1. Startup

Tentang Startup dan Liputan Media

Suatu hari saya menemukan tautan artikel ini dari timeline Twitter saya (mohon maaf saya lupa dari siapa saya mendapatkan tautan ini). Artikel tersebut diam di kepala saya karena, bukan hanya menarik untuk dipikirkan tetapi karena saya sendiri mengalami hal yang mirip dengan kondisi yang digambarkan dalam artikel tersebut, saya dari sisi media.

Salah satu poin yang menarik perhatian saya dari artikel yang ditulis oleh Tara Hunt tersebut adalah tentang kesiapan startup yang mengembangkan layanan atau produk mereka untuk diliput oleh media. Bahwa layanan yang masih prematur belum membutuhkan perhatian media, banyaknya liputan media kadang tidak berbanding lurus dengan kesuksesan layanan tersebut dan bahwa kualitas layanan/produk adalah yang utama, startup harus bisa fokus pada pengembangan fitur serta layanan yang maksimal bagi pengguna.

Lalu bagaimana startup menghadapi liputan media, apakah sebaiknya menjauh dari media atau tidak? Apakah sebaiknya perhatian media ditunda selama mungkin sampai layanan siap atau semakin cepat diberitahukan pada media semakin baik?

Saya pernah mendapatkan hal yang kurang lebih sama dengan kondisi di artikel situs Inc. tersebut, pernah ada beberapa startup atau lebih tepat jika disebut proyek yang saya suka ide dan konsepnya serta prototipenya, dan saya pikir memiliki peluang untuk berkembang. Kemudian saya coba tuliskan di media dimana saya biasa menulis. Sekarang beberapa layanan tersebut seperti jalan ditempat, saya kenal dengan beberapa founder-nya, saya juga tahu bahwa produknya hanya mati suri dan masih berpeluang untuk dikembangkan. Meski tentu tidak semua, ada juga proyek atau layanan yang saya tuliskan ketika masih tahap awal yang kini berkembang pesat, ada pula yang menjadi startup yang berkembang pesat dan akan menggarap pasar global.

Beberapa layanan yang saya tulis tersebut ada yang masih prototipe ada yang sudah jadi, namun fitur yang ada belum lengkap. Tujuan saya menuliskan waktu itu setidaknya dua: mencoba memperkenalkan sedini mungkin, agar founder-nya menjadi lebih semangat untuk menyelesaikan dan mengembangkan layanannya. Dan yang kedua adalah mencoba membantu mencarikan pengguna awal sebagai data umpan balik pengembangan atau mencari mereka yang tertarik dengan layanan yang dikembangkannya, bisa sebagai user, partner, atau bisa juga sebagai investor.

Founder atau startup memang sebaiknya menentukan pilihan secara cermat tahap-tahap pengembangan layanan mereka. Layanan yang berikan haruslah siap untuk digunakan untuk publik, jika belum lengkap secara total, setidaknya 2-3 fitur utama harus bisa digunakan secara lengkap oleh pengguna. Layanan atau produk juga harus bisa meninggalkan kesan pada pengguna, sehingga mereka bisa terus menggunakan dan atau menyebarkan produk/layanan tersebut ke publik.

Rilis lebih cepat kadang bisa cocok untuk layanan di segmen tertentu, umpan balik pengguna adalah keuntungan terbesar yang bisa didapat layanan, namun kelayakan layanan adalah faktor default yang tidak bisa ditawar. Fokus pada 2-3 fitur yang telah dimaksimalkan dan menjadi unggulan, kembangkan itu menjadi faktor yang bisa menarik konsumen dan memberikan pengalaman yang berbekas, dalam arti positif. Setelah fitur ini siap Anda bisa berbincang dengan media atau membuat rilisan pers. Tidak melulu harus 'diluncurkan', karena mungkin layanannya masih dalam versi beta, atau bahkan closed beta. Anda bisa menunggu waktu yang tepat untuk meluncurkannya atau melepas label beta dari layanan Anda. Berikan keterangan yang detail pada media tentang tahap perkembangan dari layanan yang ada, jangan sampai memberikan informasi yang kurang lengkap.

Saya sendiri juga pernah mengalami kesulitan untuk mendapatkan izin dari startup atau founder yang mengembangkan layanan mereka. Kesan tertutup karena merasa belum siap adalah yang sering kali menjadi alasan. Di beberapa sisi saya mengerti keadaan ini, bahwa media bisa menjadi faktor buruk jika layanan yang dikembangkan belum siap, konsumen sering kali tidak mau tahu tahap-tahap yang dijalani layanan tersebut, apakah itu private beta, tahap beta atau tahap pengembangan lain. Mereka hanya ingin menggunakan produk dan mendapatkan manfaat dari layanan yang mereka coba (pengecualian bisa diberikan bagi early adopter, yang biasanya sudah terbiasa jika layanan tertentu banyak bug atau belum sempurna karena tahap pengembangan awal).

Namun di sisi lain saya sebagai pelaku media sendiri melihat ada tambahan faktor yang memang harus dipertimbangkan juga mengapa startup harus tetap terbuka pada media. Perkembangan teknologi berkembang pesat, berbagai layanan terus muncul (meski untuk lokal belum terlalu banyak yang bagus) tetapi konsumen, yang kini bisa mendapat informasi dari manapun, akan bergerak lebih cepat, pengetahuan mereka terus diisi oleh berbagai produk atau layanan, lokal maupun global. Kebutuhan mereka untuk menggunakan layanan kadang tidak bisa menunggu. Artinya kesempatan yang ada harus diambil sedini mungkin, dengan segala perhitungan dan persiapan tentunya. Karena tidak baik juga untuk menjadi ikut-ikutan hanya karena membuat startup atau produk terlihat mudah. Meski kesempatan harus diambil secepat mungkin, memberikan layanan yang baik bukanlah harga yang bisa ditawar.

Kesempatan terkadang tidak muncul berkali-kali, persiapan, perhitungan dan koleksi data - baik tentang market atau data lainnya, termasuk kesiapan untuk diliput media - diperlukan untuk mempersiapkan diri terjun ke bisnis, karena membangun startup adalah membangun perusahaan, membangun sebuah bisnis, bukan hanya membangun sebuah produk atau layanan saja.

Intinya, menemukan cara yang tepat dalam mengkomunikasikan produk/layanan yang dikembangkan pada media dan pengguna. Media bisa membantu menpertemukan layanan dengan pengguna. Lagi pula jika produk/layanan/startup yang dikembangkan memang bagus dan keren, media akan berlomba-lomba untuk mencari informasi atas startup tersebut.

[Sumber Gambar]