapa tim mungkin hanya bertanding di esports PUBG Mobile saja tapi tidak bertanding di Mobile Legends. Tapi ada juga contoh paling ideal seperti RRQ dan EVOS yang punya divisi hampir pada setiap lini game esports Indonesia.

Untuk pembahasan ini saya menggunakan Alter Ego sebagai contoh. Tim Alter Ego sendiri bisa dibilang sebagai salah satu tim esports besar di Indonesia. Sejauh pengamatan saya, Alter Ego saat ini sedang cukup kuat di 3 lini game esports yaitu Mobile Legends Bang Bang, PUBG Mobile, dan VALORANT. Untuk itu saya pun mewawancara Indra Hadiyanto selaku COO dari Alter Ego.

Indra Hadiyanto, COO

Membuka pembahasan, saya pun menanyakan kesempatan kolaborasi apa yang terbuka dengan tim esports seperti Alter Ego. "Kalau bicara peluang, jawabannya sebenarnya bisa banyak sekali. Bisa sekadar branding, bisa juga konten, bisa juga buat turnamen ataupun kerja sama lainnya yang tak kalah menarik, kolaborasi membuat produk misalnya." Indra menjelaskan.

Selain bergerak sebagai tim esports, Alter Ego sendiri memang juga memiliki sister company yang bergerak di bidang esports organizer bernama Supreme Leauge. Karenanya jadi tidak heran bila Indra menjelaskan membuat turnamen juga bisa jadi alternatif kolaborasi lainnya. Tetapi tidak semua tim esports punya lini bisnis seperti Alter Ego. Ada juga tim esports yang fokus dan melakukan diversifikasi ke arah talentmanagement. Penasaran dengan bentuk kolaborasi spesifik yang bisa dikerjakan bersama dengan tim esports, saya pun menanyakan apa saja ragam sponsorship yang tersedia di Alter Ego.

Indra pun menjelaskan. "Sponsorship di Alter Ego punya tiga tingkat. Dalam hal penempatan logo di jersey, tiga tingkat tersebut adalah logo dada sebagai yang paling tinggi, dilanjut dengan logo pundak, lalu logo punggung sebagai tingkat yang paling rendah." Setelahnya Indra pun melanjutkan soal variasi nilai investasi dari masing-masing bentuk sponsorship tersebut.

"Walaupun ada tingkatan posisi logo, namun biayanya tetap tergantung kepada bentuk kolaborasi yang ingin dilakukan brand bersama Alter Ego selama satu tahun ke depan. Jadi semisal ada dua brand yang sama-sama berposisi sebagai logo dada, harga sponsorship-nya bisa jadi beda. Kenapa jadi beda? Karena misalnya ada permintaan lebih dari sponsor terkait, entah itu melakukan gathering community atau pemakaian talent pemain untuk campaign besar." Tutur Indra menjelaskan lebih lanjut.

Terakhir saya juga menanyakan soal apa yang jadi kelebihan serta tantangan dari kolaborasi-kolaborasi seperti ini. "Tentunya untuk reach ke generasi muda." Jawab Indra membuka pembahasan. "Menurut pandangan saya esports punya tren pasar sendiri dan punya market yang cukup loyal. Ditambah market esports itu kadang juga latah. Misalnya seorang JessNoLimit pakai keyboard merk tertentu, maka followersnya juga akan ikut beli produk tersebut. Pengaruhnya pun tidak terbatas hanya kepada gaming gadget saja, tapi juga termasuk pada aspek-aspek lain, dari segi fashion misal." Tutur Indra.

Kerja sama Alter Ego dengan BonCabe. Sumber Gambar - Alter Ego Official Instagram.

"Kalau soal tantangan, menurut pandangan saya dari sisi Alter Ego sih lebih ke arah mencari cara yang tepat agar pesan yang ingin disampaikan client bisa tersampaikan secara tepat kepada fans kami. Selain itu challenge lainnya juga termasuk bagaimana caranya meningkatkan branding tim Alter Ego supaya bisa menarik lebih banyak fans dengan harapan bisa meningkatkan sales, gimana juga cara membuat konten untuk brand jadi lebih berkualitas dengan sponsorship terkait, dan lain sebagainya. Kurang lebihnya sih itu tantangannya. Memang paling banyak adalah dari sisi bagaimana cara agar brand jadi suka sehingga setuju untuk kontrak jangka panjang." Indra menjelaskan soal tantangan kolaborasi dengan brand dari sisi Alter Ego.

Ibarat mensponsori tim sepak bola, salah satu kelebihan mensponsori tim esports menurut saya adalah bentuk identifikasi yang kuat kepada brand terkait. Misalnya ketika menjadi sponsor tim yang sering menjadi juara, maka kemungkinan brand produk Anda akan dianggap memiliki ciri-ciri sebagai produk terbaik, berkualitas bagus, dan hanya para juara yang mau menggunakannya.

