1. Startup

Tren Konsolidasi Operator Seluler di Indonesia Seharusnya Terus Berlanjut

Tahun ini kondisi pertelekomunikasian di Indonesia bakal ditandai dengan rencana merger dua operator GSM, XL Axiata (XL) dan AXIS. Ini bukan lagi sekedar rumor. Kabar yang berseliweran di media menyebutkan rencana ini sudah direstui oleh regulator dan diharapkan bisa diselesaikan sebelum akhir tahun. Ini merupakan konsolidasi pertama yang terjadi antara operator GSM dan menurut saya, untuk kebaikan industri, harus terus dilakukan untuk mencapai kondisi optimal, baik untuk kebaikan industri telekomunikasi maupun untuk konsumen.

Di Indonesia saat ini terdapat lima operator GSM dan empat operator CDMA. Sembilan operator yang berebut pangsa pasar seluler ternyata terlalu banyak. Faktanya, tiga operator besar (Telkomsel, Indosat, XL) menguasai 92% kue, sementara enam operator lain berebut sisanya -- yang cuma 8%. Operator CDMA jelas mengalami kemunduran, di mana tak ada satupun yang membukukan keuntungan. Konsolidasi antar operator jelas tak terelakkan untuk memperbaiki industri yang sedang berdarah-darah ini.

Di negara lain, terutama di negara maju, kebanyakan industri telekomunikasi hanya terdiri dari 3-5 operator besar sebagai pemilik frekuensi. Sisanya biasanya bersifat Mobile Virtual Network Operator (MVNO) yang "nebeng" ke jaringan seluler yang sudah ada. Terlalu banyak operator memang dirasa tidak baik karena spektrum yang ada harus dibagi-bagi, padahal tren konsumsi data membutuhkan jangkauan spektrum yang mumpuni, apalagi jika LTE jadi hadir di Indonesia mulai tahun depan.

Operator CDMA jelas di ujung tanduk karena belum ada tanda-tanda mereka bakal mengimplementasikan LTE. Di berbagai negara operator CDMA sudah mulai "move on" meninggalkan khitahnya dan melompat ke LTE yang menawarkan teknologi yang lebih baik. Saat ini mereka masih terpatri di teknologi EV-DO (Rev A dan Rev B) yang entah kenapa tidak memberi jaminan akses data berkecepatan tinggi secara konsisten, seperti halnya UMTS-HSDPA-HSPA+ yang diimplementasikan oleh operator GSM.

Telkom Flexi dan StarOne yang masing-masing masih terafiliasi dengan Telkomsel dan Indosat naga-naganya bakal menyerahkan frekuensi yang dimilikinya (terutama 850 MHz) untuk perpanjangan frekuensi GSM menggunakan E-GSM. Bakrie Telecom dan Smartfren? Mereka punya masalah yang lebih besar mengingat laporan yang terus menerus merah di setiap kuartal.

Langkah yang realistis adalah konsolidasi antar operator. Idealnya Indonesia cukup memiliki 4-6 operator seluler saja. Empat operator seluler (termasuk Tri yang memperoleh dukungan dari perusahaan multinasional Three dan konsorsium yang dipimpin oleh pengusaha nasional Garibaldi Thohir) bakal sulit digoyahkan. Telkom Flexi dan StarOne nampaknya tinggal menunggu diakuisisi oleh saudara GSM-nya. Tinggal bagaimana Bakrie Telecom dan Smartfren yang masih independen memilih bertahan atau meleburkan diri. Alternatif lain adalah Bakrie Telecom dan Smartfren menjadi MVNO dan mencoba peruntungan dengan jangkauan area yang lebih kecil. Siapa tahu mereka bisa menyewa slot LTE juga di daerah-daerah tertentu.

Untuk kemaslahatan bersama, setelah merger XL dan AXIS, tren konsolidasi operator seluler harus terus berlanjut menuju kondisi ideal.

[Foto: Shutterstock]