Lesunya Twitch di Indonesia: Harga Paket Data Tentukan Segalanya

Twitch tidak punya paket khusus yang bisa menekan biaya untuk menonton konten di platform mereka

Sekarang, bermain game tidak lagi menjadi hobi bagi segelintir orang. Faktanya, orang-orang tak hanya suka bermain game, tapi juga menonton orang lain bermain game. Karena itulah, industri esports dan game streaming bisa tumbuh pesat. Hal ini menarik banyak perusahaan untuk masuk ke industri game streaming. Namun, pasar game streaming tetap dikuasai beberapa pemain besar, seperti Twitch, YouTube, dan Facebook.

Di level global, Twitch masih menjadi platform game streaming nomor satu. Hanya saja, platform game streaming milik Amazon itu justru tidak terlalu dikenal di Indonesia. Riset dari DSResearch pada akhir 2019 menunjukkan, Twitch justru menjadi platform game streaming paling tidak populer di Tanah Air. Di Indonesia, YouTube merupakan platform game streaming terpopuler, diikuti oleh Facebook dan NimoTV.

Lalu, kenapa Twitch tidak populer di Indonesia?

 

Keadaan Industri Game Streaming 

Selama pandemi, industri game menjadi salah satu industri yang justru mengalami pertumbuhan. Pasalnya, orang-orang yang tidak bisa pergi keluar rumah menghabiskan banyak waktunya bermain game atau menonton konten game. Pada 2020, jumlah penonton live streaming konten game naik dua kali lipat jia dibandingkan dengan pada 2019. Sepanjang 2020, total hours watched dari konten game adalah 12 miliar, sementara total hours streamed mencapai 916 juta jam, menurut data StreamLab.

Total hours watched dari Twitch, Facebook Gaming, dan YouTube Gaming. | Sumber: StreamLab

Pada Q2 2020, Twitch memecahkan rekor total hours watched. Untuk pertama kalinya, total hours watched mereka mencapai 5 miliar juta jam. Pada Q4 2020, mereka kembali memecahkan rekor ini. Di kuartal akhir 2020, total hours watched Twitch mencapai 5,44 miliar jam. Hal ini berarti, Twitch memberikan kontribusi 65,8% dari total hours watched di industri game streaming. Sebagai perbandingan, YouTube menyumbangkan 23,3% atau sekitar 1,9 miliar jam dan Facebook memberikan 901,1 juta jam atau sekitar 10,9%.

Selain total hours watched, Twitch juga unggul dari segi hours streamed (total durasi konten yang disiarkan oleh para streamers). Pada Q4 2020, semua streamers di Twitch menyiarkan 230,5 juta jam konten. Sementara di Facebook, angka ini hanya mencapai 14,5 juta jam dan di YouTube Gaming, hanya 10,4 juta jam. Hal ini tidak aneh, mengingat fungsi utama Twitch memang sebagai platform game streaming. Sementara Facebook merupakan media sosial yang juga menawarkan fitur game streaming dan YouTube lebih fokus pada konten yang tidak live.

Jumlah streamers di Twitch dari 2018 sampai 2021. | Sumber: Statista

Pada tahun lalu, jumlah streamers di Twitch juga naik drastis, seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas. Pada puncaknya, jumlah streamers di Twitch mencapai 9,89 juta orang, menurut data dari Statista. Namun, pada Februari 2021, jumlah streamers di Twitch sempat turun menjadi 9,52 juta orang. Kabar baiknya, data dari Twitch Tracker menunjukkan bahwa jumlah streamers di Twitch kembali naik pada Maret 2021, menjadi 9,6 juta orang. Dalam seminggu terakhir, Just Chatting masih menjadi kategori paling populer. Posisi kedua diduduki oleh Grand Theft Auto V, diikuti oleh League of Legends, Fortnite, dan Call of Duty: Warzone.

Sebagai perbandingan, YouTube mengungkap bahwa pada 2020, jumlah active gaming channels di platform mereka mencapai 40 juta channels. Sementara total hours watched dari konten game di YouTube mencapai 100 miliar jam dan total hours watched dari live streaming konten game naik menjadi 10 miliar jam. Menariknya, game-game yang populer di YouTube agak berbeda dari game yang populer di Twitch.

