Strategi Alibaba Cloud Raih Perhatian Global, Implementasikan Kecerdasan Buatan
Melalui manuver di sektor publik, menjadikan Hangzhou studi kasus nyata
Mari kita sedikit lakukan kilas balik di tiga atau empat tahun lalu untuk menjawab pertanyaan berikut: “Apa layanan komputasi awan (cloud computing) global yang Anda ketahui?”, secara umum jawaban akan mengacu pada opsi Amazon Web Services (AWS), Windows Azure, atau Google Cloud. Beberapa mungkin juga akrab dengan merek IBM Softlayer, VMware, dan Oracle.
Masih banyak penyedia lain yang tidak cukup akrab didengar pelanggan atau pengembang aplikasi di Indonesia. Salah satunya Alibaba Cloud (sempat memiliki julukan "Aliyun"). Mereka mulai beroperasi sejak September 2009. Tidak tanggung-tanggung, kala itu perusahaan di bawah kepemimpinan Jack Ma dan Simon Hu ini sudah membuka pusat riset pengembangan dan operasional di Hangzhou, Beijing, dan Silicon Valley.
September 2014 adalah momentum bersejarah bagi Alibaba Group, pasca bersandar di New York Stock Exchange (NYSE). Semua orang mulai mengetahui dan mengakui kapabilitas Alibaba sebagai perusahaan e-commerce. Keberhasilan IPO (Initial Public Offering) saham Alibaba (BABA) membawa perusahaan meraih investasi mencapai US$21.8 miliar pada pembukaan awal. Seluruh unit bisnis Alibaba Group satu per satu meroket ke pasar global, tak terkecuali Alibaba Cloud.
Tahun 2015 akselerasi bisnis Alibaba Cloud ditingkatkan. Dimulai dari kucuran investasi $1 miliar dari perusahaan induk. Pusat data (data center) mulai diperluas, diawali dari Hong Kong, Singapura, dan Amerika Serikat. Peningkatan tersebut bukan tanpa prestasi, kemampuan yang makin mumpuni dibuktikan dengan dukungan layanan terhadap festival belanja online 11.11 tahun 2015. Kala itu berhasil melayani transaksi hingga $14,2 miliar dalam 24 jam.
Saat ini, Alibaba Cloud sudah memiliki pusat data yang tersebar di 18 wilayah. Terbaru pada Februari 2018, mereka membangun pusat data di Indonesia. Namun, sebaran pusat data tidak lantas otomatis membuat penyedia layanan menjadi pemimpin pasar, banyak upaya yang harus dilakukan untuk mencuri perhatian pasar global. Alibaba Cloud mengklaim memiliki cara tersendiri untuk terus bersaing di pangsa pasar.
Seperti layanan awan pada umumnya, layanan Alibaba Cloud saat ini sudah mencakup tiga varian fundamental, yakni Software as a Services (SaaS), Platform as a Serivices (PaaS), dan Infrastructure as a Services (IaaS). Terkait persaingan, Alibaba Cloud juga terus mengejar kepemimpinan pasar. Salah satu indikasinya ditunjukkan pada riset pasar Magic Quadrant di kuartal kedua tahun 2017 lalu.
Di acara tahunan Alibaba Cloud bertajuk “The Computing Conference 2018” di Hangzhou, mereka mencoba menegaskan apa yang kini dilakukan untuk merebut kepemimpinan pasar. Rangkaian strategi yang disampaikan cukup menarik, yakni mendampingi sektor publik dengan transformasi digital berkelanjutan. Alibaba menjadikan Hangzhou (kota basis perusahaan) sebagai pusat percontohan implementasi teknologi digital terbarukan.
“It's not technology that changed the world, but the dreams behind it,” Jack Ma.
