Aplikasi Investasi Multi-Aset Dorong Kenaikan Tren Investor Ritel
Investor ritel rata-rata berinvestasi di reksa dana (29,8%), saham (21,7%), dan aset kripto (21,1%) dengan kisaran penempatan dana hingga Rp1 juta tiap bulannya
Kehadiran aplikasi wealthtech dengan multi-aset investasi diklaim menjadi salah satu faktor pendorong tren kenaikan investor ritel. Hal ini dikarenakan mereka dapat mengintegrasikan beberapa kelas aset untuk memperluas portofolio, mengawasi asetnya, dan membantu perencanaan untuk tujuan jangka panjang.
Menurut studi berjudul “Dampak Aplikasi Multi-Aset Terhadap Pertumbuhan Investor Ritel” yang diterbitkan Pluang dan lembaga riset Center for Economic and Law Studies (CELIOS), menyatakan lebih dari separuh dari 3.530 responden yang disurvei merasa keberadaan platform aplikasi multi-aset berdampak positif pada pendapatan mereka.
Adapun profil responden ini, mayoritas berasal dari Jawa dan Bali, dengan kelompok usia 24-35 tahun (45%), dan pekerjaan utamanya adalah karyawan swasta (38%). Dari populasi tersebut, mayoritas responden mengatakan mereka berinvestasi untuk meningkatkan pendapatan pasif dan tujuan investasi jangka panjang, seperti mempersiapkan dana darurat, dana pensiun, dan dana pendidikan anak.
Ditanya lebih jauh, mayoritas responden menyatakan keberadaan platform investasi berdampak positif terhadap pendapatan investor ritel serta pertumbuhan ekonomi. Mereka memiliki persepsi bahwa berinvestasi dapat meningkatkan pendapatan negara melalui penerimaan pajak, memperluas kesempatan kerja melalui pendanaan ke perusahaan publik, hingga mengalihkan dana ke kegiatan yang lebih produktif.
Executive Director CELIOS Bhima Yudhistira menjelaskan bagaimana persepsi investor ritel terhadap perilaku berinvestasi secara digital. “[..] Berinvestasi di platform investasi digital dianggap sebagai aksi berkontribusi terhadap peningkatan sektor teknologi informasi, membantu pendanaan perusahaan, dan efek penciptaan tenaga kerja dari investasi. Hal ini menjadi indikasi positif bahwa platform investasi digital mampu mendorong terciptanya investment-oriented society atau masyarakat yang melek investasi.”
Lebih lanjut, mayoritas responden menyatakan bahwa mereka berinvestasi untuk meningkatkan pendapatan pasif (36%), mempersiapkan dana darurat (23%), dan mempersiapkan pensiun (20%). Alokasi bulanan dari penghasilan untuk berinvestasi sebesar kurang dari Rp1 juta (61%) dan Rp1 juta-Rp5 juta (31%).
Menurut data Bappebti, angka di atas tercermin langsung dengan kondisi di aset kripto. Bappebti mengamati bahwa sebanyak 70% investor aset kripto mengalokasikan pendapatannya dengan nominal investasi di bawah Rp500 ribu. Didukung dari data lainnya, data KSEI menunjukkan bahwa per April 2022, sebanyak 60,29% investor pasar modal berusia di bawah 30 tahun, rata-rata masih berada di awal dan pertengahan karier profesionalnya.
“Hal ini menunjukkan akses investasi kripto semakin mudah dengan semakin terjangkaunya nominal untuk memulai berinvestasi aset kripto,” ucap Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Tirta Karma Senjaya.
Responden juga menyatakan keberadaan aplikasi multi-aset membuat mayoritas dari mereka ingin menambah instrumen investasi hingga dua (37%) sampai tiga kelas aset (31%). Selain itu, 80% responden juga ingin mempelajari produk investasi lain.
Responden menyatakan setidaknya ada tiga produk investasi utama yang dimiliki oleh mereka, yakni reksa dana (29,8%), saham (21,7%), dan aset kripto (21,1%) dengan rata-rata penempatan dana hingga Rp1 juta tiap bulannya.
Studi ini menyoroti preferensi tinggi dari para responden untuk memiliki influencer keuangan di media sosial (fin-fluencer) sebagai sumber informasi terpercaya. Berdasarkan pilihan yang tersedia, responden memiliki fin-fluencer dengan peringkat pertama. Lalu disusul rekomendasi dari konsultan keuangan, kolega, dan podcast.
Pluang dan CELIOS merekomendasikan adanya pengembangan kapasitas untuk para memengaruhi ini agar dapat memberikan literasi finansial yang valid dan edukatif.
More Coverage:
Co-founder Pluang Claudia Kolonas menyampaikan, studi ini merupakan komitmen Pluang untuk meningkatkan cakupan literasi dan inklusi finansial, serta mengakselerasi pertumbuhan ekonomi inovasi teknologi sektor keuangan di Indonesia.
“Dengan inovasi teknologi di sektor keuangan digital, studi tentang sektor investasi ritel ini diharapkan dapat membuka banyak ruang untuk membangun ekosistem keuangan digital yang kondusif. [..] Juga sebagai referensi yang bisa menjadi dasar pembuatan kebijakan yang mendorong percepatan sektor keuangan digital,” kata Claudia.