Layanan E-Commerce Produk Kesehatan "Gogobli" Jajaki Investor Baru, Incar Pendanaan Hingga $100 Juta
Ingin menyandang status unicorn 1-2 tahun mendatang
Gogobli, layanan e-commerce khusus bergerak di produk kecantikan dan kesehatan, mengungkapkan sedang menjajaki investor baru untuk putaran dana seri berikutnya. Diungkapkan perusahaan mengincar tambahan dana segar antara US$50 juta sampai US$100 juta (650 miliar hingga 1,3 triliun Rupiah) untuk kebutuhan ekspansi bisnis.
"Masih proses penjajakan, yang terpenting mereka itu in line dengan misi kita dan bisa bantu leverage bisnis Gogobli," terang CEO Gogobli Joyce Lim, Senin (29/1).
Pihaknya tidak menargetkan secara khusus kapan proses pencarian investor baru ini akan selesai. Yang pasti, dana segar ini akan jadi senjata Gogobli untuk ekspansi ke daerah baru seiring upaya penetrasi bisnis, termasuk pengembangan teknologi, tim, dan membangun gudang.
Pendanaan segar ini, akan jadi jembatan penghubung perusahaan yang berambisi menyabet status unicorn pada satu hingga dua tahun mendatang dari sekarang. Secara bisnis, Gogobli mengalami pertumbuhan yang cukup fantastis sejak pertama kali diresmikan pada 2016 lalu. Saat ini cakupan bisnis Gogobli baru merambah ke Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Gogobli melihat masih ada potensi pertumbuhan yang lebih besar ketika ekspansi ke daerah lainnya di seluruh Indonesia. Di samping itu, pihaknya bakal mengumumkan konsep bisnis baru yang diklaim unik dan bisa mengantarkan perusahaan ke status unicorn. Rencananya konsep ini akan diumumkan pada kuartal III/2018 mendatang.
"Dalam tahun ini akan ada beberapa target, pendanaan baru, dan pengumuman konsep baru untuk ekspansi bisnis yang bisa bikin kita jadi unicorn dalam 1-2 tahun dari sekarang. Jadi bukan dengan investasi [US$50 juta sampai US$100 juta] bisa bikin kita jadi unicorn, tapi lewat strategi bisnis yang didukung dengan investasi baru pada seri berikutnya. Kami optimis [bisa jadi unicorn]," terang COO Gogobli Joe Hansen.
Terakhir Gogobli mendapat investasi Pra Seri A dari perusahaan yang berbasis di Malaysia, OSK Ventures International Bhd dengan nilai investasi yang tidak disebutkan pada April 2017. Dana segar tersebut dipakai untuk bangun jaringan bisnis perusahaan, terutama lini bisnis B2B dan B2C. Diklaim dari pendanaan ini nilai valuasi Gogobli mencapai US$30 juta (sekitar 400 miliar Rupiah).
Pencapaian bisnis
Lini bisnis berikutnya, yakni B2B, tercatat telah bermitra dengan lebih dari 15 ribu toko tersebar di Jawa Barat dan Jawa Tengah, pertumbuhannya secara persentase mencapai 5.977%. Pertumbuhan revenue dari lini bisnis ini diklaim mencapai 2.530% dan repeat sales secara rata-rata 93,35%. Sayangnya, Gogobli tidak sebutkan secara nominal dari seluruh pencapaiannya tersebut.
Dalam lini B2B, Gogobli menjadi pihak penyambung antara prinsipal (produsen) dengan outlet sebagai konsumennya. Outlet yang dimaksud dalam hal ini adalah toko obat, apotik, kosmetik, dan jamu yang membeli produk lewat platform Gogobli untuk dijual kembali secara offline. Setiap produk dari prinsipal akan dikirimkan ke gudang Gogobli untuk kemudian diteruskan ke para pembeli.
Khusus untuk lini B2B, Gogobli sudah meluncurkan aplikasi Gogobli Outlet Apps khusus untuk pembelian produk secara langsung dari smartphone. Tidak bisa sembarang outlet mengunduh aplikasi tersebut. Ada proses verifikasi terlebih dahulu oleh Gogobli secara online ataupun offline.
"Aplikasi untuk konsumen B2B kami desain sangat simpel dan memiliki kapasitas yang kecil hanya 5 MB. Kami juga menyediakan opsi pembayaran yang variatif, mulai dari transfer bank, hingga pembayaran lewat Alfamart. Ke depannya kami mau hadirkan program cicilan untuk para outlet," terang Joe.
Sedangkan lini bisnis B2C diklaim situs Gogobli sudah dikunjungi oleh ratusan ribu kali dan melayani ratusan pengiriman paket setiap harinya. Hanya saja, Joe enggan membeberkan angka detilnya.
Tak hanya menyediakan aplikasi untuk konsumen B2B saja, ke depannya Gogobli juga akan segera meluncurkan aplikasi untuk B2C. Konsumen kedua lini ini perkembangannya diharapkan harus linier sehingga tidak bisa condong ke salah satu saja.
"Secara kuantitas, jumlah konsumen B2C lebih banyak dari B2B. Namun secara volume berasal dari sebaliknya. Kami tidak bisa pilih salah satu karena kalau misal hanya fokus ke B2C saja, berat di biaya pemasaran yang lebih besar. Ini harus berjalan beriringan."
Gogobli akan memperkuat kemitraan dengan BPOM dalam menyajikan produk yang lulus uji dan didatangkan langung dari distributor resminya. Untuk produk jamu dan herbal pun harus sudah mengantongi izin dari Departemen Kesehatan. Seluruh jaminan ini diharapkan dapat menjamin keamanan konsumen saat mengonsumsinya.