1 September 2015

by Yoga Wisesa

Tim Jepang Sedang Bangun 'Pabrik Selada' Otomatis, Produksi 30.000 Bonggol per Hari

Tanpa tanah, hydroponic atau aeroponic memiliki banyak keunggulan dibanding menanam dengan teknik biasa: meminimalisir  hama, memastikan tanaman mendapatkan nutrisi optimal, dan menjaga kebersihannya. Jika hydroponic/aeroponic sudah terdengar cukup canggih, kabarnya perusahaan asal Kyoto akan menerapkan metode next-gen dalam budi daya sayuran.

Bantuan alat-alat robotik di industri elektronik serta otomotif bukan lagi merupakan hal aneh, tapi bagaimana jika ia diterapkan pada penyediaan pangan? Spread Vegetable Factory sedang mengembangkan sebuah fasilitas di mana sayur selada dapat diproduksi dalam jumlah besar secara otomatis. Melalui prosedur tersebut, 'pabrik' sanggup menghasilkan 30.000 bonggol selada setiap hari, cuma dengan menekan satu tombol.

Selain teknologi robotik, Spread menciptakan satu ekosistem indoor terkendali. Tempat itu mendapatkan pasokan sinar matahari buatan (dari LED), serta dibantu sistem sirkulasi udara dan pengairan yang pintar. Konsep Vegetable Factory ini hampir menyerupai gagasan rumah kaca, hanya saja ia sanggup mengisolasi tanaman dari polusi, hama, radiasi, suhu ekstrem, sampai cuaca buruk secara menyeluruh. Level produktivitasnya tetap tinggi sepanjang tahun.

Metode robotik sendiri dipergunakan pada proses penanaman. Rangkaian derek stacker bertugas membawa benih ke unit robot, yang kemudian akan menanam mereka di lokasi khusus. Ketika sayuran mencapai usia matang, mereka langsung dipanen tanpa ada campur tangan manusia. Vegetable Factory sanggup beradaptasi terhadap iklim di luar, dan secara teori, bisa dimanfaatkan di semua negara.

Info menarik: Rangkaian Lampu Living Things ‘Ditenagai’ Ganggang, dan Bisa Dimakan

Upaya menciptakan teknik agrikultur serupa memang sudah ada, tetapi biasanya terhadang masalah besarnya investasi di awal. Sisi positifnya, pembudidayaan futuristis ini dimaksudkan untuk memaksimalkan ruang produksi, serta menghemat biaya tenaga kerja hingga mendekati 50 persen. Spread percaya, mereka bisa balik modal melalui teknologi otomatis Vegetable Vactory.

Dari penjelasan tim pengembang, penciptaan pabrik selada tersebut memerlukan modal sebesar 2 miliar yen atau kurang lebih US$ 16,5 juta - rencananya mulai beroperasi penuh pada tahun 2017, dengan target 500.000 bonggol selama lima tahun.

Spread mempunyai pengalaman selama tujuh tahun dalam memproduksi beberapa jenis selada di bawah brand Vegetus, dijual di 2.000 toko di Jepang. Harga 'sayur hasil pabrik' itu sama seperti selada biasa. Dan menurut mereka yang sudah mencobanya, rasa Vegetus juga tak jauh berbeda.

Via Wall Street Journal. Sumber: Spread.co.jp.