Namun pada sisi lain, bekerja sama dengan tim esports juga memberikan tantangan lain bagi brand. Salah satu tantangannya mungkin adalah ketidakstabilan iklim kompetisi esports. Dalam sepak bola saja, tim yang sedang bagus-bagusnya bisa anjlok kapanpun tanpa diduga. Dalam esports bisa jadi lebih parah. Tidak hanya anjlok, bahkan bisa jadi bubar, dan roster pemain terkuatnya hilang begitu saja. Untungnya tiga game esports besar di Indonesia (Mobile Legends: Bang-Bang, PUBG Mobile, dan Free Fire) masing-masing sudah punya kompetisi dengan format liga yang membuat tim esports kini jadi bisa lebih stabil posisinya. Namun tetap tidak menutup kemungkinan bagi sebuah tim yang sedang di atas angin bisa tiba-tiba menurun performanya.

 

Kerja Sama Dengan Influencer Esports

Seperti kebanyakan industri entertainment, kerja sama dengan Key Opinion Leader (KOL) juga merupakan salah satu pilihan. Kalau disamakan dengan industri olahraga, kerja sama ini ibarat Nike mensponsori Christiano Ronaldo. Dalam ekosistem esports, pilihan KOL yang sangat beragam mungkin bisa dibilang jadi keuntungan (atau justru tantangan?) bagi brand. Selain dengan pemain, Anda juga bisa melakukan kerja sama dengan shoutcasters,game streamers, ataupun cosplayers yang masih memiliki kedekatan dengan ekosistem gaming/esports.

Dalam pembahasan ini saya mewawancarai Florian "Wolfy" George, sosok shoutcaster ternama di dalam skena esports PUBG Mobile Indonesia. Membuka pembahasan, saya menanyakan soal peluang, ragam jenis, serta tingkatan kerja sama yang bisa dilakukan dengan sosok Key Opinion Leader di esports.

Wofly pun menjelaskan. "Peluang utama tentunya adalah bisa engage dengan follower KOL terkait secara langsung ataupun tidak langsung. Engagement yang dibangun bahkan bisa menjadi ciri khas tersendiri apabila dibangun berbarengan dengan berkembangnya KOL terkait. Lalu kalau bicara tingkat kerja sama, tentunya ada beberapa tingkatan mulai dari yang paling rendah adalah sekadar posting, story, atau konten, hingga yang paling tinggi adalah proyek jangka panjang seperti campaign ataupun menjadi brand ambassador." Tutur Wolfy.

Memang kalau bicara kerja sama dengan KOL, esports punya metode yang tergolong tidak jauh beda dengan bidang KOL lainnya. Mungkin satu-satunya yang membedakan adalah dari sisi segmentasinya yang fokus kepada anak muda, terutama anak muda yang memilih gaming dan esports sebagai salah satu aktivitas pengisi waktu luang favoritnya.

"Kalau menurut saya, memang kerja sama antara satu brand dengan suatu KOL itu selalu unik. Kenapa begitu? Karena saya merasa setiap brand dan KOL memiliki warnanya masing-masing. Karenanya kalau ditanya apakah bisa bekerja sama dalam bentuk lain selain dari posting, story, ataupun campaign, maka jawabannya iya. Karenanya menurut saya bentuk kerja sama yang efektif antara KOL dengan brand yang satu bisa beda dengan yang lain." Ucap Wolfy.

Kerja sama antara Wolfy dengan brand audio JBL dalam mempromosikan lini headset gaming terbarunya. Sumber Gambar - Instagram Florian "Wolfy" George.

Menutup pembahasan, saya juga menanyakan pendapat Wolfy soal kelebihan dan kekurangan dari bekerja sama dengan KOL esports. "Kalau bicara kelebihan, gue merasa kehadiran brand mendukung seorang KOL bisa membantu mereka (KOL) untuk meningkatkan kualitas dari ide yang memang digaungkan sejak awal. Sementara itu kalau bicara kekurangan serta tantangannya, salah satunya mungkin adalah dari segi segmentasi pasar. KOL esports cenderung besar di satu game saja. Alhasil akan menjadi tantangan tersendiri bagi brand apabila tujuannya adalah ingin mentarget beberapa game sekaligus."

Seperti yang saya sebut di awal salah satu kelebihan (yang mungkin juga jadi kekurangan) dari KOL esports adalah spesialisasinya. Karena fokus dan spesifik, KOL esports cenderung lebih dekat dengan komunitas yang dibangunnya ketimbang medium lainnya. Tetapi seperti yang disebut Wolfy, rata-rata KOL fokus atau cenderung besar di salah satu jenis game saja.

