1. Startup

Urungnya Foxconn Bersinggah di Indonesia Menurut Kacamata Kebijakan Investasi Nasional

Foxconn keberatan dengan harga lahan yang terlalu tinggi, investasi asing di sektor ini sedang tinggi setelah peraturan TKDN yang baru

Setelah dikabarkan ada isu terkait negosiasi dengan pihak pemerintah, kini Foxconn dikabarkan memilih mundur dan beralih mendirikan pabriknya di Malaysia. Hal tersebut seperti diungkapkan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Suryo Bambang Sulisto yang menyesalkan keputusan ini. Memang, mundurnya Foxconn untuk berinvestasi di Indonesia dianggap berat, lantaran mereka membawa investasi yang tidak sedikit.

Rencana pembangunan pabrik di Indonesia oleh Foxconn sebenarnya sudah digaungkan sejak tahun 2012 lalu. Sebelumnya dikabarkan total nilai investasi untuk pembangunan pabrik yang akan digelontorkan sekitar $1 miliar. Awalnya ditargetkan pabrik akan mulai dibangun per Oktober 2014. Terakhir isu yang tersebar terkait gagalnya Foxconn bersinggah di Indonesia lantaran isu lahan pabrik yang dibanderol terlalu mahal oleh pihak terkait. Rencananya pabrik Foxconn akan didirikan di Kawasan Berikan Nusantara (KBN).

Pemerintah memberikan harga tanah terlalu mahal, sedangkan Foxconn dikabarkan meminta tanah itu secara gratis. Menurut Suryo pemerintah tak ada ruginya jika memberikan insentif pemberian lahan, terutama dengan melihat potensi perusahaan yang akan diberikan untuk mengakselerasi ekonomi nasional. Suryo mengatakan investasi yang sangat besar dari Foxconn ini akan membantu pemerintah memenuhi kekosongan lapangan kerja dan mensiasati strategi substitusi impor dengan merakit produk elektronik di dalam negeri.

Dari pihak Foxconn sendiri sampai saat ini belum menerbitkan keputusan resmi terkait gagalnya pendirian pabrik di Indonesia ini. Saat diminta berkomentar pihaknya hanya menekankan bahwa saat ini Foxconn masih terus mempertimbangkan penggelontoran investasi pendirian pabrik di Indonesia. Namun pihaknya juga mengatakan bahwa tak menutup kemungkinan investasi tersebut akan dialihkan ke negara lain, jika dilihat dari sisi komersial tidak berpotensi.

Antara kesempatan dan tawar menawar bisnis

Dari kaca mata publik pun ini menjadi sebuah keputusan yang sulit. Foxconn meminta lahan gratis dan kesempatan memperkuat lini industri dalam negeri. Secara diplomatis misi Foxconn berinvestasi besar-besaran di Indonesia direncanakan untuk memenuhi permintaan produk elektronik yang kian melambung di kawasan Asia Tenggara. Yang berarti Indonesia sejatinya akan dijadikan pusat produksi produk Foxconn sebelum dilarikan ke pasar. Pemerintahan Jokowi juga terus menyerukan produktivitas dalam negeri. Beberapa kebijakan terkait produk digital juga sudah ditertibkan. Namun kali ini "bola" ada di Kementerian Perindustrian untuk berkonsolidasi.

Di sisi lain, pemain industri serupa juga sedang bersiap hadir di Indonesia. Terakhir dikabarkan Arima sedang berdiskusi bersama Asus dan HTC untuk merealisasikan pendirian pabrik nasional untuk memenuhi tuntutan pemerintah terkait TKDN. Bagi Indonesia tren ini seharusnya juga dapat dinilai sebagai sebuah investasi. Siasat baik untuk mendorong masyarakat turut terlibat dalam proses produksi, meskipun dimulai dari proses perakitan.

Jika menilik dari isu yang dihadapi Foxconn secara kasat mata mungkin akan tercetus ungkapan "tanah di Indonesia kan banyak, apa salahnya diberikan sedikit untuk pengembangan produk", mungkin saja pemerintah memiliki penilaian lain, termasuk apakah bakal menjadi ancaman untuk industri manufaktur lokal. Kita hanya bisa mengira-ngira karena Kementerian Perindustrian pun masih bungkam soal hal ini.

Dengan keadaan ekonomi seperti ini, hadirnya investor asing ke dalam negeri begitu dibutuhkan untuk meningkatkan devisa. Impor barang mentah untuk dirakit dan didistribusikan kembali ke negara-negara sekitar di Asia Tenggara harusnya bisa menjadi added value untuk meningkatkan ekspor Indonesia yang menurut statistik BPS malah turun sepanjang tahun 2015 ini.

Keputusan Foxconn untuk menunda pembangunan pabriknya sejauh ini cenderung memberikan image negatif terhadap iklim investasi di Indonesia saat ini.