BCA Digital Siap Beroperasi Juni 2021, Fokus ke Kemudahan Pembayaran dan Pinjaman
Berperan sebagai "ladang" inkubasi BCA bereksperimen dengan teknologi baru, model bisnis, dan cara kerja berbeda
PT Bank Digital BCA (BCA Digital) ditargetkan beroperasi pada Juni 2021. Selama satu setengah tahun lebih, anak usaha PT Bank BCA Tbk (BBCA) ini menyiapkan sejumlah produk dan layanan yang akan menyasar segmen pengguna melek digital atau digital savvy.
DailySocial berkesempatan mewawancarai CEO BCA Digital Lanny Budiati untuk mengetahui gambaran lebih dalam mengenai strategi dan roadmap perusahaan di tahap awal ini.
Membentuk entitas baru
BCA Digital merupakan hasil branding nama sebelumnya, yakni PT Bank Royal Indonesia. Untuk bertransformasi menjadi bank digital, BCA selaku induk usaha mencaplok Bank Royal Indonesia senilai Rp1 triliun pada 2019. Per 31 Desember 2020, BCA Digital telah memiliki modal inti sebesar Rp2,9 triliun.
CEO Bank BCA Digital Lanny Budiati mengatakan, pihaknya mendirikan entitas baru untuk menjadi bank digital agar layanan perbankan digitalnya tidak bertabrakan dengan produk dan layanan yang sudah lama dioperasikan induk usaha, seperti BCA Mobile dan internet banking.
Menurut Lanny, layanan existing milik BCA sudah lebih dulu memiliki basis pengguna yang besar dari rentang usia dan segmen yang lebih luas. Dengan situasi tersebut, mayoritas nasabah BCA sudah merasa cukup nyaman menggunakan layanan perbankan digital existing.
Di samping itu, BCA Digital juga dapat berperan sebagai "ladang" inkubasi bagi induk usaha untuk bereksperimen dengan teknologi baru, model bisnis, dan cara bekerja yang berbeda. BCA Digital dapat membuka kesempatan untuk menjadi bagian dari perkembangan teknologi yang dinamis.
"Apabila implementasinya berhasil dan memberikan dampak signifikan, model bisnis tersebut dapat kami adopsi dan sinergikan ke induk usaha BCA," ungkap Lanny.
BCA Digital diharapkan dapat lebih cepat dan fleksibel dalam mengembangkan layanan perbankan digital yang inovatif dan mengutamakan pengalaman bagi para nasabahnya.
Membidik digital savvy
Lebih lanjut, ada sejumlah faktor yang mendorong induk usaha untuk mendirikan bank digital. Lanny mengatakan, penetrasi pengguna internet dan smartphone terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan laporan "Digital 2021: Indonesia" yang dirilis We Are Social dan HootSuite, lebih dari 59% masyarakat Indonesia sudah terhubung dengan internet, sedangkan sebanyak 66% aktif menggunakan smartphone.
Kemudian, perkembangan teknologi di Indonesia dinilai memunculkan permintaan yang lebih besar sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran kebiasaan (behavioral shift) konsumen. Hal ini terutama dialami pada segmen pengguna digital savvy yang dinilai memiliki kebutuhan dan ekspektasi tinggi terhadap cara bertransaksi perbankan dengan model berbeda.
Faktor lainnya adalah pandemi Covid-19 menjadi faktor pemicu meningkatnya aktivitas melalui digital, termasuk transaksi perbankan. Selain itu, sejumlah hasil riset lain menunjukkan ada kenaikan luar biasa pada jumlah transaksi layanan perbankan digital dan nontunai selama beberapa tahun terakhir.
Mengacu data Bank Indonesia (BI), volume transaksi digital banking di sepanjang 2020 saja mencapai 513,7 juta transaksi atau naik 41,5% secara tahunan. Sementara, nilai transaksinya tercatat sebesar Rp2.774,5 triliun atau tumbuh 13,91% dari tahun sebelumnya.
"Kami harap BCA Digital dapat mengakomodasi kebutuhan generasi muda dan para digital savvy, menjadi pemimpin pasar di segmen digital banking, dan memperbesar pangsa pasar yang sudah dimiliki BCA," tambahnya.
Fokus pada payment dan funding
BCA Digital mengusung konsep branchless banking, ketika seluruh produk dan layanan dapat diakses melalui aplikasi. Pihaknya membidik segmen pasar digital savvy yang terbiasa atau memilih bertransaksi secara digital. Namun, segmen ini tidak terbatas pada kaum muda.
Menurut Lanny, ada sejumlah produk dan layanan yang tengah dipersiapkan, termasuk kemudahan dalam melakukan pembukaan rekening (onboarding). Selain itu, BCA Digital juga akan bersinergi dengan seluruh channel yang dimiliki induk usaha, jaringan ATM BCA dan Halo BCA.
Untuk tahap awal, BCA akan fokus pada produk pembayaran (payment) untuk memfasilitasi berbagai transaksi lewat aplikasi dan meningkatkan basis pengguna. Selain itu, BCA Digital akan menyalurkan pinjaman (funding) ke masyarakat, khususnya segmen individual, individual bisnis, UMKM, dan retail.
"BCA Digital akan hadir dengan tampilan lebih fresh untuk mengakomodasi kebutuhan para digital savvy dalam melakukan aktivitas perbankan yang menyenangkan dan optimal. Dengan begitu, kami dapat memberikan nilai tambah dalam menjawab kebutuhan finansial masyarakat modern," ungkapnya.
Tak banyak yang disebutkan lebih lanjut mengenai strategi dan model bisnis dari BCA Digital. Namun, Lanny mengungkap bahwa perusahaan akan berkolaborasi dengan berbagai pihak eksternal yang memiliki visi dan target pasar yang sama. Saat ini, BCA Digital tengah menyiapkan infrastruktur untuk mempermudah integrasi dengan ekosistem layanan.
"Kami juga terus-menerus melakukan pengembangan di aspek keamanan pada seluruh infrastruktur dan support system. Pembaharuan sistem teknologi secara berkala itu penting untuk menyeimbangi penggunaan tools sekaligus mencegah potensi ancaman bahaya seperti serangan siber."
Aturan bank digital
Dengan semakin banyaknya transformasi bank ke digital di tahun ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan aturan terkait bank umum akan dirilis di semester I 2021. POJK tersebut juga akan mengatur tentang bank digital.
Dalam webinar bertajuk "OJK Siapkan Aturan Bank Digital Tanpa Cabang Fisik" beberapa hari lalu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan bahwa pendirian bank baru harus memiliki modal minimum sebesar Rp10 triliun, jika bukan merupakan bagian dari ekosistem perbankan yang lebih besar. Menurutnya, kebijakan ini bukan tanpa alasan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan OJK, bank dapat dikatakan beroperasi secara efisien, menghasilkan laba, dan berkontribusi ke perekonomian nasional apabila memiliki modal Rp10-11 triliun. Sementara pada POJK sebelumnya yang mengatur modal pendirian Rp3-4 triliun dinilai hanya menghasilkan laba saja, tetapi tidak efisien dan berkontribusi ke perekonomian.
Tak hanya modal, POJK baru ini juga akan mengatur digital banking, mulai dari aspek tata kelola teknologi, perlindungan data, hingga kolaborasi platform. Dari hasil penelitian OJK lainnya, sekitar 56% diketahui telah siap bertransformasi ke digital banking. Kemudian, sebanyak 56% dari 107 bank umum sudah memiliki teknologi untuk go digital.