Strategi Layanan E-commerce Lokal Menghadapi "Serangan" Produk Asal Tiongkok
Menanggapi kehadiran produk fesyen hingga elektronik asal Tiongkok, Taobao, di situs Lazada
Beberapa waktu yang lalu layanan e-commerce yang saat ini telah dimiliki Alibaba, Lazada, meluncurkan kanal khusus Taobao untuk produk fesyen, elektronik hingga keperluan anak di situs dan aplikasi Lazada. Masuknya Taobao ke Indonesia melalui Lazada, telah membuka kesempatan merchant asal negara Tiongkok tersebut untuk menjual semua produknya dengan harga murah.
Taobao sendiri merupakan situs berbelanja yang didirikan Alibaba Group pada bulan Mei tahun 2003. Sebuah situs yang saat ini sudah menjadi salah satu main player untuk pasar elektronik komersial Tiongkok. Pada tahun 2011, Taobao telah dibagi menjadi 3 perusahaan berbeda, yaitu eTao, Taobao Mall, dan Taobao Marketplace.
Kehadiran Taobao di situs Lazada tentunya bukan menjadi hal yang mengejutkan. Masuknya Alibaba sebagai pemilik memungkinkan produk asal Tiongkok lebih mudah masuk ke Indonesia melalui Lazada. Dari pantauan DailySocial, produk yang masuk kebanyakan produk yang diminati penggemar belanja online di tanah air yang mencari harga murah dengan produk beragam asal negara Tiongkok.
DailySocial mencoba melakukan konfirmasi ke Lazada Indonesia tentang rencana terhadap kanal Taobao ini ke depannya, namun belum mendapat balasan.
Bakal mengganggu layanan e-commerce lokal
Dengan lebih dari 760 juta produk yang terdaftar pada tahun 2013, Taobao marketplace menjadi yang paling banyak dikunjungi di Tiongkok.
Kehadiran layanan marketplace popular asal Tiongkok ini ternyata dipandang bakal memberikan efek yang cukup negatif kepada layanan e-commerce dan marketplace lokal, mengingat popularitas produk asal Tiongkok yang dikenal murah harganya dan memiliki pilihan yang sangat beragam.
Menurut CEO Berrybenka Jason Lamuda, untuk membedakan dan nantinya bisa tampil lebih unggul terhadap produk asal Tiongkok, diperlukan strategi yang cukup kuat, mulai dari kualitas hingga eksklusivitas. Agar nantinya secara organik, pembeli yang benar-benar mencari produk dengan kualitas terbaik, bisa memilih Berrybenka dengan berbagai produk yang dimiliki.
"Hadirnya produk asal Tiongkok dalam brand Taobao tentunya memberikan impact cukup besar bagi para pemain lokal atau UMKM secara keseluruhan. Seperti kita ketahui, produk dari Tiongkok terkenal dengan murahnya karena mereka memproduksi barang dalam jumlah besar. Hal baiknya untuk Berrybenka, produk yang kita jual adalah pakaian yang sifatnya preferensi, bukan barang komoditas," kata Jason.
Berrybenka sendiri saat ini lebih mengarah kepada curated fashion. Produk yang dijual pun secara desain lebih eksklusif dan mengutamakan penjualan di channel Berrybenka baik online maupun offline.
Mengambil pelajaran dari Amazon vs Flipkart di India
Dari sisi investor, apa yang telah dilakukan Lazada dengan menghadirkan merek popular asal Tiongkok Taobao bakal mengganggu industri e-commerce lokal nantinya.
Menurut Co-Founder dan Managing Partner Ideosource Edward Chamdani kepada DailySocial:
"Pasti akan berpengaruh karena akses seluruh merchant Taobao akan bisa di akses oleh konsumen Lazada. Jadi tergantung seberapa kuat Lazada bisa menaikkan online traffic dan reach-nya tentu akan berpengaruh terhadap layanan e-commerce lainnya. Apalagi kalau logistik (time to delivery) sudah makin cepat."