Dampak langsung teknologi komputasi awan
Infrastruktur komputasi yang semakin canggih memungkinkan banyak hal dilakukan. Sebut saja pemrosesan seperti big data, machine learning, artificial intelligence hingga internet of things, semua dapat dilakukan dengan sangat efisien. Poin-poin tersebut kini juga telah menjadi salah satu yang coba ditonjolkan dalam ragam produk PaaS di Alibaba Cloud. Tidak hanya sekadar menjual “merek”, melalui Simon Hu, President Alibaba Cloud, mereka mencoba menampilkan sebuah visi dan studi kasus nyata.
Memasuki panggung konferensi, Simon mendemokan aplikasi Tmall bersama sajian teh di hadapannya. Melalui aplikasi Tmall, Simon memindai teh yang ada di meja dengan ponsel yang ia bawa untuk mengetahui detail informasi produk tersebut. Di ponselnya ditampilkan tentang jenis teh, asal teh, hingga informasi proses pengiriman. Setelah itu dia mengawali presentasi dengan memaparkan bagaimana kota Hangzhou berkembang selama 20 tahun dan terobosan baru yang Alibaba Cloud bawakan dengan teknologi.
ET Brain adalah nama produk AI Alibaba Cloud yang didesain untuk membantu mengatasi permasalahan urban dengan teknologi. Program tersebut dilandasi kapabilitas komputasi super tinggi “Aspara” dengan pemrosesan machine learning terintegrasi lengkap dengan analisis data dan visualisasinya. Implementasinya dapat di berbagai sub sektor, mulai dari ET City Brain, ET Indurstrial Brain, ET Medical Brain, hingga ET Aviation Brain.
Salah satu program yang didemokan adalah ET City Brain yang memberikan penjelasan bagaimana kota Hangzhou kini dapat dikontrol melalui sebuah dasbor terpusat di pemerintahan. Awal penerapannya tahun 2016 di distrik Xiaosan, permasalahan pertama yang diselesaikan adalah pengaturan trafik lalu-lintas untuk meminimalkan kemacetan. Teknologi AI dan machine learning mempelajari arus lalu-lintas melalui sensor IoT yang ditempatkan pada titik-titik tertentu. Hasil akhirnya, mereka melakukan pengaturan lampu lalu-lintas secara real-time berdasarkan kondisi dan proyeksi kepadatan jalan raya.
Penerapannya terus berkembang hingga tahun ini. Salah satu yang paling menarik adalah bagaimana sistem City Brain dapat memberikan akses jalan khusus untuk situasi kritis, misalnya untuk perjalanan ambulans atau mobil pemadam kebakaran. Sistem akan melakukan kalkulasi tercepat pada GPS yang ditempatkan pada mobil ambulans/pemadam kebakaran. Dari jalur yang sudah ditetapkan GPS, lampu lalu-lintas yang dilewati akan dikondisikan berwarna hijau saat mobil tersebut melintas, sehingga akhirnya mobil dapat mencapai tujuan secara lebih cepat dan efisien.
Implementasi di sektor publik yang lebih luas
“Ni hao banma...” ucap seorang sopir untuk mengoperasikan sistem komputer yang terdapat dalam sebuah mobil. Selanjutnya orang tersebut, menggunakan bahasa Tiongkok, meminta sistem memutarkan sebuah musik untuk kami, para penumpangnya. Tidak hanya itu, ia dapat memerintahkan sistem dengan ucapan untuk melakukan serangkaian hal, termasuk membuka jendela pintu untuk penumpang.
Mobil tersebut sudah terpasang AliOS, sebuah sistem operasi yang diluncurkan Alibaba pada Juli 2017 lalu untuk mobil. AliOS mengkombinasikan sistem pengenal berbasis suara, wajah, dan gestur untuk memanjakan pengendara mobil dengan apa yang mereka sebut dengan “mobil internet”.
Di sudut lain gedung konferensi, kami juga disajikan dengan demo robot pintar yang digunakan divisi logistik Alibaba untuk mengatur logistik. Lengan robot yang sering disaksikan dalam film layar lebar tersebut kini terlihat begitu nyata, melakukan pengaturan untuk pengiriman logistik. Rangkaian sistem tersebut mencoba menghubungkan seluruh elemen logistik secara digital dan real-time.
