Penikmat “Video Streaming” di Indonesia Tak Masalahkan Iklan
Mendalami hasil riset Brightcove tentang tren pengguna layanan OTT di Asia
Era internet menghadirkan beragam cara baru bagi pengguna dalam mengakses hiburan. Salah satunya melalui layanan over-the-top (OTT) yang saat ini penetrasinya terus dimaksimalkan, baik oleh perusahaan lokal maupun global. Bentuk layanannya beragam, yang paling populer video on-demand (VOD), menyajikan tontonan gratis dan premium yang bisa dinikmati di berbagai perangkat.
Untuk memvalidasi kembali preferensi konsumen terhadap layanan OTT, Brightcove bekerja sama dengan Evergent dan SpotX melakukan riset bertajuk "The 2019 Asia OTT Research Report". Indonesia menjadi satu dari 9 negara yang menjadi objek penelitian – karena dianggap cukup merepresentasikan karakteristik pangsa pasar di Asia; melibatkan sekitar 1000 responden.
Konten dan iklan
Terdapat beberapa temuan menarik yang didapat dalam survei, salah satunya mengenai alasan pengguna menggunakan lebih dari satu platform. Sebagian besar beralasan menginginkan konten yang lebih banyak dan konten yang lebih spesifik –biasanya layanan VOD punya konten khusus yang hanya tayang di platformnya.
Beberapa lainnya berpendapat, layanan OTT tergolong lebih hemat ketimbang opsi lainnya, misalnya televisi berbayar. Persentase tersebut nyaris mirip di banyak negara yang masuk dalam target survei.
Mekanisme pembayaran langganan juga menjadi bagian pertanyaan dalam survei. Untuk responden di Indonesia, 31% memilih mengakses konten gratis dengan banyak iklan dan 17% memilih membayar lebih murah kendati harus menyaksikan iklan dengan intensitas yang lebih kecil. Artinya pengguna tidak mempermasalahkan adanya sisipan iklan di tiap konten yang diputar, alih-alih melakukan upgrade untuk menghilangkannya.
Lantas bagaimana efektivitas iklan yang dibubuhkan pada konten VOD? Untuk pengguna di Indonesia 43% responden mengatakan mungkin mereka akan tertarik dengan merek tersebut. Sisanya 26% lainnya akan tertarik dan 19% mengaku tidak akan tertarik.
Terkait paket premium yang diminati pengguna, mengambil nilai rata-rata harga yang dianggap ideal antara Rp10.000-Rp50.000.
Menggaet pengguna baru lebih menantang
Dalam riset juga ditangkap tren terkait kemauan orang untuk berlangganan. Sebanyak 54% responden dari Indonesia yang pernah berlangganan VOD sebelumnya mengaku tertarik untuk berlangganan lagi untuk waktu mendatang. Sementara hanya 37% dari responden yang sebelumnya tidak pernah berlangganan yang menyatakan tertarik untuk mencoba berlangganan paket premium dari VOD.
Menurut pengguna, layanan OTT yang diharapkan mampu untuk menyajikan konten yang bisa dinikmati secara offline (39%), multi-perangkat (33%), dan tidak terlalu memakan banyak paket data ketika streaming (32%).
Layanan OTT favorit
Sebelumnya DailySocial pernah menerbitkan hasil riset bertajuk "Video on Demand Survey 2017". Dari hasil survei yang dilakukan, ketahui Hooq (48,30%) menjadi layanan VOD yang paling banyak digunakan. Disusul Netflix (24,93%), Viu (25,02%) dan iFlix (24,35%).
Lalu di tahun 2018 DailySocial, juga merilis sebuah laporan terkait survei layanan OTT, khususnya untuk music streaming. Untuk layanan musik berlangganan, Joox (70,37%) jadi yang terfavorit. Disusul Spotify (47,70%), Langit Musik (28,51%) dan SoundCloud (19,75%).