Kementerian Perdagangan Temukan Cara Kenakan Pajak untuk Transaksi E-Commerce
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengaku telah menemukan cara untuk mengenakan pajak bagi transaksi e-commerce. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menyebutkan pihaknya menggandeng perusahaan piranti lunak raksasa, yang belum disebutkan namanya, untuk melacak semua transaksi online di Indonesia.
Seperti dikutip dari Detik, meskipun perdagangan online sudah diatur dalam Undang-undang Perdagangan Nomor 7/2014, regulasi yang mengatur perdagangan online diakui oleh Bayu sulit dilakukan. Masalah semakin kompleks jika transaksi dilakukan secara global melalui layanan e-commerce internasional. Akhirnya Kementerian Perdagangan menggunakan pendekatan seperti yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan.
"Basis hukumnya transaksi yang kita kejar. Kalau transaksi berarti ada pajak seperti PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang harus dibayar. E-commerce basic-nya tidak bisa ditelurusi. Akhirnya kita susun satu perangkat dari setiap transaksi oleh warga negara Indonesia dan perusahaan Indonesia atau barang dari Indonesia itu dilakukan maka dia wajib membayar pajak," ungkap Bayu.
Tentu saja kita harus menunggu bagaimana perangkat (peraturan) tersebut disusun dan bagaimana implementasinya untuk mengetahui bagaimana nantinya pajak dikenakan untuk setiap transaksi e-commerce. Dari sisi konsumen sendiri sesungguhnya kami berpendapat tidak keberatan jika ada pajak yang dikenakan dengan syarat dasar hukumnya jelas dan nilainya masuk akal. Apakah dua syarat ini bisa dipenuhi?
Kami sendiri pernah membahas soal usulan pajak untuk transaksi e-commerce menurut pihak Kementerian Keuangan dan bagaimana sebenarnya mereka juga belum memiliki aturan jelas terkait hal ini. Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pernah menyebutkan, "Harus ada standar internasional dulu, masih gamang soal ini. Jadi standar internasional diberesin dulu tentang ini. Kalau sudah baru kami tentukan pajaknya."
Dari sisi praktisi, mereka sendiri masih menanggapi isu ini dengan persepsi miring. Andi S. Boediman mengemukakan, "Ibarat pak Ogah yang tidak pernah membangun jalan, tetapi selalu menjadi peminta-minta di pengkolan karena merasa itu adalah haknya, itulah persepsi yang saya tangkap dari semangat memajaki industri e-commerce."
Semoga pemerintah sekarang yang tinggal menghitung waktu tidak menerbitkan peraturan yang merugikan industri e-commerce Indonesia yang masih dalam tahap pertumbuhan dan jauh dari kematangan.
[Ilustrasi foto: Shutterstock]