Berikut daftar 5 game yang populer di YouTube:

  • Minecraft - 201 miliar views
  • Roblox - 75 miliar views
  • Free Fire - 72 miliar views
  • Grand Theft Auto V - 70 miliar views
  • Fortnite - 67 miliar views

Apa Kata Para Streamers?

Untuk mengetahui pendapat para streamers/kreator konten akan Twitch dan industri game streaming secara umum, Hybrid mewawancara beberapa orang. Salah satunya adalah Cindy "Cimon" Monika, yang mulai melakukan streaming karena tugasnya sebagai brand ambassador. Perempuan yang akrab dipanggil Cimon ini memilih YouTube sebagai platform utamanya. Dia menjelaskan, alasannya memilih YouTube adalah karena dia merasa, YouTube memang platform yang dibuat sebagai wadah konten video, termasuk konten gaming. Selain itu, dia percaya, audiens game streaming di YouTube lebih besar dari platform streaming lainnya.

"Dan YouTube sudah umum, Anda tidak perlu download aplikasi atau pergi ke link tertentu untuk menonton," ujar Cimon saat dihubungi oleh Hybrid melalui pesan singkat. "Karena biasanya, orang cukup malas ya untuk download aplikasi baru untuk menonton." Dia bercerita, dia sempat menggunakan Twitch, walau tidak lama. Dia merasa, Twitch adalah platform yang cocok untuk digunakan bagi streamers yang memang menargetkan penonton dari negara-negara Barat. "Twitch juga punya 'hiasan', yang membuat streamer layaknya sebuah 'profesi', seperti overlay dan lain-lain," ujarnya. Meskipun begitu, saat ini, fitur seperti overlay juga sudah bisa ditemukan di platform streaming lain, termasuk YouTube.

Lain halnya dengan Clara Vauxhall alias Iris, yang lebih memilih untuk melakukan streaming di Twitch. Dia bahkan sudah masuk ke dalam program Twitch Affiliate. Pada dasarnya, seseorang yang sudah menjadi Twitch Affiliate dapat memonetisasi channel-nya dengan menawarkan langganan, Bits, dan penjualan game atau item dalam game. Ketika dihubungi oleh Hybrid, Clara mengungkap, alasannya untuk melakukan streaming di Twitch adalah karena dia memang menargetkan audiens di luar Indonesia.

"Saya memilih Twitch karena penontonnya lebih didominasi oleh orang luar negeri, yang membuat saya lebih nyaman dibandingkan dengan penonton dalam negeri," ujar Clara. "Viewers YouTube biasanya didominasi oleh orang dalam negeri, sering lebih keras kepala dan kurang lenient jika dibandingkan dengan penonton Twitch."

Selain itu, Clara memutuskan untuk tidak mengincar audiens lokal karena tidak ingin terlibat konflik internal dalam komunitas, yang bisa memicu drama. Meskipun begitu, hal itu bukan berarti dia mengacuhkan audiens lokal sama sekali. "Kalau saya prbadi, saya mencoba untuk menyeimbangkan penonton dari dalam dan luar negeri, meski penonton yang dari dalam negeri lebih sedikit jika dibandingkan dengan yang luar negeri," katanya.

Clara bercerita, alasan lain dia memilih Twitch adalah karena desain tampilannya yang sesuai dengan seleranya. Dia juga cukup senang dengan keberadaan sistem Channel Points, yang mendorong audiens untuk menonton lebih lama. Pada dasarnya, dengan sistem Channel Points, seorang penonton akan mendapatkan poin berdasarkan pada durasi dia menonton. Poin ini bisa digunakan oleh penonton untuk meminta sang streamer melakukan sesuatu, seperti menyanyi. "Tapi, permintaan yang bisa diminta oleh penonton juga tergantung masing-masing streamer. Para streamers sendiri yang menentukan apa saja yang bisa di-redeem," ujarnya. "Menurutku, hal ini bisa mendorong interaksi audiens dengan sang streamer."

Contoh sistem Channel Points di Twitch.

