1. Startup

Kebutuhan “Scaling-Up” Lebih Mendesak untuk Ekosistem Startup Indonesia

Membahas "Series A Crunch" dan model sinergi dalam penguatan startup digital

Bersamaan penyusunan artikel menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia ke-72 beberapa waktu lalu, kami mewawancara beberapa pihak, termasuk dari kalangan investor startup Indonesia. Salah satu narasumber kami adalah Nicko Widjaja, CEO MDI Ventures. Dari review seputar perjalanan startup Indonesia yang dipaparkan Nicko, ada satu hal yang menjadi garis besar sekaligus sebuah penegasan: we need more scale-ups, not startups. Menarik menjadi perhatian, pasalnya banyak pihak masih menggemborkan tentang penumbuhan startup digital dari sisi kuantitas.

"Series A Crunch", startup terpaku pada pendanaan awal

“Saya memulai bisnis venture capital sejak tahun 2010, saat itu industri startup mulai terlihat arahnya, seperti Koprol diakuisisi oleh Yahoo! pada bulan Mei 2010, Kaskus oleh Djarum di tahun berikutnya, dan beberapa akuisisi kecil berdatangan setelahnya. Dari pandangan pemodal ventura, tentunya hal ini menjadi perhatian karena terlihat jalan exit, meskipun pasar modal di Indonesia sampai saat ini belum mempersiapkan platform untuk IPO bagi startup,” terang Nicko menceritakan pengalamannya.

Terkait dengan proposisi investor, Nicko memberikan pandangan bahwa yang ada di Indonesia saat ini semakin banyak pemodal yang siap untuk bertaruh. Tidak hanya dari kalangan venture capital –kendati saat ini porsi investasi startup digital masih didominasi VC—tetapi juga pihak permodalan lain, baik private equity maupun konglomerat pun, ingin ikut ke dalam rancah startup digital di Indonesia.

“Sayangnya para pemodal tersebut tidak siap untuk bermain di pendanaan berikutnya. Selain pemodal ventura, tidak banyak yang mengerti industri startup. Industri startup bukan UKM yang hanya sekali dua tiga kali diinvestasi lalu akan menghasilkan dividen. Yang terjadi saat ini yaitu 'Series A Crunch' di mana startup yang laku saat pendanaan awal, tidak laku ketika menawarkan growth runway berikutnya,” ujar Nicko menerangkan fenomena pendanaan startup saat ini.

Menurut Nicko, fenomena Series A Crunch terjadi karena overvaluation. Disebabkan karena banyak pemodal ventura yang ingin menggoreng valuasi bagi keuntungan mereka. Pada akhirnya tidak banyak venture capital yang siap Seri A percaya dengan valuasi sebelumnya. Series A Crunch bukan terjadi karena tidak ada modal, tetapi tidak ada startup yang valid dengan valuasi yang diinginkan.

“Jika anda berbicara dengan top-tier investor di luar sana, mereka akan berkomentar sama, bahwa Indonesia memiliki demand (dana) yang besar tetapi tidak dipenuhi dengan supply (startup) yang mencukupi. Sekali lagi saya tekankan, bukan berarti tidak memiliki banyak startup, tetapi tidak memiliki startup yang mampu berkompetisi dan melakukan scaling-up dengan cepat,” terang Nicko.

Akses menuju “growth” mutlak dibutuhkan startup Indonesia

Pada kenyataannya dari ekosistem startup mulai terlihat signifikan –kurang lebih tahun 2010 sampai sekarang, banyak pemodal yang akhirnya menyerah dengan startup, hanya segelintir yang bertahan. MDI Ventures menjadi salah satu yang bertahan. Walau pada akhirnya pihaknya memilih bergabung dengan Telkom dalam menginkubasi dan mengakselerasi startup binaannya.

“Kami belajar banyak sebelum akhirnya bergabung dengan Telkom, dan kami percaya bahwa ekosistem startup di Indonesia hanya unik di Indonesia. Mereka yang berpikir dapat copy-paste model dari luar dibawa ke sini sudah belajar mahal, lihat saja Rocket Internet,” ujar Nicko.

Nicko lanjut memaparkan, bahwa mereka (VC) yang melakukan 'spray model' akan terimbas lebih mahal lagi, karena terlihat dari spraying seperti itu hanya kurang dari setengah persen yang menjadi unicorn dan yang berbahaya lagi path to liquidity-nya belum jelas terlihat.

“Setelah sekian tahun, akhirnya model yang saya lihat adalah 'synergy model'. Inilah yang menjadi fondasi tesis kami 'bits by bricks'. Tanpa adanya fondasi bisnis brick-and-mortar, tidak mungkin bisnis digital (bit) ini dapat scale-up, karena model pasar di Indonesia ini hybrid, tidak seperti di Amerika Serikat, bahkan India.”

Akses terhadap growth yang penting dalam membangun sebuah ekosistem. Menurut Nicko, tanpa adanya bentuk korporasi yang mendukung, bisnis startup dan modal ventura pada akhirnya akan bubble and burst. Investor akan hilang kepercayaan kepada industri dan industri akan hilang dengan sendirinya.