Peraturan Fintech OJK Hanya Fokus Soal P2P Lending, Bagaimana Nasib UangTeman dan Pinjam?
Menurut OJK, pemain di luar P2P lending memiliki dua opsi, mengikuti aturan P2P lending dengan segala konsekuensinya atau mengajukan izin jadi multifinance atau layanan gadai
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan bahwa regulator tidak akan membuat aturan fintech untuk pemain yang bergerak di bidang on lending. Pertimbangan ini diambil, pasalnya sudah ada aturan on balance sheet yang sudah diterbitkan untuk perbankan, perusahaan pembiayaan (multifinance), dan gadai swasta.
Hendrikus Passagi, Peneliti Eksekutif Senior Departemen Kebijakan Strategis OJK mengatakan dalam tata peraturan Indonesia tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan. Menurutnya, regulasi yang sudah diatur oleh pemerintah pada dasarnya tidak bisa diatur lagi pada peraturan lain dengan hierarki yang sama.
[Baca juga: Perjalanan Panjang Rancangan POJK tentang Fintech Lending]
Layanan on lending telah diatur di POJK di bidang perbankan dengan jaminan kredit adalah hak tanggungan, POJK di bidang perusahaan pembiayaan dengan jaminan fidusia, dan POJK tentang gadai swasta dengan jaminan barang.
"Dalam tata peraturan Indonesia tidak boleh ada aturan yang saling bertentangan. Aturan yang sudah diatur tidak boleh diatur lagi dengan hierarki yang sama. On lending adalah pinjaman on balance sheet yang sudah diatur di bank, multifinance, dan gadai swasta. RPOJK yang baru untuk off lending di P2P yang akan segera terbit," ucapnya.
Menurut Hendrikus, pengertian dari P2P lending adalah pinjaman tanpa jaminan dan ada larangan penyelenggara fintech P2P untuk ikut memberi pinjaman. Alasannya, demi mencegah kegiatan "front runner", di mana penyelenggara akan mengambil manfaat lebih dahulu dengan memberi pinjaman pada penerima dana (borrower) yang berkualitas tinggi.
Mereka juga tidak diperbolehkan mencatatkan seluruh dana yang mengalir lewat platform untuk dimasukkan ke dalam neraca keuangan dan tercatat sebagai aset atau kewajiban.
Larangan lainnya yang tercantum dalam draft POJK fintech lending, penyelenggara tidak bisa bertindak sebagai pemberi pinjaman dan memberikan jaminan dalam segala bentuk usaha atas pemenuhan kewajiban pihak lain dengan menerbitkan surat hutang untuk perkuat permodalannya.
"Kami persempit cakupannya agar bisnisnya tidak bertabrakan dengan multifinance atau jasa keuangan lainnya. Mereka hanya bisa perkuat modalnya dan melakukan ekspansi, dengan mencari investor baru untuk suntik modal."
Dia melanjutkan, untuk fintech on lending yang sudah terlanjur beroperasi. Mereka hanya memiliki dua opsi yang bisa dipilih, mengikuti aturan P2P lending atau mengajukan izin usaha jadi multifinance atau gadai.
"Yang sudah beroperasi seperti UangTeman, mereka bisa memilih salah satu dari dua aturan yang ada. Mengajukan izin jadi multifinance atau menaati aturan P2P lending dengan segala konsekuensinya."
Adapun, berdasarkan POJK mengenai multifinance dan gadai swasta, modal minimal yang diperlukan untuk izin pengajuan multifinace adalah Rp 100 miliar (berbadan PT) dan Rp 50 miliar (berbadan koperasi). Sementara untuk gadai swasta, syarat modal disetor bergantung lokasinya.
Untuk gadai yang beroperasi di tingkat kabupaten/kota, modal disetornya minimal Rp 500 juta, sementara di tingkat provinsi minimalnya Rp 2,5 miliar.
Pemain fintech on lending perlu ambil langkah
Di Indonesia, sudah cukup banyak pemain fintech P2P lending. Beberapa diantaranya, KoinWorks, Investree, Modalku, Amartha, Crowdo, dan lainnya. Namun pemain fintech on lending juga cukup ramai, seperti Pinjam dan UangTeman.
Terkait pernyataan OJK ini, DailySocial berusaha menghubungi kedua pemain tersebut untuk dimintai komentarnya.
Teguh B Ariwibowo, Founder dan CEO Pinjam mengungkapkan saat ini pihaknya sedang dalam proses untuk mengajukan izin pegadaian sesuai POJK Nomor 31/POJK.05/2016.
Kendati demikian, dia terus berharap agar OJK akan terus mengembangkan peraturan lain, sebab fintech itu tidak hanya lending saja. Dan, lending tidak hanya off balance sheet, namun juga ada yang on balance sheet.
"Terkait hal ini, kami sekarang sedang proses apply izin pergadaian. Pinjam kini mengembangkan produk pinjaman yang masih pilot, ke depannya kami akan mengikuti atran yang ada jika memang on lending untuk platform digital belum diatur dan akan terus menjaga hubungan baik dengan OJK melalui asosiasi," terangnya.
Pada dasarnya, sambungnya, Pinjam sangat mengapresiasi langkah dari OJK untuk mengatur P2P lending, sebab akan mendorong pertumbuhan industri fintech demi terdorongnya inklusi finansial di Indonesia.
Beda halnya dengan Pinjam, Aidil Zulkifli selaku Co-Founder dan CEO UangTeman tidak memberikan jawaban pasti bagaimana langkah bisnis berikutnya. Dia hanya menjelaskan pihaknya akan mengikuti apapun arahan dari OJK dan bagaimana bentuk hukumnya yang sesuai dengan model bisnis UangTeman.
Menurut dia, UangTeman percaya pada dasarnya aturan jasa keuangan harus terus dikaji dan harus mengakomodasi fintech di Indonesia, di mana mereka tidak bisa berdiri sendiri tanpa dipayungi landasan aturan. Fintech itu menyentuh segalanya di jasa keuangan.
"RPOJK tentang Fintech Lending memang tidak berlaku dengan model bisnis UangTeman. Namun kami akan terus mengikuti seluruh arahan dari OJK. Kami percaya aturan jasa keuangan harus terus di-review agar semakin komprehensif dan mengakomodasi fintech yang tidak dapat berdiri sendiri," ucap Aidil.