Kemenkominfo Lakukan Inisiatif, Buka Mata Hakim MA Soal Perselisihan Industri IT
Berkaca dari polemik hukum yang menimpa mantan pimpinan IM2 yang kini masuk bui, regulasi yang jelas dan kuat bagi penyelenggara jasa telekomunikasi dan internet di Indonesia merupakan suatu keharusan demi kemajuan bersama. Menyikapi hal tersebut, baru-baru ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memiliki inisiatif untuk mendorong perselisihan bisnis telekomunikasi yang bisa diselesaikan melalui regulator dan tidak diperkarakan dalam proses pidana namun perdata.
Seperti yang disampaikan oleh Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemkominfo, Kalamullah Ramli dalam suatu kesempatan yang menyatakan, upaya yang dicanangkan ini merupakan semangat dari Kemenkominfo dan BRTI dalam memberikan pemahaman lanjut kepada Mahkamah Agung (MA) tentang dunia perindustrian postel.
"Hal ini semangat dari Kemkominfo dan BRTI. Kami coba ke depan bekerja sama dengan Mahkamah Agung. Paling tidak Ditjen PPI berkomunikasi dengan MA, melalui Kabadiklatnya untuk merintis usaha memberikan pemahaman kepada hakim tentang dunia postel,” ujar Ramli yang dikutip dari situs resmi Kemenkominfo (29/9).
Menurut Ramli, pendekatan yang dilakukannya sama seperti dengan apa yang dilakukan di bidang lingkungan, di mana sudah ada sertifikasi lingkungan untuk para hakim dengan harapan, pada setiap kasus yang menyangkut industri tertentu hanya bisa diadili oleh hakim yang memegang sertifikat tersebut. Kasus IM2 sendiri adalah contoh mengapa hal ini diperlukan agar ke depannya kondisi serupa tak terulang. "Kita sudah melakukan percakapan dengan MA. Kita akan merintis ke arah sana, paling tidak kemarin sudah undang Kabadan litbang MA,” kata Ramli.
Masih dalam sumber yang sama, ia mengklaim pihaknya akan melakukan koordinasi dan kerja sama dengan pihak MA dalam membangun kurikulum khusus terkait bidang telekomunikasi dan TIK yang diperuntukkan bagi hakim Pusdiklat. Singkatnya, sebagian hakim MA nantinya dapat memiliki bekal lebih soal pengetahuannya di bidang tekeomunikasi dan TIK yang diharapkan bisa berujung pada perkara perdata.
“Jadi, ke depannya kita bisa merintis hakim-hakim yang mengadili perkara telekomunikasi dan IT yang punya sertifikasi bidang TIK yang dikeluarkan oleh Kemkominfo dan MA,” tambahnya.
Soal RUU Telekomunikasi yang diserukan oleh banyak pihak, dirinya mengatakan, walau belum ada rancangan lebih lanjut soal permasalahan tersebut, melalui inisiatif ini bisa menjadi jalan keluar bagi perselisihan bisnis telekomunikasi yang berakhir di regulator, dan BRTI berhasil menjadi pemutus akhir perselisihan yang diharapkan tidak ada lagi kasus yang masuk ke ranah pidana.
Inisiatif ini tentu patut diapresiasi dengan baik, mengingat setelah kisruh IM2 yang berakhir secara kontroversial, kasus intrusive ads yang mempertemukan para pebisnis internet dan operator telekomunikasi dalam konflik yang cukup serius juga berada di ujung ranah pidana jika inisiatif semacam ini tak kunjung direalisasikan, namun tentu saja, selain itu harapan utama dari fokus ini adalah kemajuan industri telekomunikasi dan TIK Indonesia yang cerah di masa mendatang.
[ilustrasi foto: Shutterstock]