1. Startup

IndonesianCloud Hadirkan Layanan Database as a Service

Neil Cresswell menanggapi lanskap pemanfaatan cloud di perusahaan dan startup Indonesia

IndonesianCloud mengumumkan telah meluncurkan sebuah layanan basis data cloud, atau dijuluki dengan Database as a Service (DBaaS). Produk ini akan ditargetkan pada bisnis yang sebelumnya telah mengimplementasikan SQL Azure (cloud database Microsoft) namun ingin berpindah ke layanan hosting lokal.

Strategi produk IndonesianCloud dihadirkan bersamaan dengan isu yang akhir-akhir ini cukup ramai dibincangkan, tentang kebijakan meletakkan data-data penting korporasi dan lembaga penting negara pada data center di dalam negeri. DBaaS yang dijajakan IndonesianCloud juga memungkinkan bisnis untuk tidak perlu lagi mengeluarkan investasi pembelian lisensi SQL Server atau Oracle Database.

Jike menilik dari sisi fungsionalitas, manfaat yang diberikan DBaaS memiliki kesamaan dengan IaaS (Infrastructure as a Service). Layanan tersebut memungkinkan pengembang untuk bisa lebih fokus pada pengelolaan aplikasi saja, tidak perlu membutuhkan ahli khusus dalam pengelolaan sistem basis data. Seperti layanan cloud pada umumnya, DBaaS akan memiliki fleksibilitas dan skalabilitas yang tinggi. DBaaS sebenarnya merupakan komponen dari PaaS, setara dengan layanan pengembangan yang sudah cukup dikenal sebelumnya, yaitu DevOps.

Menanggapi peluncuran ini, CEO IndonesianCloud Neil Cresswell kepada DailySocial mengatakan, "Cloud computing diadopsi begitu cepat di Indonesia. Jika 12 bulan lalu kami masih berkutat untuk menjelaskan benefit dari cloud setiap kali menjual layanan yang kami miliki, sekarang diskusinya  sudah mengarah kepada 'kenapa IndonesianCloud dibanding vendor pesaing'. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan telah memutuskan untuk menggunakan cloud dan ingin mencoba serta mencari tahu layanan cloud yang paling baik untuk digunakan."

"Dari sudut pandang kami, kompleksitas IT yang saat ini ada semakin meningkat, namun tingkat skill IT di Indonesia semakin bergeser jauh, dari yang awalnya infrastruktur ke aplikasi. Hal ini meninggalkan celah kosong yang sangat besar, berupa risiko operasional bagi perusahaan yang mengadopsi teknologi baru tanpa kehadiran staf IT internal yang ahli untuk mendukung teknologi baru tersebut. Teknologi 'as as service' mampu menghilangkan risiko tersebut karena merupakan tugas dan tanggung jawab dari penyedia layanan untuk bisa mendukung setiap platform dasar yang dibutuhkan untuk menjalankan aplikasi," lanjut Neil.

Dalam kesempatan yang sama, Neil juga menyinggung tentang adopsi cloud di kalangan startup Indonesia yang saat ini sedang bertumbuh pesat. Menurutnya cloud adalah solusi terbaik bagi startup. Fleksibilitas layanan yang ditawarkan dapat disesuaikan dengan kebutuhan terkini dari sistem komputasi dan produksi yang dibutuhkan.

"Startup di Indonesia tidak perlu untuk membuang biaya besar hanya untuk berinvestasi pada infrastruktur IT, jika dengan cloud saja bisa dilakukan sekali klik," ujar Neil menanggapi pemanfaatan cloud di industri startup.

Ia berpendapat:

"Daripada harus merekrut seorang IT support di dalam kondisi bisnis yang masih baru, langkah untuk mengadopsi teknologi IaaS, DBaaS, SaaS merupakan yang lebih masuk akal. Startup hanya perlu fokus pada kegiatan pemasaran dan bagaimana untuk menjual produk mereka, bukan tentang IT yang berada di belakangnya."