Tentu saja, selama melakukan streaming di Twitch, Clara juga menemui masalah. Salah satunya adalah Terms of Service yang lebih ketat. "Kata-kata yang sebenarnya tidak mengandung SARA, seperti simp dan virgin, tidak boleh digunakan di Twitch," katanya. Masalah lain yang kerap dia hadapi adalah ping yang besar ketika dia berkolaborasi dengan streamer lain dari luar Indonesia. "Ketika hendak melakukan kolaborasi dengan streamer lain, karena target audiensnya luar negeri, ada beberapa masalah vital, seperti latensi ping, zona waktu, dan lain sebagainya," ungkapnya. "Dalam hal ini, memiliki audiens dalam negeri lebih menguntungkan."

Platform game streaming tidak hanya digunakan oleh para individu yang ingin beken di kalangan para gamers, tapi juga perusahaan yang berkutat di bidang game dan esports. Salah satunya adalah RevivalTV. Sama seperti Cimon, YouTube menjadi platform pilihan RevivalTV. Hanya saja, mereka juga aktif di Nimo TV, merek di bawah HUYA, platform game streaming asal Tiongkok. Chief Growth Officer, RevivalTV, Irliansyah Wijanarko Saputra menjelaskan alasan utama mengapa RevivalTV memilih kedua platform ini adalah karena komunitas gaming dan esports memang sudah tumbuh besar di kedua platform tersebut.

"The community is there and we're part of it," ujar Irli sambil tersenyum. Dia menyebutkan, dua game yang komunitasnya besar di YouTube dan Nimo TV adalah Mobile Legends dan PUBG Mobile. Dia mengungkap, YouTube dan Nimo TV merupakan tempat berkumpul bagi komunitas game dan esports, petinggi perusahaan esports, serta Key Opinion Leaders (KOL). Hal ini menjadi salah satu kelebihan dari kedua platform tersebut

Ketika ditanya tentang faktor yang menentukan sukses atau tidaknya sebuah platform streaming game di Indonesia, dia menjawab, "Tongkrongan/komunitas/main sama siapa. Benefits ke streamer-nya apa dan kedekatan dengan streamer mereka." Lebih lanjut, dia menjelaskan kenapa Nimo TV lebih diterima daripada Twitch.

"Twitch itu produk barat dan Nimo produk timur. Approach orang-orang di belakang Twitch dan Nimo juga berbeda jauh," ujar Irli. "Twitch pasif. Mereka tidak berikan benefit lain selain fakta bahwa platform mereka memang sudah bagus. Produk timur, termasuk Nimo, mereka turun ke grassroot, growing bareng komunitasnya. Selain itu, Twitch juga terlambat untuk beradaptasi. Pada 2016-2017, mereka tidak punya saingan, tapi mereka tidak buka server di SEA, sehingga nge-lag. Their loss."

 

Biaya Menonton Twitch vs YouTube Secara Live

Lag menjadi salah satu kekhawatiran netizen Indonesia saat hendak menonton Twitch. Untuk mengetahui apakah kekhawatiran ini nyata, saya mencatat kecepatan data downstream saat menonton Twitch di laptop. Setelah itu, saya membandingkannya dengan kecepatan downstream saat menonton YouTube. Ketika saya menonton video 720p secara live di Twitch, kecepatan download ada di kisaran 1,1 Mbps sampai 3,2 Mbps, dengan kecepatan rata-rata 2,5 Mbps.

Jika dibandingkan, keceptan downstream saat saya menonton video dengan resolusi yang sama di YouTube jauh lebih fluktuatif. Kecepatan terendah ada di 8 kbps sementara kecepatan tertinggi mencapai di 16,4 Mbps. Sementara kecepatan data downstream rata-rata adalah 3,4 Mbps. Hal ini menunjukkan, Anda tidak memerlukan koneksi yang lebih cepat untuk bisa menonton Twitch.

Selain di laptop, saya juga melakukan pengujian yang sama di smartphone. Saat menonton video 720p di Twitch, kecepatan terendah ada di 360 kbps dan kecepatan tertinggi pada 1,1 Mbps. Sementara kecepatan data downstream rata-rata adalah 790 kbps. Sebagai perbandingan, saat saya menonton YouTube, kecepatan terendah ada di 133 kbps dan kecepatan tertinggi 367 kbps, dengan kecepatan download rata-rata 307 kbps. Artinya, di mobile, YouTube memerlukan kecepatan yang lebih rendah daripada Twitch.

Masing-masing operator biasanya punya paket khusus untuk media sosial dan YouTube.

