Rupiah Token Hadir sebagai “Stablecoin” yang Merepresentasikan Nilai Rupiah
Nilai 1 Rupiah Token setara dengan Rp1,-
Rupiah Token (IDRT) adalah token berbasis blockchain Ethereum yang memiliki harga merefleksikan nilai Rupiah. Tergolong dalam stablecoin, yakni aset kripto yang memiliki nilai stabil – dalam hal ini dipatok 1 banding 1 dengan Rupiah yang disetorkan. Harga 1 IDRT akan selalu setara dengan Rp1,- baik dalam pembelian maupun penjualan.
Pada setiap IDRT yang diterbitkan dan beredar, PT Rupiah Token Indonesia (RupiahToken) sebagai pengelola wajib menambah deposit Rupiah di rekening bank kustodian. Menurut laporan audit yang diterbitkan per 1 Mei 2020, total Rupiah Token yang beredar telah mencapai 72,7 miliar dengan jaminan dalam Rupiah dengan nilai yang sama.
"Meskipun ada banyak stablecoin yang beredar di dunia kripto, namun belum ada satupun stablecoin Rupiah di blockchain [...] Kami bertujuan untuk memberikan kepada Indonesia cara yang aman dan mudah menggunakan Rupiah di blockchain, seperti untuk perdagangan kripto di bursa global," terang CPO RupiahToken Anthony Thio.
Praktik stablecoin sebenarnya sudah diaplikasikan oleh banyak pengembang. Misalnya di Singapura, ada koin Digix (DGC) yang didukung dengan cadangan emas, sehingga 1 DGX selalu disetarakan dengan 1 gram emas.
Saat ini IDRT didistribusikan ke belasan platform exchange dan crypto-wallet; termasuk di portal Binance, UPbit, PundiX, Zipmex, hingga TrustWallet.
Mengomentari IDRT, Co-founder & CEO Zipmex Marcus Lim menyampaikan, "Kami mulai melihat perubahan dalam perekonomian di Asia dalam kaitannya dengan penerimaan mata uang digital serta stablecoin. Saat Tiongkok tengah bersiap untuk meluncurkan mata uang digital bank sentral mereka (e-RMB), kami akan melihat tren tersebut menyebar di Asia Tenggara [...] Menempatkan koin ke Rupiah dan membawa ke semua pasar yang kami miliki membuka layanan penukaran mata uang asing baru untuk masyarakat.”
Masih cukup percaya diri dengan cryptocurrency
Jeth Soetoyo adalah Founder & CEO RupiahToken, ia juga merupakan founder aplikasi mobile bernama Pintu yang didesain untuk pengguna di Indonesia melakukan transaksi cryptocurrency.
Dalam diskusinya dengan tim DailySocial, Jeth menyampaikan pendapatnya tentang tren aset kripto saat ini. Baginya timing menjadi penting dalam penetrasi pasar. Karena seperti diketahui, Bitcoin sempat menjadi produk yang diidamkan banyak orang, saat semua berspekulasi mengharapkan kenaikan signifikan dari nilainya.
Ia bercerita, aset kripto pada dasarnya telah membuktikan bisa berfungsi baik sebagai aset alternatif. Beberapa kali ia melihat ketahanan Bitcoin dalam beberapa waktu terakhir sebagai aset penyimpanan nilai. Dicontohkan saat beberapa negara di Amerika Selatan yang mata uangnya mengalami inflasi besar-besaran dalam beberapa tahun terakhir, adopsi Bitcoin di sana sangat tinggi.
"Saya tidak dapat memprediksi masa depan mata uang kita sendiri, tetapi saat pemerintah menerbitkan utang pada tingkat suku bunga mendekati 0 memberikan skenario potensial yang kuat untuk inflasi yang tinggi. Biasanya selama masa ini (mis. pada 1930-an dan 1970-an) ada kecenderungan untuk peralihan minat menuju ‘mata uang keras’ seperti emas,” ujar Jeth.
Jeth melanjutkan, “Tahun ini saja, Bitcoin adalah aset dengan kinerja terbaik dibandingkan dengan kelas aset lainnya (termasuk emas, ekuitas, obligasi, dll). Saya percaya bahwa kondisi makro sekarang menjamin untuk alasan melihat Bitcoin lagi. Saya percaya ini tidak terjadi pada tahun 2017 dan tidak ada alasan nyata bagi orang untuk melihat Bitcoin dengan mata yang lebih kritis sampai sekarang.”
Apakah bisa gairahkan minat aset kripto?
Kepada DailySocial, Supervisory Board Asosiasi Blockchain Indonesia Steven Suhadi memberikan pandangannya. Secara personal ia kurang yakin stablecoin seperti IDRT bisa meningkatkan gairah masyarakat dalam investasi kripto. Namun mungkin akan bermanfaat membuat masyarakat terbiasa dengan cara kerja mata uang kripto, tentang bagaimana mereka mudah ditransfer dll.
"Koin yang stabil dapat memberikan pandangan sekilas kepada publik, bisnis, dan bahkan pemerintah tentang mata uang digital berbasis blockchain (juga dikenal sebagai mata uang digital bank sentral - CBDC)," ujarnya.
Ia pun menegaskan, setiap stablecoin yang memasuki pasar Indonesia harus mematuhi peraturan pemerintah terkait, terutama dari BI dan OJK.