Selain mengurus pergudangan secara otomatis, dalam pengembangannya Alibaba juga tengah mengaplikasikan sistem distribusi modern melalui kotak pintar dan mobil pintar yang terhubung dengan layanan e-commerce dan e-logistic Alibaba. Kapabilitas IoT menjadi kunci dalam penerapan rangkaian teknologi Cainiao, layanan smart logistics miliknya.
Seusai konferensi, dalam perjalanan pulang, kami sempat mampir ke sebuah swalayan dan pusat perbelanjaan yang telah mengaplikasikan sistem modern. Tidak hanya sekadar menerima pembayaran dengan Alipay, ritel modern tersebut disebut memberikan pengalaman baru kepada setiap pengunjungnya. Kini pengunjung tidak hanya bisa melakukan pembayaran secara daring, karena setelah memilih barang belanjaan, mereka bisa meminta sistem untuk mengantarkan belanjaannya ke rumah. Hema adalah program inkubasi konsep ritel modern yang diusung Alibaba.
Di sisi konsumen, pengalaman belanja juga didukung dengan aplikasi Tmall. Untuk bahan segar seperti sayuran, mereka dapat mengidentifikasi secara langsung kapan sayuran ini dipetik dan sampai. Dalam mengatur sirkulasi produk, pihak pemilik perbelanjaan juga sudah dibekali sistem terintegrasi –dengan logistik—untuk memastikan barang sayuran atau buah-buahan sampai dalam kondisi segar optimal. Biasanya barang seperti itu dijual dalam periode satu hari saja. Jumlahnya sudah diproyeksikan –baik dalam stok gudang ataupun bungkusannya—sehingga kecil kemungkinan akan tersisa.
Teknologi kasir pintar ReX juga terapkan untuk membantu pemilik swalayan dalam mengidentifikasi kebutuhan pembeli dan memberikan layanan yang ditargetkan. Sehingga toko dapat memaksimalkan stok persediaan barang sesuai dengan proyeksi kebutuhan pelanggan. Saat ini sudah ada 65 toko Hema di berbagai wilayah. Dari pengakuan pemilik toko yang kami temui, peningkatan penjualan dapat mencapai 50% pasca implementasi teknologi tersebut. Penerapannya juga dinilai cukup mudah, karena toko tidak perlu menyediakan komputasi berspesifikasi besar, semua sudah diakomodasi dalam komputasi awan.
Kecerdasan buatan adalah masa depan
CTO Alibaba Group Jeff Zhang menyampaikan peta jalan untuk pengembangan teknologi komputasi awan modern. Salah satu yang ditekankan ialah melalui riset pengembangan komputasi kuantum dan AI Chips. Program tersebut akan dikelola melalui Alibaba DAMO Academy, yakni inisiatif di bidang riset global dalam pengembangan teknologi disruptif untuk jangka waktu lima tahun ke depan. Teknologi tersebut dikembangkan untuk memperkuat komputasi awan dan IoT Alibaba Group, dan tidak menutup kemungkinan mendukung aplikasi komersial di berbagai industri.
Sejak berdiri pada Oktober 2017, DAMO Academy telah melahirkan beberapa inovasi publik. Beberapa produk yang sempat kami coba di antaranya intelligent justice, yakni sebuah rangkaian solusi kecerdasan di bidang hukum untuk membantu proses pembuatan transkrip pengadilan persidangan, termasuk pemetaan untuk sengketa dan titik risiko. Ada juga robot pramuniaga untuk mendampingi penjual dalam berkomunikasi interaktif dengan calon pembeli. Robot tersebut dapat memformulasikan berbagai strategi tawar menawar yang alami. Yang ketiga adalah teknologi penerjemah ucapan secara langsung saat berkomunikasi secara tatap muka.
