Mencari Aplikasi Sosial Berbasis Mobile di Asia yang Bertahan? mig33 Terus Melaju dan Menggandeng XL Axiata
Setidaknya menurut saya pendapat ini ada benarnya, untuk banyak hal. Sesuatu yang berhasil di pasar Asia ataupun negara berkembang belum tentu sesuai dengan kebutuhan negara maju. Mindset dunia ketiga memang berbeda dengan negara-negara Amerika Utara dan Eropa Barat. Ketimbang mencoba menaklukan dunia Barat, justru saya melihat pasar Asia sendiri sudah cukup besar dan potensial, dengan Cina, India, dan Indonesia sebagai penentu.
mig33 contohnya, terus melaju dengan mengandalkan 50 juta pengguna terdaftarnya yang hampir semuanya tinggal di Asia. Padahal kita tahu bahwa pangsa pasar mig33 adalah pengguna feature phone dengan harga rata-rata di bawah $100. Dengan 33 juta pengguna terdaftar diantaranya bertempat tinggal di Indonesia (meskipun tidak pernah dijelaskan berapa banyak dari pengguna tersebut yang masih aktif), tentu saja kita tidak akan heran bahwa komunitas yang dimiliki mig33 adalah sasaran potensial yang membuat berbagai pihak ingin mendapatkan kue keuntungan.
Setelah tidak lagi terikat kontrak eksklusif dengan Indosat, mig33 berhasil mengikat kerjasama dengan XL Axiata. XL akan menerbitkan kartu perdana mig33 yang memberikan akses gratis mig33, gratis mig33Kredit dan gratis menelepon antar pengguna XL yang menggunakan kartu perdana mig33 ini. Selain itu pengguna kartu khusus ini akan mendapatkan layanan akses Internet murah dengan tarif Rp 1/KB. Sumber monetisasi terbesar dari pengguna mig33 adalah pembelian kredit yang bisa digunakan untuk membeli pernak-pernik yang ada di platform mig33 ini, seperti games gift dan emoticon.
Memang menarget pasar Indonesia tidak harus selalu menyasar produk-produk smartphone berharga mahal dengan pangsa pasar terbatas. mig33 membuktikan bahwa segmen menengah ke bawah pun memiliki potensi yang begitu besar. Saya yakin pasti ada layanan serupa yang belum terdeteksi dan dapat membuktikan bahwa pasar Asia bukanlah pasar yang bisa diremehkan. Ini merupakan Kalau bisa menangguk untung di pasar yang sangat besar di Asia, kenapa harus terus-terusan bertahan dengan jargon "go global"?