Tekad Aspire Permudah Perusahaan Kelola Keuangan
Wawancara eksklusif DailySocial.id bersama General Manager Aspire Indonesia Ferdy membahas strategi dan capaian bisnis mereka
Bukan rahasia umum bahwa perusahaan masih dihadapkan pada tantangan pengelolaan keuangan yang menjelimet, seperti akses terbatas pada kartu kredit korporat dan prosedur keuangan yang tidak efisien. Tak heran, dibutuhkan solusi tepat guna agar literasi keuangan di ranah perusahaan juga tidak kalah bertumbuh dari masyarakat pada umumnya.
Berbasis di Singapura, startup fintech Aspire berupaya menyelesaikan tantangan tersebut melalui software finansial untuk mempermudah perusahaan mengatur keuangan operasional bisnis. Solusinya all-in-one mencakup virtual business account, spend management, corporate card, receivable dan payable management, transfer uang lokal dan internasional, dan yang teranyar payment gateway.
"Ada tiga isu yang ingin kita selesaikan untuk bantu tim finance. Orang finance itu paling takut kalau tidak punya kontrol, visibilitas terhadap cash flow-nya, dan enggak bisa atur cash flow dengan baik. Kita berikan software untuk selesaikan tiga isu tersebut yang bisa diakses secara real time," terang General Manager Aspire Indonesia Ferdy Nandes kepada DailySocial.id.
Masing-masing produk di atas menyelesaikan berbagai permasalahan yang sering dihadapi tim keuangan setiap bulannya, terutama saat tutup buku. Dicontohkan, spend management yang menjadi produk flagship perusahaan memungkinkan tim finance dapat melakukan budgeting untuk alat kontrol setiap pengeluaran, entah untuk belanja iklan digital, proyek, dan sebagainya.
Ketika budget iklan sudah capai makan biaya hingga 80%, maka akan muncul notifikasi yang dikirimkan ke budget owner. "Kalau untuk proyek-proyek, nanti setiap pemasukan dan pengeluaran bisa di-tag ke budget owner. Dengan dua klik, bisa tahu pemasukan dan pengeluaran untuk proyek yang mana saja, sehingga proses rekonsiliasinya lebih mudah."
Kemudian, untuk produk virtual corporate card bisa membantu tim finance untuk membayar operasional perusahaan, entah untuk budgetmarketing, listrik, klaim, dan sebagainya. Berbeda dengan kartu kredit pada umumnya karena bank statement baru terbit setiap akhir bulan, kartu ini dapat dilacak secara real time penggunaannya.
Produk lainnya yang banyak digunakan adalah receivable dan payable management. Ini merupakan invoice yang terhubung dengan sistem Aspire, sehingga ketika klien membayarkan tagihannya dapat terlacak secara otomatis. Bahkan ketika klien tersebut memakai software akuntansi Xero, Netsuite, Quickboo, MYOB, dapat secara otomatis menautkan pengeluaran dan terintegrasi dengan Aspire, sehingga klien akan selalu memiliki data akuntansi yang akurat dan terorganisir dengan baik.
"Kita juga punya produk cross border payment. Ini banyak dipakai startup saat mereka dapat pendanaan dari investornya di luar negeri. Dalam 3-5 hari mereka bisa punya USD account, lalu begitu funding-nya masuk bisa di-convert [kurs Rupiah] sesuai kebutuhannya."
"Visibility-nya jelas, kontrol jelas, dan bisa tracking real time. Kartu ini juga bisa untuk bayar klaim ke karyawan. Budget owner dapat memantau langsung lewat aplikasi dan bisa diatur otoritasnya sebagai approval akhir atau bisa sekalian untuk bayar klaimnya. Semua tergantung kebijakan masing-masing perusahaan [pengaturan otoritas]."
Ferdy menuturkan, perusahaan menganut prinsip consumer-centric, artinya ada personalisasi untuk setiap negara di mana mereka beroperasi. Maka dari itu, ada kustomisasi dari setiap produk yang dibawa dari Singapura ke negara lain. Singapura contohnya, aturan di sana memperbolehkan suatu perusahaan untuk langsung bekerja sama dengan jaringan pembayaran global Visa dan Mastercard dalam menerbitkan kartu debit/kredit korporat.
"Tapi di Indonesia, untuk menerbitkan kartu kredit korporat aturannya harus melalui bank. Saat ini kami sudah bekerja sama dengan Bank CIMB Niaga untuk corporate virtual card. Produknya sama tapi pendekatannya beda, jadi kami selalu mengikuti aturan yang berlaku di tiap negara."
