1. Startup

DealKeren Pasca Akuisisi Oleh LivingSocial

Bertempat di XXI Lounge, Plaza Senayan, Jakarta, CEO DealKeren Adrian Suherman mengumumkan fakta yang dimiliki oleh DealKeren saat ini dan rencana-rencana yang akan dilakukan oleh DealKeren pasca akuisisi oleh salah satu perusahaan daily deals terbesar dari Amerika Serikat, LivingSocial. Sebelumnya kami memberitakan bahwa LivingSocial mengakuisisi induk perusahaan DealKeren, Ensogo, yang berbasis di Thailand dan Filipina, dan ini merupakan langkah pertama LivingSocial di Asia. LivingSocial telah beroperasi di 21 negara di 6 benua. Sebelumnya, kompetitor LivingSocial, Groupon, telah mengakuisisi Disdus sebagai bagian ekspansinya di Indonesia.

Apa saja fakta yang dimiliki oleh DealKeren sejak didirikan bulan Agustus 2010 lalu? Saat ini DealKeren mengklaim sebagai pemimpin pasar dengan memiliki 65% market share daily deals di Indonesia, berdasarkan data di bulan Mei. DealKeren mempunyai lebih dari 300 ribu anggota dan lebih dari 300 merchants yang sudah bekerja sama. Saat ini terdapat 80 deals dengan 50 ribu transaksi setiap bulannya, yang secara pendapatan mencapai angka US$ 250 ribu per bulan dan terus bertambah. Berdasarkan statistik yang dikumpulkan oleh DealKeren, sekitar 55% penggunanya adalah perempuan dengan segmen usia 25-35 tahun, selain itu 70-80% penggunanya berdomisili di Jakarta, suatu hal yang wajar mengingat sebagian besar deals-nya memang berada di Jakarta.

DealKeren juga mengungkapkan bahwa Gelatissimo dan New Zealand Natural -- keduanya adalah merchants yang menjual es krim, adalah dua merchants DealKeren yang "paling sukses" dalam hal penghematan. Voucher 50 ribu yang ditawarkan dengan harga belasan ribu oleh masing-masing merchants dapat terjual sebanyak hampir 15 ribu voucher. Nilai penghematan yang diberikan oleh keduanya masing-masing mencapai hampir Rp 500 juta. Meskipun demikian, perlu studi lebih lanjut apakah penghematan yang diberikan mampu menjamin suatu sustainable revenues.

Lalu apa saja yang akan dilakukan oleh DealKeren ke depannya? Yang pertama adalah melakukan ekspansi ke kota-kota lain di Indonesia. Saat ini DealKeren sudah memiliki deals di Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya. Berikutnya, DealKeren akan melakukan perluasan ke sejumlah kota di luar Jawa, di antaranya Medan, Denpasar dan Makasar.

Bentuk tampilan DealKeren sudah mulai meniru nilai-nilai LivingSocial. Selain logo LivingSocial yang nangkring di setiap logo DealKeren, DealKeren juga menampilkan latar belakang pemandangan Indonesia di setiap halamannya. DealKeren akan mengadopsi cara-cara yang digunakan LivingSocial untuk berkembang, di mana nantinya yang ditawarkan tidak sekedar deals, tapi juga paket liburan dan kegiatan keluarga. Selain itu DealKeren juga berencana mengembangkan fitur mobile bernama Instant, di mana nantinya akan dibuat suatu aplikasi (atau mobile web) yang menggunakan lokasi untuk menginformasikan deals yang sedang berlangsung di sekitar tempat tersebut (nearby).

DealKeren juga sedang memikirkan cara supaya pengguna lebih mudah untuk me-redeem voucher. Saat ini yang kita tahu adalah voucher harus di-print terlebih dahulu dan itu sebenarnya cukup merepotkan di jaman modern saat ini. Dengan langkah-langkah tersebut, DealKeren menargetkan untuk memperoleh 1 juta anggota pada akhir tahun 2011 ini.

Saat ditanyakan tentang Rebate Networks yang juga merupakan investor bagi DealKeren dan Ensogo, Adrian mengemukakan bahwa Rebate (dan Ensogo) akan tetap membantu DealKeren dalam hal manajemen, tapi Adrian mengisyaratkan bahwa secara investasi Rebate keluar dari kepemilikan DealKeren dan Ensogo (exit). Rebate Networks yang berbasis di Jerman merupakan investor DealKeren dan Ensogo, di mana DealKeren merupakan perusahaan patungan Ensogo dan Rebate Networks bermodal awal $2 juta.

Dengan pengakuisisian DealKeren oleh LivingSocial, sudah lengkap bahwa Indonesia akan menjadi lahan pertarungan baru bagi dua raksasa deals Amerika Serikat. Akan menjadi tantangan besar bagi perusahaan deals di luar keduanya untuk bersaing. Mungkin kita akan menemukan perusahaan deals yang mati di tahun 2011 karena kekurangan inovasi, tapi bakal ada yang juga yang mampu berkembang pesar. Saya yakin bahwa pasti ada ruang bagi pihak lain untuk berkembang, dengan syarat inovasi yang terus menerus dilakukan.

Pengakuisisian ini membuktikan bahwa pasar deals Indonesia memang sexy di mata investor asing, tapi kami ingin memastikan bahwa layanan ini tidak hanya menguntungkan bagi pengguna tapi juga bagi merchants yang memanfaatkannya.