Platform Pekerja Lepas Fastwork dan Tantangannya Selama Dua Tahun di Indonesia
Sudah memiliki 100 ribu pengguna terdaftar dan 10 ribu pekerja lepas profesional
Fastwork adalah satu dari sekian platform yang bertekad memudahkan tenaga kerja lepas (freelancer). Fastwork berdiri sejak 2015 di Thailand dan masuk ke Indonesia pada pertengahan 2018. Alasan utamanya jelas untuk merebut pasar Indonesia yang merupakan terbesar di Asia Tenggara. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 menyebut ada 56,8% masyarakat bekerja di sektor informal, termasuk freelancer.
Tren peningkatan jumlah pekerja lepas pun diprediksi masih terus berlanjut. Hal ini sesuai dengan riset yang dibuat oleh Sribu pada tahun lalu yang menyebutkan tenaga kerja lepas di Indonesia saat itu naik 16% dari tahun sebelumnya.
Co-Founder & CEO Fastwork Jerd Phichitkul bercerita, pada saat mereka masuk Indonesia marketplace sedang naik daun, kemunculan banyak UKM, dan kesadaran bekerja lepas kian meningkat. "Kami secara resmi meluncurkan Fastwork Technologies Indonesia pada Agustus 2018 dan pada Oktober 2018 kami mengumumkan bahwa kami menerima pendanaan seri A," kata Phichitkul dalam pernyataan tertulis.
Tantangan Fastwork di Indonesia
Sejak beroperasi di sini, Fastwork sudah memperoleh 100 ribu pengguna terdaftar, 10 ribu freelancer profesional, dengan 10 ribu transaksi yang tuntas setiap bulan. Ada sekitar 60 lebih kategori pekerjaan lepas di Fastwork. Desain grafis, penulisan & penerjemahan, fotografi & videografi, pemrograman web, dan jasa konsultasi merupakan kategori terpopuler di Fastwork.
Phichitkul menegaskan, salah satu keunggulan mereka terletak di sistem kerja yang memungkinkan freelancer dan pengguna jasa dapat bekerja sama lebih efektif seperti bertukar berkas, mengelola pesanan, dan memproses pembayaran.
Dalam hal pembayaran jasa, Fastwork memakai jaminan uang kembali apabila pekerjaan tidak selesai. Upah baru akan dikirim ketika pekerjaan sudah benar-benar selesai. "Kami juga memiliki fitur pembayaran bertahap, di mana pengguna jasa akan membayar pekerjaan dalam beberapa tahap. Ini akan memudahkan karena pekerjaan dapat dimulai lebih dulu tanpa harus membayar penuh di muka," imbuh Phichitkul.
Vertikal ini memang bukan barang baru di mana pun. Ada cukup banyak kompetitor Fastwork. Beberapa di antaranya adalah Sribu, Kerjaholic, Freelancer Indonesia, Upwork, hingga Crowdsource, hingga Fiverr. Menyadari hal ini Phichitkul berambisi melakukan sejumlah adaptasi untuk pasar Indonesia.
Salah satunya adalah memastikan user experience aplikasi mobile mereka diterima dengan baik oleh penggunanya. Ini tak lain karena 70% freelancer mengakses Fastwork melalui aplikasi mobile. Padahal di Thailand akses menuju platform mereka masih didominasi dari desktop.
"Ini merupakan tantangan bagi kami untuk terus memastikan bahwa aplikasi kami memiliki user experience yang baik, bisa selengkap dan sekomprehensif versi desktop," lengkapnya.
Pandemi tak menyurutkan target
Pandemi tentu membawa dampak terhadap bisnis Fastwork. Namun Phichitkul mengklaim, lambat laun mereka mulai bangkit karena banyak bisnis yang beralih dengan dengan beroperasi online. Baik jumlah pendaftaran freelancer maupun jumlah pengguna harian diklaim meningkat 50% lebih tinggi sebelum wabah Covid-19 melanda. Fastwork menyebut pekerjaan yang terkait dengan online commerce sebagai yang konstan tumbuh tiap bulan.
Faktor tersebut yang tampaknya membuat Phichitkul dan tim tetap yakin untuk menyongsong target bisnis. Untuk tahun ini Fastwork mematok target jumlah pengguna baru dan transaksi naik 50% dibanding tahun sebelumnya. Optimisme ini juga terlihat dari aspek pendanaan yang mana sudah ada rencana untuk menggelar pendanaan. Status pendanaan Fastwork sendiri masih seri A yang berhasil mereka kumpulkan pada 2018 dengan investor seperti Gobi Agung Fund dan Indogen Capital.
"Kami sedang merencanakan pendanaan kami di masa mendatang untuk memperluas tim kami di Indonesia dan akan merilis informasi pada waktu yang tepat," pungkas Phichitkul.