1. Startup

Investree: Tingkat Kepercayaan Konsumen terhadap Bisnis "P2P Lending" Mulai Meningkat

Regulasi P2P Lending masih dirancang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Konsep bisnis peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia terbilang masih sangat baru, apalagi sampai saat ini belum ada regulasi yang menjadi payung hukumnya. Berbeda kondisinya di Amerika Serikat, konsep bisnis ini sudah dikenal sejak 2009 silam. Kendati demikian, dari hasil pantauan kinerja yang dijabarkan oleh Investree, penyedia layanan P2P lending marketplace, tercatat jumlah penyaluran pinjaman sudah mencapai angka 22,2 miliar Rupiah per 28 September 2016.

Lebih dalam dijabarkan, dari total penyaluran sekitar 16,1 miliar Rupiah diantaranya adalah pinjaman lunas terbayarkan. Dari portofolio penyaluran, didominasi oleh industri kreatif sekitar 38%, outsource 25,3%, katering 20%, dan sisanya industri lainnya. Adapun untuk gagal bayar (default) 0% dan rata-rata tingkat pengembalian sebesar 19,1%.

Adrian A Gunadi, Co-Founder dan Chairman Investree, menjelaskan dari pencapaian tersebut menjadi indikasi bahwa respons masyarakat terhadap model bisnis P2P sangat membantu mereka untuk mendapatkan pinjaman. Sebab, banyak pengusaha yang sebenarnya bankable namun belum tersentuh oleh perbankan karena bisnisnya yang tidak memiliki fixed asset untuk dijadikan jaminan (collateral).

Saat awal Investree berdiri, lanjutnya, untuk mendapatkan pendana (lender) butuh waktu berhari-hari. Kini hanya dalam hitungan menit, peminjam (borrower) sudah bisa mendapatkan dana pinjaman. Selain itu, untuk meningkatkan kepercayaan konsumen, Investree mengadopsi azas transparansi. Artinya, seluruh transaksi akan terlihat dan bisa dipantau secara real time.

"Dengan transparansi, seluruh lender dan borrower dapat memantau secara real time dan online. Ini bisa meningkatkan kepercayaan, meski saat ini belum ada payung hukum untuk bisnis P2P belum ada," ujarnya, Rabu (28/9).

Untuk meningkatkan kepercayaan lender, Investree juga menerapkan proses analisis credit scoring untuk mitigasi bisnis borrower dalam mencegah terjadinya default. Ada banyak variabel pengukuran yang dilakukan, salah satunya scoring lewat media sosial. Setelah itu, Investree akan menetapkan berapa besar bunga yang diberikan untuk borrower sesuai dengan grade-nya.

Adapun besaran bunga di kisaran 1,2%-2,5%. Sementara, imbal hasil (return) yang ditawarkan untuk lender sekitar 14%-20% per tahunnya. "Selain itu, kami juga memiliki skema pinjaman bisnis lewat invoice financing untuk produk business loan. Meski borrower adalah perusahaan skala kecil, apabila sudah memiliki invoice dari perusahaan skala besar mereka bisa mendapat pinjaman dari kami. Skema ini juga menjadi salah satu cara mitigasi kami."

Menurut Adrian, kinerja yang sudah dicapai Investree terhitung cukup memuaskan. Pasalnya, perusahaan baru resmi beroperasi pada Mei 2016. Untuk itu, pihaknya optimis memasang target lebih tinggi, sampai Juni 2017 jumlah penyaluran pinjaman diharapkan dapat menembus angka 100 miliar Rupiah.

Untuk bisa menembus target, pihaknya memerlukan jumlah borrower hingga 3x lipatnya dari total sekarang. Sebab secara rerata per lender biasanya meminjamkan uangnya sebesar 10 juta Rupiah. Agar angka lender terus bertambah, pihaknya akan gencar melakukan edukasi ke berbagai komunitas di industri dan banyak menggaet perusahaan skala besar.

Investree juga mengadakan program reward berbentuk komisi untuk lender atau borrower aktif yang aktif mengajak teman, saudara, atau koleganya bergabung sebagai anggota.