Ekspansi produk
Cakupan bisnis Aspire tak hanya di Singapura saja, tapi sudah masuk ke Indonesia setahun setelah pertama kali berdiri pada 2018. Tak hanya itu, negara Asia lainnya juga telah dirambah, seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Hong Kong yang baru diresmikan pada dua bulan lalu. Total karyawan Aspire di regional mencapai 500 orang, 118 orang di antaranya adalah karyawan di Indonesia, 200 karyawan di Singapura, 100 karyawan engineer khusus di India, dan sisanya tersebar di negara lain.
"Berdasarkan kontribusi revenue, Indonesia menempati posisi kedua setelah Singapura. Timnya juga terbanyak kedua, ini menandakan bahwa kami sangat serius menggarap pasar ini sejak 18 bulan belakang."
Penunjukkan Ferdy sebagai General Manager sejak 10 bulan lalu memperlihatkan keseriusan Aspire untuk menggarap pangsa pasar di negara ini. Sebelum bergabung, Ferdy memiliki pengalaman di berbagai perusahaan teknologi global di antaranya LinkedIn, Skyscanner, Google, Apple, Facebook, hingga Xero.
Para pengguna Aspire, sekitar 35% berasal dari startup dan sisanya UMKM. Para startup ini datang dari berbagai vertikal bisnis: e-commerce, fintech, ritel, hingga food and beverages (F&B). Nama-nama perusahaannya, seperti Schoters, eFishery, Brick, Ayoconnect, Pinhome, Base dan Haus!.
Dalam rangka mengembangkan solusi bisnis dan menjangkau lebih banyak perusahaan dari skala bisnis menengah hingga ke atas, Aspire baru-baru ini menghadirkan layanan gerbang pembayaran (payment gateway). "Dengan payment gateway ini, solusi Aspire sudah dari hulu ke hilir, mulai dari atur keuangan sampai terima uang dari end-consumer."
Tak hanya itu perusahaan sedang mempelajari kebutuhan bagi perusahaan dengan skala bisnis yang lebih tinggi, mengingat solusi yang dibutuhkan lebih kompleks karena karyawan berjumlah ribuan. "Kalau karyawannya ada 1000-2000 untuk klaim saja pasti lebih panjang proses approval-nya, jadi butuh kostumisasi. Ini yang sedang kita pelajari agar lebih mengerti sebab kami ini consumer centric."
Model bisnis yang digunakan Aspire adalah berlangganan. Namun pengguna dapat menyesuaikan berlangganannya fleksibel sesuai produk yang mereka pakai. Menurut Ferdy, dengan cara ini mampu membawa perusahaan mencapai posisi profit sejak Mei 2023. Keuntungan diraih setelah Aspire berhasil menggandakan pendapatan sebanyak tiga kali lipat dalam setahun belakangan. Aspire juga mengeklaim total volume pemrosesan dana dalam setahun terakhir mencapai sebesar $15 miliar.
More Coverage:
"Karena meski kami Saas, kita selalu melihat apa yang jadi kebutuhan konsumer, lalu bisa costumize [pembayarannya] sesuai kebutuhan dan purchasing power mereka. kita berusaha fleksibel dan berusaha klien pakai software ini karena setelah pricing, kunci terpenting berikutnya apakah mereka benar-benar butuh atau tidak."
Pencapaian tersebut membuat perusahaan percaya diri untuk mereplikasi kesuksesannya ke negara Asia lainnya. Meski tidak bisa dirinci lebih lanjut, perusahaan berencana untuk ekspansi sepanjang tahun ini. Negara terakhir yang dirambah adalah Hong Kong pada dua bulan lalu.
Selain fokus mengembangkan bisnis, perusahaan juga fokus mengedukasi para penggunanya di lapangan. Menurut Ferdy, pihaknya banyak menemukan bahwa literasi digital bagi perusahaan itu tidak berjalan sekencang dibandingkan level masyarakat akhir. Padahal perusahaan juga diisi oleh manusia yang sama dan juga terpapar dengan perkembangan teknologi terbaru.
"Ini enggak terjadi di Aspire saja, tapi di startup pada umumnya juga. Supaya kita enggak tertinggal dengan negara lain, adaptasi perusahaan juga harus lebih cepat. Ini unik bagaimana kita bisa berbenah. Banyak SDM kita yang kurang ulet untuk belajar hal baru, padahal potensi kita besar," pungkas Ferdy.
Sign up for our
newsletter