Platform Manajemen Sampah "Jangjo" Memperoleh Pendanaan Tahap Awal dari Darmawan Capital
Ingin memodernidasi proses pengelolaan sampah di Indonesia dengan mendorong kolaborasi "stakeholder"
Platform manajemen sampah Jangjo mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal (seed) dari Darmawan Capital dengan nominal yang dirahasiakan. Melalui investasi ini, Jangjo ingin memodernidasi proses pengelolaan sampah dengan mendorong kolaborasi stakeholder melalui teknologi sehingga memberikan keuntungan secara ekonomi maupun dampak ke lingkungan.
Sebagai informasi, Jangjo dipimpin oleh Joe Hansen (Co-founder dan Commisioner), Nyoman Kwanhok (Co-founder dan CEO), Eki Setijadi (COO), dan Hendra Yubianto (CMO).
Sementara, Darmawan Capital merupakan perusahaan investasi yang berfokus untuk menciptakan sustainable growth di ekosistem digital Indonesia. Beberapa portofolionya antara lain Indodax, Lyfe, DokterSehat, Udana, Kredibel, Nobi, Farmaku, dan Tokenomy.
"Investasi di Jangjo membuktikan bahwa pengelolaan sampah mulai menarik bagi investor, baik dari sisi lingkungan maupun ekonomi," tambah Co-founder & Commisioner Jangjo Joe Hansen dalam keterangan resminya
Lebih lanjut, Co-founder & CEO Jangjo Nyoman Kwanhok mengungkap permasalahan utama pada pengelolaan sampah di Indonesia adalah tidak terintegrasinya stakeholder di ekosistem ini. Maka itu, Jangjo ingin menciptakan solusi pengelolaan sampah yang berkelanjutan dengan konsep sirkular ekonomi demi menghubungkan para stakeholder.
Stakeholder yang dimaksud melingkup penghasil sampah (masyarakat), pengangkut sampah (operator), tempat singgah sampah sementara (hub), dan pengelolaan sampah (industri). "Kami menargetkan dapat meningkatkan proses daur ulang hingga 20 kali lipat, dan menciptakan ekosistem sirkular ekonomi lewat platform Jangjo," tutur Nyoman.
Untuk mengatasi masalah di atas, ujarnya, Jangjo mengembangkan solusi utama, yakni edukasi pemilahan dan pengangkutan sampah terpilah untuk wilayah Jakarta. Warga yang teredukasi memilah sampah dapat menggunakan jasa penjemputan sampah untuk didaur ulang oleh industri
Edukasi pemilahan sampah dilakukan secara door-to-door untuk kawasan residensial. Kemudian, Jangjo Rangers akan melakukan pencatatan data sampah pilah lewat aplikasi.
Saat ini, Jangjo menyalurkan 55 macam produk untuk didaur ulang, termasuk sterofoam, kaca beling, dan minyak jelantah. Dari setiap proses pengambilan sampah terpilah ini, warga akan mendapatkan berbagai reward, seperti saldo e-wallet atau minyak goreng.
Tantangan pengelolaan sampah
Dalam pemberitaan sebelumnya dengan DailySocial.id, perwakilan Waste4Change Bijaksana Junerosano menyoroti tantangan dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Salah satunya adalah ongkos pengelolaan sampah terlalu murah dibandingkan tanggung jawab yang harus diemban. Apabila ada kenaikan biaya, hal ini akan menuai protes dari warga.
Pria yang karib disapa Sano ini mengungkap, jika ingin mendorong ekosistem pengelolaan sampah, aspek pembiayaan harus lebih baik sehingga tidak melulu bergantung pada anggaran pemerintah yang terbatas.
More Coverage:
Badan Pusat Statistik DKI Jakarta mencatat sebanyak 337,33% sampah di Ibu Kota berasal dari rumah tangga di 2020. Sumber sampah terbanyak lainnya berasal dari pasar (16,35%), kawasan (16%), perniagaan (7,29%), fasilitas publik (5,25%), dan perkantoran (3,22%). Survei Waste4Change menambahkan bahwa pandemi Covid-19 di 2020 memicu peningkatan jumlah sampah di kategori rumah tangga.
Di tengah-tengah tantangan tersebut, para pelaku startup mulai mengambil inisiatif dan tertarik untuk meningkatkan dampak lingkungan melalui teknologi. Selain Jangjo yang fokusnya mendaur ulang dari sampah pilah, ada juga WLabku yang mendaur ulang limbah tebu sebagai pakan ternah (bagasse). Wlabku juga didukung oleh Gayo Capital.
Kemudian, Duitin mengembangkan layanan digital yang memfasilitasi daur ulang dan memungkinkan masyarakat dapat meminta pengambilan sampah di rumahnya dan mendapatkan reward. Duitin merupakan startup lulusan program akselerator Google pertama di Indonesia.