Fintech P2P Syariah "Ammana" Tawarkan Solusi Wakaf Digital
Ingin salurkan pembiayaan hingga Rp250 miliar sepanjang 2018
Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi penganut agama Islam terbesar di dunia, menyimpan jumlah potensi wakaf yang besar dan bisa diarahkan untuk ke sektor produktif. Hanya saja besarnya potensi wakaf belum dikelola dan diberdayakan secara profesional menjadi peluang bisnis bagi startup fintech p2p lending Ammana Fintek Syariah.
Startup yang didirikan Lutfi Adhiansyah, Supriyono Soekarno, dan Randy Bimantoro ini resmi beroperasi pada pertengahan tahun lalu. Untuk mengukuhkan posisi perusahaan di mata hukum, Ammana mengajukan proses izin dari OJK. Izin akhirnya berhasil dikantongi Desember 2017, menjadikan startup tersebut sebagai perusahaan fintech syariah pertama di Indonesia.
"Ammana hadir untuk memudahkan kolaborasi pendanaan usaha secara digital yang menguntungkan dan berkah bagi masyarakat, terutama di Indonesia," ucap CEO Ammana Fintek Syariah Lutfi Adhiansyah dalam keterangan resmi.
Ammana beroperasi dan mendapat dukungan penuh dari Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Forum Wakaf Produktif (FWP). BWI merupakan badan yang diberi mandat untuk melakukan pembinaan terhadap nazir (penerima wakaf). Sementara FWP adalah forum berisi lembaga dan organisasi pemerintahan untuk mendorong fungsi wakaf ke arah lebih produktif.
Wakaf produktif adalah harta yang diberikan agar dapat dipakai untuk kegiatan produksi, hasilnya akan disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf.
Salah satu anggota FWP yang teken kerja sama dengan Amman adalah BNI Syariah. Sinergi antara keduanya adalah dalam hal pemanfaatan produk dan jasa perbankan syariah terhadap penghimpunan dana wakaf dengan menggunakan produk BNI Virtual Account (VA).
Lewat VA, wakif (orang yang berwakaf) akan dipermudah dengan pembayaran yang otomatis akan terkonfirmasi sehingga tidak perlu input kode bank ataupun memasukkan nominal pembayaran. Selain dengan Ammana, BNI Syariah telah bekerja sama dengan 17 nadzhir (lembaga wakaf) dari anggota FWP.
"Seperti diketahui bahwa fintech selama ini dilihat sebagai pesaing perbankan dengan terobosannya, tetapi bagi BNI Syariah hal ini dapat disinergikan dalam rangka membangun perekonomian syariah di Indonesia melalui wakaf produktif," terang Pemimpin Divisi Dana Ritel BNI Syariah Bambang Sutrisno.
Terapkan manajemen risiko berlapis
Startup ini bekerja sama seperti halnya p2p lending lainnya, menghubungkan wakif dengan nazir dengan platform digital. Terdapat dua jenis pendanaan yang bisa dipilih wakif, yaitu musyarakah (para pihak saling berkontribusi modal) dan mudharabah (100% modal dari wakif).
Pendanaan musyarakah berarti wakif bersama Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) saling berkontribusi modal untuk membiayaai pelaku usaha yang dibina LKMS. Sedangkan pendanaan mudharabah berarti wakif berkontribusi modal 100% untuk membiayai pelaku usaha yang dibina LKMS.
LKMS itu seperti koperasi syariah, Baitul Maal wat Tamwil dan BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah). Lembaga tersebut berperan sebagai mitra lapangan dalam bermusyarakah bersama wakif. Mereka pulalah yang melakukan fungsi assesmen, skoring, pembiayaan, dan penagihan hasil usaha.
Secara terpisah kepada DailySocial, Lutfi melanjutkan kemitraan dengan LKMS sekaligus jadi upaya Ammana dalam menerapkan manajemen risiko. Setidaknya Ammana menerapkan keamanan hingga lapis lima. Pertama dimulai dari seleksi untuk seluruh calon mitra lapangan, mereka wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan Ammana dan mendapatkan rating dari sana.
Kemudian, mitra menggunakan standar scoring dari Ammana setiap kali melakukan penilaian terhadap calon pemohon pembiayaan. Tidak semua pembiayaan, beberapa diantaranya membutuhkan jaminan atau minimal tanggung renteng (pembiayaan kelompok) demi menjamin keberlangsungan usaha.
Berikutnya, semua permohonan yang masuk dari mitra akan melalui pengawasan komite risiko dan kepatuhan Ammana. Terakhir, semua prospek investasi yang tayang akan memiliki informasi scoring, detil pembiayaan, dan rating mitra. Sehingga seluruh keputusan dapat secara transparan dilihat oleh user.
"Secara definisi dari regulator kami adalah penyelenggara teknologi dan sebagai penyelenggara model bisnis yang diperbolehkan adalah mengambil komisi (fee/ujroh) dari layanan yang diberikan kepada user. Setiap pencairan yang dilakukan Ammana mendapatkan biaya jasa dari user."
Target bisnis Ammana
Lutfi menuturkan saat ini perusahaan telah menjangkau 1.400 pengguna organik dan 420 diantaranya adalah investor. Penyaluran yang telah direalisasikan mencapai Rp2,5 miliar.
Dia merinci sampai akhir tahun, perusahaan menargetkan dapat merealisikan pembiayaan sebesar Rp250 miliar, terdiri atas Rp100 miliar pembiayaan kepada UMKM bersama BMT/koperasi syariah dan Rp150 miliar bersama program wakaf produktif dari FWP.
Adapun untuk jumlah investornya diharapkan bisa menyentuh angka 50 ribu, jumlah UMKM 20 ribu, 200 mitra BMT, dan 30 lembaga wakaf.
"Insya Allah, melalui Ammana mudah-mudahan lebih banyak lagi masyarakat yang merasa terbantukan, dan ibadah wakaf dapat dilaksanakan lebih baik."
Ammana saat ini dalam waktu dekat belum membuka kemungkinan untuk melakukan penggalangan dana. Menurut Lutfi, perusahaan masih memiliki kecukupan dana untuk menjalani bisnis, apalagi persyaratan modal yang ditentukan OJK sudah cukup untuk beroperasi mandiri.
"Seluruh aktivitas Ammana adalah bootstrapping dari tiga founder yang ada, belum ada dari pihak luar. Ke depan ada rencana untuk dibuka ke pihak lain, namun tidak dalam waktu dekat," pungkasnya.