Apakah Tutupnya Multiply Bakal Ganggu Ekosistem E-Commerce di Indonesia?
Hari ini kita dikejutkan oleh pengumuman penutupan Multiply per tanggal 6 Mei 2013 mendatang. Tidak ada angin dan hujan, investor Multiply yang berasal dari Afrika Selatan, Myriad International Holdings (MIH)/Naspers, memutuskan untuk menghentikan operasional Multiply (baik di Indonesia maupun secara internasional) dan fokus untuk meningkatkan investasinya di bisnis iklan baris online (Tokobagus di Indonesia dan Sulit di Filipina). Ini menambah panjang "kegagalan" marketplace di Indonesia, menyusul Plasa dan Rakuten yang lebih dulu gonjang-ganjing.
Multiply sendiri hadir di Indonesia dengan cara unik. Setelah diakuisisi MIH/Naspers di tahun 2010, Multiply fokus untuk mengembangkan bisnis e-commerce di Indonesia dan Filipina. Selain memindahkan kantor pusatnya dari Florida ke Jakarta, Multiply juga telah menutup layanan jejaring sosial yang sebelumnya merupakan bisnis intinya. MIH juga memasukkan orang pilihannya, Stefan Magdalinski, sebagai CEO Multiply menggantikan Peter Pezaris dan orang-orang lama yang sudah bersama Multiply sejak pendiriannya tahun 2004.
Pengumuman tiba-tiba ini bukanlah langkah yang diinginkan oleh pihak manajemen tapi terpaksa dilakukan setelah pemegang saham terbesarnya memutuskan untuk hengkang ke bisnis yang dianggap lebih menjanjikan. Di rilis resmi yang kami terima memang menyebutkan bahwa alasan utama penutupan Multiply adalah perusahaan ini diperkirakan tidak akan mampu menjadi pemimpin di segmen online marketplace meskipun dengan modal yang berkesinambungan. Memang kesimpulan yang diambil MIH ini bisa saja kita anggap terlalu dini, apalagi kurang dari enam bulan sejak perusaaan ini berubah penuh menjadi marketplace, MIH sebagai investor pengelola pasti lebih tahu tentang kalkulasi finansial Multiply dan perhitungannya untuk jangka panjang.
Saat ini Mulitply tidak memberikan komentar lebih lanjut tentang penutupan ini dan fokus untuk menyelesaikan semua kegiatan bisnisnya, termasuk mengurusi karyawan dan merchant-nya, hingga akhir Mei mendatang.
Bagaimana dampak penutupan Multiply terhadap ekosistem e-commerce di Indonesia? Penutupan Multiply, cerainya joint venture Rakuten-MNC dan tidak suksesnya bisnis Plasa (meskipun didukung oleh modal besar Telkom) menunjukkan bahwa model bisnis yang mereka terapkan tidak cocok dengan kultur budaya berbelanja di Indonesia. Marketplace masih memiliki langkah panjang untuk menjadi yang terdepan sebagai pilihan utama berbelanja online.
Jika dibandingkan dengan bisnis iklan baris online, seperti Tokobagus dan Berniaga yang jor-joran beriklan di televisi, nampaknya marketplace masih dianggap tidak nyaman dan tidak mudah. Apakah ini berarti berjualan online melalui Facebook dan iklan baris online masih dianggap lebih nyaman? Bisa jadi. Dulu iklan baris Pos Kota sangatlah populer untuk promosi penjualan barang, sekarang iklan baris di ranah online memberikan kesan yang sama. Mungkin kita belum bisa berharap bakal hadir "Amazon dan eBay dari Indonesia" dalam waktu dekat.
Hal berikutnya yang menjadi perhatian tentu saja berhubungan dengan ekosistem. Multiply adalah salah satu pendiri inti Asosiasi E-Commerce Indonesia (Indonesia E-commerce Association/idEA), bahkan Country Manager Multiply Indonesia menjadi ketuanya. Runtuhnya Multiply sedikit banyak membuat waswas banyak pihak. Di sisi internal sendiri, pemain e-commerce terpaksa semakin berhati-hati untuk setiap langkahnya, bahkan perlu lebih terbuka lagi untuk merangkul konsumen dan merchant yang mulai khawatir dengan kesinambungan bisnis seperti ini.
Di sisi eksternal, investor lokal dan asing menjadi semakin aware bahwa bisnis e-commerce di Indonesia membutuhkan biaya yang besar dan jangka waktu tunggu yang lebih lama untuk mulai menghasilkan profit yang diharapkan. Selain itu perlu pengetahuan kearifan lokal yang lebih dalam untuk mengerti bagaimana orang Indonesia membelanjakan kebutuhannya. Meskipun potensi bisnis e-commerce di Indonesia sangat besar, konsumen tidak serta merta mengalihkan kebiasaan berbelanjanya ke online marketplace.
Gugurnya Multiply sebagai salah satu martir perkembangan e-commerce di Indonesia bakal dicatat sejarah. Sayangnya kita tidak tahu apa yang terjadi dengan bisnis e-commerce di Indonesia dalam lima atau sepuluh tahun ke depan. Hal ini bisa membuat e-commerce di Indonesia melaju ke arah yang lebih baik, jika pelaku bisnis e-commerce yang masih bertahan bisa mengambil hikmahnya, tapi bisa juga menjadi lampu kuning bahwa mimpi-mimpi mandi uang di sektor e-commerce di Indonesia perlu direvitalisasi jika tidak ingin jatuh ke lubang yang sama.
Lazada dan Zalora yang merupakan primadona e-commerce di Indonesia saat ini harus mengambil pelajaran besar jika tidak ingin semua investasi jor-joran yang diperolehnya menjadi sia-sia.