Saat membahas soal sumber pemasukan streamers, saya juga pernah bertanya pada Fandra “Octoramonth” Octo alasan mengapa Twitch tidak populer di Indonesia. Menurutnya, tidak adanya paket khusus untuk menonton Twitch menjadi salah satu alasannya mengapa Twitch kurang populer di Indonesia. Dan memang, saat saya memeriksa daftar paket internet yang ditawarkan oleh Telkomsel, saya menemukan "paket ketengan" untuk YouTube, Facebook, dan bahkan Instagram, tapi tidak ada paket khusus untuk Twitch.

Pertanyaannya, apa ketiadaan paket khusus untuk Twitch memberikan dampak besar? Mari kita menghitung berapa banyak uang yang harus Anda keluarkan untuk menonton konten di YouTube menggunakan paket khusus dan di Twitch tanpa paket apapun.

Untuk menonton video 720p selama 1 jam, Anda membutuhkan sekitar 1,6GB data. Mengingat Twitch tidak punya paket data khusus, saya akan menggunakan harga paket data biasa dari Telkomsel. Salah satu paket yang Telkomsel sediakan adalah paket OMG. Dengan paket ini, Anda bisa mendapatkan 27GB selama sebulan dengan harga Rp152 ribu. Hal itu berarti, 1GB dihargai Rp4,7 ribu. Dan jika Anda menonton video 720p selama 1 jam, berarti Anda akan mengeluarkan biaya sekitar Rp7,5 ribu.

Sekarang, mari beralih ke biaya yang diperlukan untuk menonton YouTube dengan paket khusus. Telkomsel menyediakan "paket ketengan YouTube". Anda bisa menonton YouTube sepuasnya selama seminggu hanya dengan Rp15,2 ribu. Dengan asumsi Anda harus bekerja atau mengerjakan tugas sekolah kuliah, Anda hanya bisa menyisihkan waktu sekitar 4 jam setiap hari untuk menonton YouTube -- yang berarti Anda bisa menonton 28 jam konten selama seminggu. Jadi, biaya yang harus Anda keluarkan untuk menonton video YouTube selama 1 jam adalah Rp15,2 ribu dibagi 28 jam, yaitu Rp542.

Jika Anda adalah orang yang sibuk dan hanya bisa menonton video di YouTube selama 2 jam setiap hari, berarti uang yang harus Anda keluarkan untuk menonton 1 jam konten adalah Rp1,1 ribu. Ilustrasi di atas membuktikan, tanpa paket khusus, biaya untuk menonton Twitch memang jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya untuk menonton YouTube.

 

Kesimpulan

Sekilas, Twitch, YouTube Gaming, dan Facebook Gaming menawarkan hal yang sama, yaitu platform streaming untuk para kreator konten game. Meskipun begitu, ketiganya sebenarnya punya produk utama yang berbeda-beda. Pada awalnya, YouTube dibuat sebagai wadah untuk mengunggah video yang sudah direkam. Sementara Facebook sejatinya merupakan media sosial. Dan Twitch, sejak awal, platform ini memang dibuat sebagai platform game streaming.

Sebagai salah satu pioneer di ranah game streaming, tidak heran jika Twitch mendominasi. Sampai saat ini, Twitch juga masih menjadi platform game streaming nomor satu secara global. Salah satu keunggulan Twitch adalah ia kaya akan fitur. Contohnya, fitur Channel Points. Selain itu, Twitch juga mendukung fitur khusus untuk game-game populer, seperti Live Tracker untuk League of Legends. Sayangnya, fitur khusus tersebut biasanya hanya tersedia untuk game PC. Sementara di Indonesia dan Asia Tenggara, mobile game justru jadi populer. Jadi, tidak heran jika tidak banyak streamers Indonesia yang tertarik untuk menggunakan Twitch.

Alasan lain mengapa Twitch kurang populer adalah karena mereka cenderung pasif. Sejauh ini, mereka tidak menjalin kerja sama apapun dengan operator telekomunikasi. Jadi, tidak ada paket khusus untuk menonton Twitch, yang bisa menekan biaya data yang digunakan para penonton. Di Tanah Air Tercinta, yang orang-orangnya masih sering berbagi berita tanpa membaca isinya karena keterbatasan kuota, saya rasa, besar kuota yang diperlukan untuk menonton sebuah konten adalah masalah penting.