Laporan OJK: Modal Ventura Konvensional Realisasikan Kucuran Investasi Sebesar Rp6,75 Triliun Hingga April 2017
Turun 11,51% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya
Laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan hingga April 2017, perusahaan modal ventura konvensional telah merealisasikan investasi sebesar Rp6,75 triliun. Namun, angka tersebut turun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 11,51% atau senilai Rp7,52 triliun.
Dari total investasi, pemain modal ventura kebanyakan memberikan investasi berbentuk pembiayaan bagi hasil senilai Rp5,06 triliun, menempati porsi sebanyak 75,07%. Kemudian, berbentuk penyertaan saham sebanyak Rp1,12 trilun dan obligasi konversi Rp563 miliar.
Adapun sektor pembiayaan yang banyak menerima investasi adalah perdagangan, restoran, dan hotel dengan total Rp2,95 triliun. Lalu, diikuti oleh sektor pertambangan Rp955 miliar, dan pertanian, perikanan dan kehutanan Rp739 miliar.
Total aset yang dihimpun oleh 62 perusahaan modal ventura lokal yang tercatat oleh OJK sebesar Rp9,99 triliun, dengan liabilitas Rp5,51 triliun, dan ekuitas Rp4,48 triliun.
Dorong keterbukaan
Bila mengacu pada total keanggotaan yang tercatat di Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) sebanyak 85 perusahaan. Sekitar 61 anggota diidentifikasikan sebagai PMV konvensional, sementara sisanya memilih untuk merahasiakan investasinya.
Dikutip dari DealStreetAsia, Ketua Amvesindo Jefri Sirait mengatakan dalam jangka pendek asosiasi memiliki misi untuk membuat perusahaan modal ventura untuk lebih terbuka satu sama lain, terutama berkaitan investasi. Menurutnya, hal ini penting agar setiap orang bisa mendapatkan gambaran realistis tentang apa yang terjadi di lapangan, namun menjadi sulit.
Beda definisi
Khitah modal ventura adalah adalah perusahaan investasi dalam bentuk pembiayaan berbentuk penyertaan modal untuk perusahaan swasta sebagai investee untuk jangka waktu tertentu. Namun, di Indonesia, konsep bisnis ini lambat laun bergeser karena berbagai alasan.
Misalnya, sumber dana yang mismatch, menyebabkan bunga pinjaman jadi lebih tinggi dari perbankan, dan alasan lainnya. Sehingga, bagi pemain startup digital hal ini menjadi masalah ketika mereka mencari pinjaman dana.
Hal inilah yang melatarbelakangi mulai hadirnya berbagai modal ventura yang datang dari luar negeri untuk membiayai startup. Dengan kematangan edukasi dan sumber dana yang mumpuni, PMV asing jadi lebih berani.
Kemudian, hadirlah dua jenis PMV di Indonesia. Pertama, PMV konvensional yang berinvestasi untuk sektor tradisional seperti manufaktur, CPO, otomotif, jasa, dan lainnya. Kedua, PMV yang lebih berorientasi pada teknologi dan startup digital atau lebih kenal dengan venture capital (VC).
Meski terjadi perbedaan definisi, pelaku PMV konvensional meyakini lambat laun ke depannya para pemain akan mulai melirik startup digital. Hal ini mulai dilakukan oleh Astra Mitra Ventura (AMV), Jefri yang juga merupakan CEO AMV mengatakan kini perusahaannya mulai menargetkan 70% investasinya akan diarahkan untuk startup digital.
"Kebanyakan dari pelaku usaha menggunakan teknologi digital sebagai bagian dari kegiatan penyaluran dan pemasarannya. Digital akan memberi mereka akses pasar yang lebih luas. Kami telah berinvestasi di bidang otomasi dan teknologi robotik," tutup Jefri.