Start-FWD Unika Atma Jaya: Mengenal Lebih Dekat Dunia Startup Social Entrepreneurship
Sembilan pembicara hadir berbagi wawasan seputar dunia startup dan dampaknya dengan mahasiswa Atma Jaya
Kamis (8/9) kemarin DailySocial bekerja sama dengan Universitas Katolik (Unika) Atma Jaya menggelar acara Start-FWD. Acara yang bertempat di Auditorium Gedung Yustinus Unika Atma Jaya ini menghadirkan sembilan pembicara berpengalaman dari sisi akademis dan praktisi untuk berbagi wawasan seputar dunia startup di sektor social entrepreneurship. Harapannya melalui Start FWD para peserta yang hadir dapat terinspirasi untuk menjadi agen perubahan dan menjadi salah satu pemain di ranah social entrepreneurship.
Sembilan pembicara yang hadir dalam acara Start-FWD kemarin adalah Dr. Agustinus Prasetyantoko (Rektor Unika Atma Jaya), Rosdiana Sijabat, Ph. D. (Dosen Unika Atma Jaya), Aria Widyanto (Amartha), Rama Raditya (Qlue), Calvin Kizana (PicMix), Razi Thalib (Setipe), Marshall Pribadi (PrivyID) dan Temmy Chi (KitongBisa).
Acara dibuka dengan kata sambutan dari Rektor Unika Atma Jaya Dr. Agustinus Prasetyantoko. Beliau menyampaikan mengenai latar belakang digelarnya acara Start-FWD yang pada dasarnya ingin mempertemukan sisi visi sebuah universitas untuk berkontribusi pada negara dan anak muda yang lekat dengan dunia inovasi dan teknologi. Social entrepreneurship dianggap sebagai salah satu titik temu dari keduanya.
Sesi selanjutnya dibawakan oleh Head of Product Amartha Aria Widyanto yang memberi pemaparan dari sisi pelaku startup. Amartha sendiri adalah startup yang bergerak di sektor finansial yang memberikan bantuan pendanaan pada para pelaku UKM di Indonesia. Aria menyampaikan bahwa salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh Amartha adalah untuk dapat merubah mindset masyarakat terhadap uang yang selama ini hanya dihabiskan untuk konsumsi produk.
“Indonesia sebenarnya banyak ditopang oleh sektor-sektor bisnis informal. Tapi ketika mereka ingin upgrade, mereka kerap kesulitan karena akses finansial yang kurang. […] Kami mengembangkan P2P lending ini untuk bantu mempermudah investor, badan hukum atau individual, agar bisa berpartisipasi membantu sektor-sektor informal yang sudah siap untuk didanai,” jelasnya.
Pun begitu, sektor social entrepreneurship sendiri bukannya tidak memiliki tantangan di Indonesia. Dalam sesi diskusi yang dibawakan Ibu Rosdiana Sijabat, disampaikan bahwa saat ini ada dua tantangan bagi para pelaku bisnis social entrepreneurship di Indonesia.
Pertama yaitu dari sisi payung hukum. Menurut Rosdiana saat ini di Indonesia masih belum ada payung hukum yang mengatur secara spesifik bagaimana sebuah social entrepreneurship berjalan karena tidak ada yang benar benar memahami keunikan dari bisnisnya. Kedua, terkait dengan maslah keterbatasan akses pendanaan, talenta yang memahami dunia social entrepreneurship, hingga keterbatasan untuk mengukur dan menelusuri sejauh mana dampak sosial yang diberikannya.
Rosdianan mengatakan, “Pada intinya kita memerlukan social entrepreneurship karena dua hal, yaitu karena terjadinya government failure [untuk mengatasi masalah sosial] dan market failure. Kita tidak bisa berharap kepada pemerintah saja atau kekuatan pasar [swasta], harus ada kekuatan lain yang dimunculkan untuk mengatasi berbagai masalah ekonomi dan sosial.”
Acara dilanjutkan dengan sesi diskusi panel yang dimoderatori Reporter DailySocial Yenny Yusra. Di sesi ini, Calvin Kizana, Razi Thalib, dan Temmy Chi berdiskusi mengenai bagaimana membangun sebuah startup yang berkelanjutan dan memberikan dampak ke masyarakat. Mulai dari bagaimana memahami sebuah masalah yang ingin dipecahkan, memasarkan produk, hingga mencari model bisnis yang tepat untuk startup.
Setelah coffee break, diskusi dilanjutkan dengan presentasi CEO Qlue Rama Raditya. Rama berbagai perspektif social entrepreneurship dari sisi pemanfaatan informasi sebuah aplikasi untuk mendukung perekonomian dan tata kota. Qlue, produk yang dibangun Rama dan rekannya, saat ini menjadi salah satu aplikasi yang digunakan untuk mendukung program smart city Jakarta dengan memanfatkan fungsi aplikasi sebagai platform pelaporan keluhan masyarakat kepada pihak berwajib.
Di sesi terakhir ada CEO PrivyID Marshall Pribadi yang berbagi wawasan mengenai potensi bisnis dengan pemanfaatan teknologi. Menurut Marshall, teknologi ke depannya akan menjadi alat untuk melahirkan inovasi yang bisa memudahkan kegiatan masyarakat dan potensinya pun masih luas untuk digali.
Direktur Atma Jaya Venture Ferdian Suprata mengatakan, “Variasi perusahaan berbasis teknologi itu bukan semata-mata hanya untuk e-commerce saja. […] Melalui acara ini kami berharap bisa membuka sebuah pemikiran baru bahwa […] bentuk-bentuk lain dari startup juga akan diapresiasi.”
“Ke depannya kami berharap kalian [anak muda/mahasiswa] untuk bisa mendukung program-progam yang memiliki pendekatan berbasia teknologi yang bisa memecahkan masalah-masalah sosial di Indonesia karena itu yang masih kurang,” tandas Ferdian.