Ditambahkan Chamdani, agar layanan e-commerce lokal bisa bersaing dan tampil lebih unggul dengan kehadiran brand asal Tiongkok ke Indonesia, bisa mengambil contoh apa yang sudah dilakukan Amazon India melawan Flipkart dan Snapdeal.
"Amazon fokus ke NPS (net promoter score) di mana layanan ke konsumen dibuat sebaik mungkin sehingga menjadi viral dengan sendirinya. Hal tersebut bisa menjadi salah satu strategi," kata Chamdani.
Sudah menjadi hal yang "biasa"
Berbeda dengan Jason Lamuda dan Edward Chamdani, menurut Founder dan Managing Partner Convergence Ventures Adrian Li, hadirnya produk asal Tiongkok Taobao melalui Lazada tidak akan berpengaruh kepada layanan e-commerce lokal dan UMKM di Indonesia. Selama ini sudah banyak layanan e-commerce dan marketplace yang menjual secara langsung produk asal Tiongkok tersebut melalui platform masing-masing.
"Sudah banyak barang asal Tiongkok masuk ke berbagai negara. Buat saya hal tersebut tidak memberikan pengaruh kepada layanan e-commerce dan marketplace seperti Lazada hingga Tokopedia yang menjual produk tersebut."
Adrian Li bersama Convergence Ventures selama ini cukup aktif membawa investor asal Tiongkok masuk ke Indonesia untuk menjadi investor. Hadirnya Taobao melalui Lazada justru dipandang positif olehnya.
"Saya lihat bukan hanya layanan e-commerce dan marketplace besar saja di Indonesia yang memasok produk asal Tiongkok tersebut, bisnis UMKM juga banyak yang menjual produk tersebut," kata Adrian.
Dukungan pemerintah dan kemudahan investor berinvestasi
Pada akhirnya kesuksesan layanan e-commerce lokal bakal terwujud dengan adanya dukungan pemerintah. Tidak hanya memberikan kejelasan soal aturan dan regulasi, namun juga dalam hal ekosistem permodalan yang harus ditingkatkan lagi.
"Peran pemerintah tentu tidak bisa dihilangkan karena same level playing field dibutuhkan juga. Dengan free import duty/custom untuk produk di bawah $100 ini saja sudah berpengaruh dari traffic pengiriman yang langsung meningkat," kata Chamdani.
Ditambahkan Chamdani, saat ini banyak investor lokal tertarik untuk investasi ke layanan e-commerce maupun perusahaan digital di Indonesia, namun belum ada instrumen yang baku dan mudah bagi mereka untuk masuk.
Keleluasan untuk melakukan initial public offering (IPO) bagi startup lokal yang saat ini dinilai sudah mampu, menurut Chamdani, juga bisa mempengaruhi posisi layanan e-commerce lokal tampil lebih unggul dibandingkan dengan pemain asing. Meskipun sudah banyak startup lokal yang mengalami pertumbuhan secara cepat dan positif, namun belum banyak yang bisa go public.
Salah satu alasannya adalah peraturan yang mengharuskan perusahaan skala kecil dan menengah wajib memiliki aset minimal Rp100 miliar sebelum masuk bursa dan maksimal pendanaan yang dapat diperolehnya hanya Rp40 miliar. OJK akan membuka pintu bagi perusahaan atau startup dengan aset di bawah Rp50 miliar untuk melakukan penawaran saham perdananya.
"Saya melihat ada 2 startup lokal yang akan IPO tahun ini namun masih melalui jalur biasa. Banyak startup lainnya belum bisa masuk ke dalam kriteria bisa IPO seperti 2 startup tersebut. Tentu akan sulit memenuhi kriteria yang cukup berat dari sisi biaya, kesanggupan untuk profitable dalam waktu 1 tahun dan syarat lainnya," kata Chamdani.
Pada akhirnya, untuk bisa bertahan menghadapi kompetisi yang makin sengit, layanan e-commerce lokal sudah harus bisa memberikan produk dengan kualitas yang lebih baik dan tentunya membina hubungan baik dengan konsumen.