[Simply Business] Hati-Hati Dengan Asumsi
Beberapa bulan lalu saya pernah menulis tentang pentingnya mengukur progress dari bisnis kita. Hanya dengan ukuran yang jelas, track record bisnis kita bisa dilihat dan dijelaskan kepada orang lain. Tetapi penting juga untuk menggunakan ukuran yang tepat. Analogi yang sering dipakai, percuma mengukur jumlah page visit atau jumlah download aplikasi karena itu hanyalah vanity metrics, atau ukuran yang dibanggakan tetapi sebenarnya tidak terlalu berdampak ke bisnis. Sementara metric yang benar-benar penting (versi 500 Startups) bisa disarikan sebagai Pirate Metrics. Tulisan saya tentang Pirate Metrics ini ada di tautan ini.
Saya juga sudah beberapa kali menulis tentang Lean Startup dan Customer Development. Di setiap eksperimen lean startup, yang terpenting adalah kita memiliki ukuran yang jelas tentang apa yang ingin kita capai. Sehingga semua keputusan diambil dengan berdasarkan ukuran dan data, bukan sekedar preferensi kita sebagai manajemen. Dalam kata lain, keputusan diambil berdasarkan preferensi customer/user.
Kebiasaan menggunakan ukuran yang jelas untuk mengambil keputusan, adalah kebiasaan yang belum banyak saya lihat di bisnis apapun di Indonesia. Saya sering mencari referensi, eksperimen seperti apa saja yang pernah dilakukan, untuk bahan pembelajaran. Salah satu referensi pertama yang saya baca tentang penggunaan eksperimentasi untuk sebuah startup adalah bagaimana Google mendesain halaman utamanya. Saya membaca ini di awal tahun 2000-an, saat Google belum sebesar sekarang. Saat itulah saya mulai mengenal Marissa Mayer yang saat itu menjadi VP Search Product di Google. Di situ pulalah saya pertama kali mengenal istilah A/B Testing.
Artikel yang masih bisa saya temukan ada di link ini, menceritakan bagaimana Google melakukan eksperimen di halaman utama mereka: search page. Jika mereka langsung mendengar apa yang dikatakan users, hasilnya adalah semakin banyak jumlah hasil search yang diinginkan dalam satu halaman. Tetapi data actual behaviour hasil A/B Testing yang ada mengatakan, pada saat Google menaikkan jumlah hasil pencarian menjadi 30 per halaman, ternyata ini menurunkan jumlah pencarian sampai 20%. Jika Google sekedar percaya kepada hasil survey, tentu ceritanya akan lain.
Satu lagi cerita eksperimen yang menarik saya temukan di link ini, blogpost dari Justin Wilcox. Saya bertemu Justin saat dia menjadi mentor di program accelerator JFDI di Singapura. Sungguh menarik bagaimana dia menceritakan eksperimen yang dilakukan untuk sebuah hal yang kesannya sepele: memilih nama website.
Esensi eksperimentasi adalah proses Build-Measure-Learn. Lalu hasil learning dari proses ini digunakan untuk perubahan yang dilakukan. Sehingga semua keputusan yang diambil berdasarkan dari hasil dan data yang tidak bisa dibantah lagi validitasnya.
Mari kita berkaca kepada diri sendiri: apakah selama ini kita lebih sering mengambil keputusan berdasarkan gut-feeling atau data konkrit?
Setelah 12 tahun berkecimpung di dunia perbankan, Dondi Hananto mendirikan Kinara Indonesia, sebuah inkubator bisnis di Indonesia yang memiliki visi untuk membangun ekosistem kewirausahaan di Indonesia. Ia juga merupakan salah satu pendiri Wujudkan, sebuah platform crowdfunding untuk merealisasikan berbagai macam proyek kreatif di Indonesia. Anda dapat follow Dondi di Twitter, @dondihananto.
[sumber foto dari Shutterstock]