Desentralisasi Rambah Industri Musik, Netra Perkenalkan Platform NFT Musik Berbagi Royalti
Netra mengklaim sebagai platform sejenis pertama di Asia
Desentralisasi kini tidak hanya merambat di sektor finansial, tetapi juga meluas hingga ke industri musik. Konsep terdesentralisasi Web 3.0 mendorong kemunculan berbagai proyek Web 3.0, termasuk Netra, platform NFT musik berbagi royalti (royalty sharing) yang memanfaatkan teknologi blockchain dan diklaim sebagai yang pertama di Asia.
Berbasis blockchain, Layanan web3 Netra memungkinkan musisi lokal Indonesia maupun internasional menawarkan kepemilikan dan hak royalti atas karya musik mereka dalam bentuk aset digital NFT ke para penggemarnya. Teknologi ini diharapkan bisa membawa kesejahteraan yang lebih merata pada produsen inti industri musik, yaitu musisi.
Netra memungkinkan musisi meraih pendapatan alternatif dari kegiatan berkarya yang pada dasarnya mengurangi atau menghilangkan porsi pekerjaan (dan porsi bagi hasil) oleh penengah seperti distributor, bahkan label. Selain musisi, para penikmat musik juga diberi kesempatan ikut berkontribusi sebagai investor yang punya kepemilikan dan bisa mendapat royalti dari streaming.
Menurut rilis resmi, CEO Netra Setiawan Winarto menjelaskan, visi utama Netra adalah untuk menjadi platform dan sebagai partner para musisi untuk memasuki dunia Web3, Blockchain dan Metaverse. Selain itu, Netra juga punya misi memberi fans kesempatan memiliki legacy abadi dari para musisi yang tidak bisa terjadi tanpa teknologi blockchain.
Sederhananya, ketika kita membeli CD/album, kita hanya membeli salinan lagu. Kita tidak memegang kepemilikan atau ownership apa pun. Netra ingin mengubah hal ini.
Sekarang para penikmat musik dapat membeli NFT dari lagu favorit, serta memiliki sebagian dari kekayaan intelektual lagu itu sendiri. Memiliki NFT Netra berarti memiliki lagu yang dibuat artis favorit Anda dan akan mendapat royalti setiap kali lagu tersebut diputar.
Saat ini, Netra sudah resmi diperkenalkan dan sedang bersiap membuka akses whitelist untuk bisa membeli NFT mereka. Pihaknya sudah mempersiapkan setidaknya 4 artis, termasuk Dewa Budjana, Indra Lesmana, Andra Ramadhan, dan Lalahuta yang akan didistribusikan dan masuk platform Netra. Setiap lagu yang didistribusikan Netra nantinya akan dipecah royaltinya.
NFT pertama akan dirilis tepat pada tanggal 9 Maret sekaligus memperingati Hari Musik Nasional. Karya Dewa Budjana menjadi debut NFT musik di Netra. Dalam konferensi pers, Netra sempat memaparkan perhitungan royalti dalam platformnya. Royalti sebesar 50% akan dimiliki oleh artis alias Dewa Budjana sendiri dan 50% lagi akan dipecah untuk didistribusikan ke mereka yang tertarik.
Kepemilikan royalti atas streaming lagu ini akan ditandai oleh token dalam bentuk NFT yang terbagi menjadi 3 tier, yaitu Gold (0,02% royalti atas streaming), platinum (0,05%). dan Legend (bisa mendapatkan 0.3% serta akses eksklusif dari acara yang diadakan musisi).
Untuk perhitungan royalti sendiri, distribusi akan dilakukan setiap 6 bulan ke wallet yang telah terkoneksi dengan Netra, yang juga sebagai penanda kepemilikan NFT, karena semuanya telah terkoneksi di alamat wallet yang sama. Sedangkan perhitungan royalti streaming mengikuti mekanisme yang ada di platform masing-masing tempat lagu diputar.