Alibaba juga memiliki A.I. Labs, yakni sebuah unit riset yang berfokus pada produk kecerdasan buatan untuk konsumen. Saat ini pusat riset tengah merampungkan pengembangan teknologi pintar untuk kendaraan logistik masa depan dan robot pelayan publik. Rangkaian riset ini tidak lain untuk mendukung misi Executive Chairman Alibaba Group, Jack Ma, dalam merealisasikan konsep "New Manufacturing".
Menurut Jack, konsep konsep tersebut akan menjadi masa depan yang menjanjikan. New Manufacturing dinilai akan membawa perubahan besar untuk pabrik konvensional pada 10-15 tahun mendatang. Konsep ini berkaitan erat dengan strategi New Retail Alibaba, sebuah pendekatan ritel yang mengutamakan konsumen, serta mengintegrasikan offline dan online untuk menghadirkan pengalaman belanja yang prima.
“Kekuatan kompetitif perusahaan tidak akan bergantung pada kemampuan produksi pabriknya, tapi diukur dengan kemampuannya berpikir secara inovatif, caranya mengutamakan pengalaman pelanggan, serta tingkat pelayanannya,” ungkap Jack Ma.
Tak hanya di Hangzhou
Alibaba Cloud bersama Kementerian Pariwisata dan Margasatwa Republik Kenya telah menandatangani sebuah kerja sama strategis dalam mendukung proyek perlindungan satwa. Pada proyek ini, Alibaba Cloud akan menggunakan teknologi seperti sensor untuk melacak satwa, kamera dengan sensor inframerah, pos-pos perkiraan cuaca pintar, peralatan untuk para ranger, dan drone pemantau area luas rencananya akan diterapkan untuk mengumpulkan data real-time pergerakan dan kesehatan satwa secara umum.
Platform ini selanjutnya akan menganalisis data dan memprediksi perilaku serta rute jelajah, serta membantu pusat komando untuk berjaga-jaga akan potensi bahaya seperti penangkapan ilegal, konflik antara manusia dan satwa. Teknologi ini akan membantu pengaturan tim lapangan taman nasional menjadi lebih sigap dan lebih baik dalam mengelola taman nasional.
Sinergi kedua diresmikan bersama Olympic Broadcasting Services (OBS) untuk produk OBS Cloud, sebuah solusi penyiaran inovatif yang beroperasi sepenuhnya menggunakan teknologi komputasi awan untuk ajang Olimpiade Tokyo 2020. Teknologi ini akan menunjukkan cara baru dalam industri penyiaran, khususnya dalam pembuatan konten dan distribusi penyiaran. Komputasi awan dinilai dapat memenuhi persyaratan yang tinggi untuk akurasi volume, kecepatan, dan jarak waktu yang sangat krusial dalam penyiaran pertandingan olahraga untuk perhelatan besar.
Secara tradisional, penyiar olimpiade hanya dapat mengimplementasikan dan menguji alat mereka setelah tiba di International Broadcast Centre (IBC) di kota yang menjadi tuan rumah dan area yang disediakan untuk penyiar di lokasi sangat diminati dan terbatas.
OBS kini dapat menyediakan seluruh aset visual dan audio kepada Rights Holding Broadcasters (RHBs) secara efisien, efektif, dan aman. Penyiar juga dapat membuat, mengatur, dan mendistribusikan konten mereka menggunakan OBS Cloud, sebuah solusi yang telah dioptimalkan untuk menjawab kebutuhan distribusi cabang olahraga yang paling diminati.
Terobosan nyata yang paling menarik
Di antara banyak teknologi yang dipamerkan, ada satu ide yang sangat menarik bagi saya. Dengan komputasi awan, Alibaba berhasil menyatukan berbagai surat/sertifikat kependudukan dalam satu genggaman. Memudahkan proses kepengurusan di satu pintu melalui teknologi yang saling terintegrasi. Karena saya sendiri merasakan, betapa rumitnya ketika harus berurusan dengan keperluan surat-menyurat dengan instansi pemerintahan. Semoga solusi ini dapat direplikasi di Indonesia.