Bagaimana Beberapa Startup Fase Awal Ini Bertahan dari Pandemi
Izy.ai, Crowde, dan Doogether berbagi kiat melewati krisis selama pandemi
Ada banyak alasan mengapa startup di tahap awal punya banyak kesulitan. Kendala mencari talenta yang tepat, membangun komunikasi tim yang solid, eksplorasi produk, hingga menembus pasar yang dituju.
Di masa pandemi ini, kendala tersebut mengerucut ke beberapa hal yang lebih fundamental. Menjaga cash flow dan mencari pendanaan baru untuk mengamankan keberlangsungan bisnis adalah dua di antaranya.
Kami berbicara dengan tiga startup di fase awal (seed) untuk mengetahui bagaimana kiat dan strategi mereka menghadapi pandemi ini. Pada umumnya mereka tidak punya fleksibilitas seluas startup di fase yang lebih matang. Namun bukan berarti tanpa harapan. Berbagai inisiatif mereka lakukan agar selamat dari situasi tidak normal ini.
Tidak terpaku ke satu pasar
Masih lekat di ingatan bagaimana di bulan-bulan awal pandemi menghantam begitu banyak bisnis runtuh. Sektor yang paling terpengaruh seperti hospitality, restoran, logistik ekspor impor, transportasi, jelas kena imbas paling keras. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menekan tingkat penularan wabah memaksa sektor tadi gigit jari untuk sementara waktu.
Stoqo adalah salah satu korbannya. Tutupnya ribuan restoran, rumah makan, dan pusat perbelanjaan menyebabkan turunnya pendapatan mereka turun drastis. Stoqo mengumumkan berhenti beroperasi pada April lalu.
Startup Izy.ai, yang bisnisnya bersinggungan erat dengan hospitality, belajar dari keadaan tersebut. CEO Gerry Mangentang tidak ingin startup yang ia dirikan bernasib serupa.
Izy yang mulai beroperasi pada 2018 menggantungkan bisnisnya pada keberlangsungan hotel dan akomodasi. Platform-nya membantu hotel dan akomodasi dalam mendigitalisasi layanan dan meningkatkan konsumsi tamu. Gerry sadar pihaknya tak bisa terus-menerus hanya bersandar pada bisnis hospitality. Terlebih situasi di dalam negeri mengindikasikan pandemi masih akan berlangsung lebih lama.
"Kita harus pivot ke arah lain dan tidak boleh bergantung ke hotel saja. Kita ada rencana masuk ke [market] residensial dan ritel," ujar Gerry.
Fokus bisnis Izy sejatinya terletak pada pemenuhan digitalisasi layanan hotel lewat model berlangganan. Layanan itu seperti pemesanan makanan di dalam hotel, room service, binatu, dan lainnya. Dengan prinsip yang sama, mereka berupaya membuka pasar baru dengan merambah ritel modern dan permukiman residensial.
“Kita ini platform on demand, kalau dengan ritel ini kita bisa dianggap light e-commerce-lah, tapi untuk mall dan ritel. Fokusnya akan ada di Jakarta, Bandung dan Bali,” ujar Gerry.
Efisiensi dan inisiatif lainnya
Jika Izy memilih pivot sebagai jalan untuk terus bertahan dari masa paceklik ini, Crowde dan Doogether lebih memilih jalan efisiensi.
Head of Impact Investment Crowde Afifa Urfani mengakui, di awal pandemi pihaknya mengalami dampak yang kuat dalam kekuatan untuk bertahan sampai penerimaan publik terhadap produknya. Itu sebabnya, menurut Afifa, Crowde lebih berhitung dalam setiap langkahnya.
"Kami memilih untuk slowing down, to speed up kemudian," tutur Afifa.
Crowde menghitung baik-baik biaya keluar-masuk dari perusahaan, mengetatkan pengeluaran, hingga mengubah kultur perusahaan untuk melakukan segala kegiatannya secara digital. Cara tersebut merupakan kompensasi yang dipilih Crowde agar proses akuisisi dan maintenance proyek permodalan mereka tetap berjalan.
Bisnis inti Crowde sejatinya berporos pada pengendalian risiko permodalan di sektor pertanian. Sejak pandemi berlangsung, menurut Afifa, perusahaan membuat sejumlah inisiatif untuk menyesuaikan keadaan. Inisiatif tersebut salah satunya menghubungkan akses pasar dengan pembelian tonase.
"Yang berbeda hanyalah jika dulu fokus terhadap bisnis horeka (hotel, restoran, kafe/katering), kalau sekarang kami terbuka dengan potensi pasar multi-layer," terang Afifa.
Doogether punya kiat tak jauh berbeda. Platform wellness yang digawangi Fauzan Gani ini mengakui Doogether melakukan banyak penyesuaian untuk pengeluaran.
Dari aspek inisiatif, Doogether fokus memperkaya fitur layanan mereka. Salah satunya dengan meluncurkan kelas berbasis live streaming yang dapat dipesan melalui aplikasi. Langkah strategis ini diambil untuk menyasar masyarakat yang kini lebih banyak berolahraga di dalam rumah.
"Selain itu pun kita menambahkan fitur verifikasi untuk para mitra kami yang sudah membuka fasilitas mereka dan mematuhi SOP dari pemerintah," jelas CEO Fauzan Gani.
Pendanaan baru tetap jadi opsi
Memperpanjang napas menjadi fokus semua startup di situasi seperti ini. Di luar yang telah dilakukan tadi, pendanaan jelas jadi opsi yang tersedia untuk mereka. Namun pendanaan bukan pilihan mudah karena melibatkan lebih banyak faktor.
Fauzan berpendapat, kendala untuk menggelar babak pendanaan baru adalah situasi ekonomi Indonesia yang belum stabil. Ketersediaan vaksin sebagai harapan keluar dari krisis pandemi serta adopsi masyarakat terhadap industri yang mereka geluti menurutnya adalah faktor penentu.
Fauzan mengakui pihaknya belum ada rencana menggalang dana baru. Ia yakin runway Doogether masih cukup untuk selamat dari krisis pandemi semenjak mereka berhasil mendapatkan extension funding dari para investornya.
"Namun sebagai startup kita harus selalu siap melakukan babak baru pendanaan," ungkapnya.
Afifah memiliki pendapat yang sama. Menarik minat investor untuk pendanaan baru jelas lebih menantang. Itu sebabnya menggelar pendanaan Seri A jadi proritas kedua. Prioritas pertama Crowde, menurutnya, adalah mengoptimalkan skema dan model bisnis agar bisa membiayai pengeluaran operasional, meski profit yang mereka peroleh tipis.
Dengan keyakinan runway dari pendanaan sebelumnya masih kuat menopang keberlangsungan perusahaan, Crowde bertekad melalui situasi krisis ini dengan bisnis mereka sendiri.
"Pastinya pilihan kami adalah menjalankan bisnis yang sehat agar bisa meyakinkan kemungkinan investasi," pungkas Afifa.
Sementara itu Izy sedang berpacu dengan waktu. Pendanaan awal yang diperoleh belum lama ini membuat mereka memiliki runway hingga setahun ke depan. Dengan kondisi perhotelan dan akomodasi yang masih jauh dari normal, rencana pivot mereka akan berperan besar untuk masa depan perusahaan.