Di sisi lain, lagu yang didistribusikan Netra tetap harus mendapatkan jumlah putar yang tinggi jika para holder NFT-nya ingin mendapatkan royalti. Hal ini bisa mendorong para holder untuk ikut mempromosikan lagu agar banyak didengar. Beberapa platform streaming yang terlibat dalam distribusi musik dan didata pemutarannya termasuk Spotify, Apple Music, YouTube Music, dan lainnya.
COO Netra Bryan Blanc menambahkan, "Inovasi teknologi blockchain di dunia musik tidak ada batasnya dan Netra memiliki banyak rencana untuk masa depan industri musik melalui blockchain, mulai dari decentralized music hingga dunia music metaverse. Namun, langkah pertama Netra adalah fokus mendesentralisasikan industri musik untuk menjadi adil, transparan, dan abadi."
Transparansi di teknologi blockchain
Salah satu masalah yang teridentifikasi di dunia musik adalah terkait transparansi. Musisi dari seluruh dunia telah lama mengaku kesulitan untuk hidup dengan mengandalkan musik karena adanya pemain-pemain besar yang bertindak sebagai penengah namun kurang memberi kejelasan dan transparansi tentang distribusi royalti.
Dengan menerapkan prinsip desentralisasi, keuntungan yang diperoleh melalui streaming musik akan langsung ditransfer ke musisi dan dapat diklaim oleh pemilik NFT Netra tanpa intervensi pihak ketiga. Dan dengan memanfaatkan teknologi blockchain, keamanan dan keaslian setiap transaksi bersifat terjamin dan transparan.
Kehadiran blockchain dianggap menjadi standar baru dalam transparansi di dunia musik. Blockchain memungkinkan transparansi data yang belum pernah ada sebelumnya. Dengan karakteristik desentralisasi dan trustless, segala riwayat transaksi yang terjadi di dalam blockchain bisa diakses siapa saja, namun di saat yang sama tidak bisa dimanipulasi siapapun.
Terkait smart contract, Netra menggunakan Matic yang berjalan di atas blockchain Polygon. Hal ini dinilai bisa menekan cost untuk gas fee karena di Polygon gas fee tidak akan semahal di ETH layer 1. Netra juga menyebutkan bahwa nantinya NFT ini akan bisa diperjualbelikan di secondary market Opensea.
Target dan rencana ke depan
Setiawan mengungkapkan saat ini pihaknya masih fokus untuk bisa scale-up secepat mungkin dan onboarding sebanyak mungkin artis dan pengguna. Melihat jangkauan teknologi blockchain yang sangat luas, Netra menargetkan tidak hanya musisi atau penikmat musik di Indonesia saja yang bergabung di platform, tetapi juga Asia dan global. Sama seperti musik yang bisa dinikmati dari berbagai belahan dunia, harapannya teknologi ini juga bisa menjangkau pasar yang lebih luas.
Di kancah global, Kings of Leon resmi merilis album dalam bentuk NFT di paltform musik berbasis blockchain, yaitu Yellow Heart. Selain itu, ada juga Mike Shinoda, vokalis Linkin Park yang melelang versi NFT lagunya melalui Zora. Di industri musik tanah air, ada band Souljah yang memanfaatkan NFT untuk memasarkan karya seni lagu berjudul “Keep On Moving” di platform Hic Et Nunc.
Namun, seperti disampaikan Ario Tamat, Co-Founder dan CEO Karyakarsa dalam tulisan tamunya di DailySocial, ada faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan seorang artis atau musisi mendapatkan penghasilan dari karyanya melalui merchandise sampai NFT, bahkan mendapatkan pemasukan lebih dari layanan music streaming. Faktor itu adalah basis pendengar atau fans.
Ia juga menyebutkan bahwa NFT dan merchandise, layaknya “barang jualan”. Kalau barang jualannya tidak ada potensi massa yang berminat membeli, akan menjadi masalah. Pembentukan massa pendengar, penikmat dan fans tetap menjadi unsur penting dalam membangun karier seorang musisi komersial.