Cashlez Bidik Pertumbuhan Bisnis Lewat Akuisisi Perusahaan dan Tambah Merchant Online
Berencana menggalang dana lewat right issue di kuartal I 2022 untuk mendukung strategi anorganik
PT Cashlez Worldwide Tbk (IDX: CASH) berencana melakukan akuisisi perusahaan untuk mendorong pertumbuhan bisnis secara anorganik di 2022. Demi mendukung rencana ini, Cashlez akan menggalang dana lewat skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue di kuartal I 2022.
Hal ini disampaikan Cashlez saat sesi media visit ke tim editorial DailySocial.id secara virtual. Dalam sesi ini turut hadir Chief Revenue Officer Djayanto Suseno dan Corporate Secretary Hendrik Adrianto.
Pihaknya mengungkap bahwa Cashlez akan menggelar right issue tahap pertama dengan nilai $10 juta atau sekitar Rp143,8 miliar yang akan digunakan sebagai modal kerja dan pengembangan produk. Kemudian, Cashlez akan melakukan right issue tahap kedua untuk kebutuhan akuisisi.
Menurut Djayanto, saat ini perusahaan tengah menyusun roadmap selama lima tahun ke depan yang mencakup strategi bisnis secara organik dan anorganik. Mengenai strategi anorganik, Cashlez membuka opsi untuk mengakuisisi perusahaan. Namun, Djayanto belum dapat merincikan lebih lanjut tentang kategori bisnis dan perusahaan yang akan diakuisisi.
"Itulah mengapa kami mau fundraise lewat right issue. Kami sedang sedang mencari investor yang siap menjadi standby buyer. Ada investor luar tertarik, ada juga investor internal. Semua sudah kami serahkan ke financial advisor kami, yaitu Bahana [Sekuritas]," ungkapnya.
Menurutnya, perusahaan akan tetap memberdayakan sumber daya yang ada untuk mendorong pengembangan bisnis secara organik. Akan tetapi, itu saja dinilai tidak cukup mengingat Cashlez ingin mengembangkan ekosistem pembayaran digital yang lebih besar.
"Bagi kami saat ini yang lebih tepat bukanlah apa yang akan kami akuisisi, melainkan berapa jumlah dana yang terkumpul. Dengan begitu, kami bisa tahu apa yang dapat kami beli," tambahnya.
Cashlez didirikan oleh Teddy Setiawan Tee pada 2015 yang menawarkan solusi keuangan, yakni payment gateway, payment aggregator, dan solusi mPOS. Di 2017, Cashlez memperoleh investasi dari Mandiri Capital Indonesia (MCI), dan Sumitomo Corporation di 2019.
Bidik merchant online
Sebagai informasi, Cashlez mengantongi 18 miliar transaksi total dari 436 merchant di 2016. Per akhir 2021, perusahaan telah melayani 13.000 merchant di enam kota yang terhubung ke 7.000 perangkat EDC. Dirinci berdasarkan kategori merchant, sebanyak 30% pengguna berasal dari segmen ritel, 18% restoran, dan fesyen 12%.
Cashlez mencatat total Gross Transaction Value (GTV) di 2020 sebesar Rp5,9 triliun. Djayanto menyebut ada penurunan GTV di 2021, yakni berkisar Rp4,3 triliun-Rp4,4 triliun. Penurunan ini terjadi karena penutupan mal di sejumlah area. Situasi ini membuat para merchant sulit untuk berjualan.
Untuk mengantisipasi penurunan, ucap Djayanto, Cashlez akan terus menambah jumlah merchant, tapi difokuskan pada merchant UMKM yang melayani transaksi online. Sebagai pembanding, komposisi merchant offline di Cashlez sebesar 90%, dan sisanya 10% online. Tahun ini, Cashlez akan meningkatkan porsi [transaksi dari merchant] online secara signifikan.
"Sampai saat ini belum ada fintech yang memiliki kemampuan untuk [melayani transaksi] secara O2O. Biasanya hanya kuat di online saja. Jadi kami satu-satunya yang memiliki kemampuan O2O saat ini," tuturnya.
Social commerce
Tren jual-beli produk melalui media sosial alias social commerce berkembang signifikan di Indonesia. Selain karena populasi pengguna media sosial yang besar, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia justru memicu kemunculan pelaku usaha kecil yang berjualan secara online.
Sejumlah laporan memproyeksi tren social commerce akan terus berlanjut mengingat ada potensi di kota tier 2 dan 3 yang mulai mencicipi transaksi online. Menurut riset McKinsey, transaksi social commerce di Indonesia diestimasi menyumbang $25 miliar dari total proyeksi GMV e-commerce sebesar $65 miliar di 2022.
More Coverage:
Sementara mengacu laporan Momentum Works, social commerce menjadi salah satu opsi menarik bagi pelaku UMKM karena biaya akuisisi pelanggan lebih murah, dan pengguna lebih leluasa dalam mengeksplorasi atau menemukan produk yang dicari.
Di sampling itu, tren ini juga diprediksi memberikan peluang besar terhadap kebutuhan sistem pembayaran mengingat pelaku UMKM tidak punya akses maupun kemampuan untuk menyediakan hal tersebut.