[TanyaBangwin] Bagaimana Kerja Seorang Buzzer?

TanyaBangwin adalah kolom di Trenologi yang dijalankan bekerja sama dengan Abang Edwin SA, seorang social media consultant dan online business advisor. Untuk kolom kali ini akan dibahas seputar Buzzer. Mulai dari cara kerja serta berbagai hal lain seputar penggunaan buzzer oleh pemilik merek. Selamat membaca.

Pertanyaan:

Halo Bangwin,

Saya sering dengar istilah buzzer dan pengertian yang saya dapatkan tentang buzzer ini adalah orang-orang yang memiliki follower banyak lalu mereka dipergunakan dengan sejumlah bayaran oleh perusahaan/brand/pihak-pihak yang mau membayar mereka untuk menyebarkan pesan. Apakah benar demikian? Lalu kenapa ya kok mereka seperti orang beriklan di timeline? Karena kalau kebanyakan kan butek juga bacanya padahal saya pribadi memfollow mereka karena hal-hal yang menarik yang sering mereka share di tweet-tweet mereka.

Bisa dijabarkan gak ya Bangwin sebenarnya buzzer itu gimana cara kerjanya?

Regards,

Jimi Sumlang

Jawaban:

Halo Jimi,

Pertanyaannya menarik karena memang masih banyak kerancuan dengan apa yang disebut dengan buzzer. Buzzer adalah sebuah predikat yang namanya diambil dari kata dasar Buzz yang artinya 'pembicaraan' atau 'percakapan'. Sehingga Buzzer sendiri adalah orang yang diharapkan bisa membuat sebuah topik/keywords jadi sebuah pembicaraan bukan saja di dunia online tapi juga in real world.

Tadinya banyak yang menganggap bahwa kekuatan buzzer itu bisa diukur dari jumlah follower-nya, namun sebenarnya tidak bisa hanya berhenti sampai disitu. Seorang buzzer seharusnya terlepas dari jumlah follower yang ia miliki harus memiliki kemampuan membangun buzz. Dan jika iya juga memiliki jumlah follower yang banyak maka itu adalah nilai plus buat si buzzer tersebut.

Aturan tidak tertulis dalam menggunakan buzzer pada saat ini memang masih dihitung dari tweet berisikan pesan tersebut, dengan kata lain mereka dibayar dari jumlah tweet yang diminta oleh perusahaan/brand/agency yang meng-hired mereka. Penghitungan success rate-nya adalah dari jumlah tweet yang di-retweet, sehingga bisa diukur seberapa jauh si pesan tersebut bisa menjangkau dalam hitungan jumlah retweet tersebut (artinya makin besar jumlah retweet, makin besar pula nilai reach-nya)

Pendekatan seperti ini saya menamakannya dengan istilah amplifying method. Apakah ada dampak buruknya? Tentu saja ada yaitu bisa saya jabarkan dibawah ini:

  1. Muaknya para follower jika terus menerus dijadikan target 'iklan' di timeline mereka, sehingga selain mereka meng-unfollow si buzzer, mereka juga bisa jadi badmouthing si buzzer + brand/perusahaan yang jadi klien mereka. Harus diingat bad news di social media itu menyebarnya sangat cepat.
  2. Social capital dari buzzer yang dibangun dengan susah payah bisa hilang dengan cepat. Sebutan influencer akan bisa berubah jadi spammer dengan segera pula.

Buat saya pribadi, amplifying method itu banyak ruginya untuk si buzzer, karena pada prinsipnya klien hanya menggunakan banyaknya follower untuk menyebarkan iklan mereka, dan si follower most likely tidak akan suka dihujani oleh iklan (kecuali kalau akunnya memang khusus iklan ya) dan dampaknya ke si buzzer itu sendiri (karena mereka dianggap 'menggunakan' mereka untuk mencari uang).

Idealnya memang perusahaan/brand menggunakan buzzer agar produk/service/campaign mereka bisa jadi bahan pembicaraan dan terdistribusi secara viral. Dan untuk ini tidak bisa didapat hanya dengan meng-amplified pesan saja tanpa membangun percakapannya.

Tentunya Jimi tidak akan jadi butek ya jika sebuah pesan disampaikan tidak dengan pendekatan hardselling tapi dengan memasukkannya ke dalam elemen percakapan, sehingga jauh lebih santai.

Kira-kira demikian Jim, mudah-mudahan bisa terjawab pertanyaannya.

Salam,

Bangwin

Catatan:

Bagi yang ingin bertanya tentang hal-hal yang kaitannya dengan social media, community management dan online business pada kolom [TanyaBangwin] ini, silahkan mengirimkan pertanyaannya ke tanyabangwin[at]gmail[dot]com.

Jangan lupa menyertakan akun Twitter/FB nya sehingga bisa di mention ketika kolom ini terbit. Usahakan pertanyaan yang diberikan bisa memicu penjelasan yang berbentuk artikel (salah satu ketentuan agar pertanyaannya bisa terpilih nantinya).


 Sumber gambar header: Peshkova/Shutterstock.