Karenanya medium KOL mungkin akan lebih baik dilakukan untuk kerja sama kecil yang fokus dan cocok dengan segmentasi dari KOL terkait. Kalau berdasarkan bayangan saya mungkin seperti ini: Produk audio akan cocok bekerja sama dengan KOL esports PUBG Mobile. Salah satu penyebabnya adalah karena bermain PUBG Mobile butuh kualitas audio yang baik, sehingga tercipta keselarasan dari kolaborasi yang dilakukannya. Alternatif lainnya, apabila ingin menjangkau khalayak gamers secara umum, maka mungkin akan lebih tepat sasaran apabila sebuah brand menggandeng beberapa KOL gaming dengan segmentasi yang berbeda-beda sekaligus agar pesan yang diinginkan bisa menjangkau lebih banyak orang.

 

Melalui In-Game Sponsorship

Medium terakhir yang saya sebut sebenarnya bisa dibilang sebagai bentuk kerja sama terbaru yang ada di dalam ranah gaming/esports. Bentuk kerja sama tersebut adalah melalui in-game sponsorship. In-game sponsorship yang saya maksud di sini sebenarnya bukan sekadar meletakkan logo brand di dalam elemen permainan pada pertandingan esports. In-game sponsorship yang saya maksud adalah menyertakan brand ke dalam game-nya itu sendiri.

Salah satu contoh yang paling dekat kehadirannya mungkin adalah beberapa kolaborasi yang dilakukan Garena pada game-game yang mereka terbitkan. Garena menjadi contoh karena publisher game tersebut yang memang begitu aktif melakukan berbagai kolaborasi konten untuk game yang mereka terbitkan. Bulan Agustus 2020 lalu saya sempat membuat daftar kolaborasi apa saja yang pernah dilakukan Garena.

Dari artikel tersebut Anda bisa melihat beberapa contohnya seperti kolaborasi game AOV dengan Fruit Tea, Wiro Sableng, ataupun dengan DC Comics. Namun tidak semua kolaborasi yang saya masukan dalam daftar bisa dikatakan berbentuk sponsorship. Walaupun Garena tidak menjelaskan lebih terperinci, namun saya mengamati bahwa kerja sama tersebut sebenarnya lebih cenderung ke arah partnership.

Tetapi bukan berarti Garena tidak pernah melakukan kerja sama in-game sponsorship dengan satu brand. Salah satu contoh yang terlihat jelas adalah penampilan maskot makanan cepat saji KFC yaitu Colonel Sanders sebagai skin di dalam Arena of Valor di Taiwan. Mengutip dari Fanbyte.com, dikatakan bahwa kerja sama tersebut merupakan salah satu bentuk kerja sama promosional antar keduanya. Dalam kerja sama tersebut, pemain yang membeli paket makanan spesial dengan harga sekitar US$5 akan mendapatkan sebuah gacha box yang salah satu isinya adalah skin Colonel Sanders untuk karakter Ormarr. Selain dari skin karakter, ada juga beberapa elemen game bertema KFC lainnya yang mungkin didapatkan pemain seperti Recall Effect, Kill Effect, atau Sprinting Trail Effect.

Kerja sama Garena dengan KFC hanya salah satu contoh saja. Seiring dengan perkembangan esports, kita juga bisa melihat beberapa bentuk sponsorship ini melalui kerja sama seperti Bathing Ape (produk fashion streetwear) dengan PUBG Mobile, Tesla dengan PUBG Mobile di Tiongkok, ataupun Louis Vuitton dengan League of Legends yang juga tampil lewat skin Prestige karakter Qiyana.

Sumber: League of Legends Official

Kolaborasi kerja sama dalam bentuk ini mungkin bisa dibilang sebagai salah satu bentuk yang paling menarik bagi brand. Bagaimana tidak, kapan lagi produk Anda bisa mendapat kesempatan tampil secara langsung di dalam game. Karenanya bentuk kolaborasi ini mungkin akan lebih cocok dilakukan bagi brand-brand yang memang memiliki produk fisik untuk dijual seperti fashion, atau mungkin food and beverage.

Namun, dalam konteks Indonesia, salah satu kekurangan dan juga tantangan dalam melakukan kolaborasi seperti ini adalah minimnya jumlah developer/publisher game yang beroperasi langsung di Indonesia. Selain itu, menurut saya belum tentu juga semua developer game mau melakukan bentuk kolaborasi seperti ini. Bagaimanapun, sponsorship seperti ini bisa dibilang sebagai bentuk "hard-selling". Karenanya beberapa developer bisa jadi tidak ingin melakukan bentuk kerja sama terkait karena khawatir sponsorship seperti ini akan mengganggu pengalaman bermain para pelanggan setianya.

 


Poin-poin yang saya sebut di atas tentunya hanya sebagian contoh saja, namun merupakan beberapa elemen pokok di dalam ekosistem esports. Elemen terkait yang saya ajak menjadi narasumber juga hanya menjadi sebagian contoh dari berbagai spektrum dari elemen terkait yang ada di esports. Semoga artikel ini dapat membantu Anda selaku brand untuk memahami gambaran kasar dalam melakukan penetrasi pasar ke esports.