2014 Tahunnya "Music Streaming" di Indonesia
Editor's Note: Tulisan ini dibuat oleh Widi Asmoro, Entertainment Manager Nokia Indonesia.
Gue melihat perkembangan music streaming di Indonesia semakin baik apalagi memasuki tahun 2014 yang menandai sebuah era baru di bisnis musik dalam negeri. Sedikit menoleh ke belakang, masa-masa keemasan industri musik rekaman di Indonesia mencicipi gemilangnya ketika produk fisik digemari masyarakat. Sebutlah dari masa piringan hitam, lalu kaset yang menawarkan harga lebih murah, dan lalu CD yang memberikan kualitas suara yang lebih baik. Di tahun 2000 perlahan hadir musik dalam format digital baik itu full song MP3 ataupun ringtone monophonic dan polyphonic. Kontribusi dari sektor ini cukup bagus terutama saat kenyataan CD dan kaset marak dibajak.
Sayangnya format lagu utuh digital menemukan problematika dalam hal "keharusan membayar". Kemudahan teknologi peer-to-peer dan penduplikasian lagu dengan cut-copy-paste membuat lagu mudah tersebar sekaligus tanpa adanya imbal balik hak yang wajar. Banyak cara ditempuh salah satunya dengan penerapan teknologi “digital rights management”.
Untungnya Indonesia punya jalan keluar ketika di tahun 2005 hadir sebuah produk yang namanya Ring Back Tone atau nada sambung. Dengan platform yang disediakan oleh operator telekomunikasi (telco) yang menjadi distributor dan juga payment gateway, produk Ring Back Tone ini berkontribusi signifikan terutama perlahan menggantikan income dari produk fisik. Sayang, produk ini hanya berupa “bubble” yang tidak disigapi saat meletus tahun 2011 dengan terjadinya RBT Black Out dan seketika saja semua runtuh. Beruntung label-label yang menerapkan 360 contract yang juga melibatkan artist management didalamnya masih bisa survive. Lalu apa setelah RBT?
Era Distribusi Musik Lewat Internet
Ringback tone telah mengajari kita bagaimana perilaku manusia modern menikmati musik inginnya kapan saja dan di mana saja. Kemudahan akses adalah kata kunci ampuh agar dapat musik yang dibuat sampai kepada fans musik. Kebanyakan orang sekarang lebih rela ketinggalan dompet dibandingkan ketinggalan handphone-nya. Perangkat tersebut sudah menjadi jukebox dengan banyaknya pilihan lagu dapat diputar. Apalagi dengan adanya konektivitas internet yang memudahkan mendapatkan lagu-lagu baru.
Tiga operator telco terbesar (Telkomsel, XL, dan Indosat) sudah semakin agresif menawarkan akses internet dengan biaya yang relatif terjangkau. Contohlah Telkomsel dengan paket Simpati Groovy yang dengan mengeluarkan kocek sekitar Rp. 3,000.- dapat menikmati 50 MB sepuasnya seharian. XL dengan paket Hotrod 3G+ menawarkan paket internet dengan kuota 15 MB/hari dengan membayar Rp. 2.000,-. Sedangkan Indosat memberikan penawaran paket internet sehari Rp. 2,000.- dengan kuota 30MB/hari.
Tentunya dengan semakin terjangkaunya biaya terhubung dengan Internet akan membuat orang leluasa untuk mengakses konten apalagi musik. Jika ditilik dari wilayah geografis Indonesia sebetulnya dengan distribusi musik lewat internet akan semakin mempercepat didengarnya musik baru hingga ke pelosok daerah.
Kehadiran Layanan Musik Streaming Berskala Global
Hadirnya YouTube secara resmi di Indonesia membawa dampak yang sangat postif bagi industri musik. Setidaknya dari aktivitas yang dilakukan secara agresif oleh label musik menunjukkan potensi besar yang digali dari platform video on-demand ini. YouTube sangat digemari juga oleh para fans musik karena dapat menemukan lagu yang mereka inginkan tanpa perlu mendaftar dan juga membayar. Dengan sedikit trik khusus malahan video lagu ini dapat diunduh ke perangkatnya masing-masing. Buat label, semakin sering video musiknya ditonton dan semakin sering iklan tayang dalam video musiknya akan menghasilkan revenue yang bagus pula.
Selain YouTube, layanan berskala global lainnya yang juga hadir adalah Nokia MixRadio. Layanan yang sebelumnya memberikan download lagu utuh kepada masyarakat Indonesia sejak tahun 2010, mengubah preposisinya menjadi layanan berbasis radio streaming dengan nama baru Nokia MixRadio. Tergolong masih baru di Indonesia namun layanan musik yang sudah beroperasi sejak 2011 ini diakui oleh Gizmodo sebagai layanan musik streaming terbaik yang ada saat ini.
Indonesia juga kehadiran Deezer yang mulai gencar berpromosi akhir-akhir ini dengan menggandeng Slank dan juga Guvera yang mulai menjalankan soft launch-nya. Layanan musik ini memberikan peluang untuk mendistribusikan musik lebih luas dan juga dengan pengalaman marketing serta dana untuk melakukan promosi. Jika ditilik dari tren di luar sana, investasi pasar modal nampaknya melirik peluang di bisnis musik streaming. Adalah Pandora yang menurut analis investor Goldman Sachs mempunyai nilai pasar setara $7.1 triliun.
Potensi Untung Yang Lebih Besar
Tentu saja dalam setiap bisnis adalah bertujuan untuk meraup untung sebesar-besarnya. Begitu pula di bisnis musik yang kini semakin terbuka celah untuk mendapatkan hasil dari sumber-sumber baru. Kenapa gue sebut sebagai sumber baru, karena sebelumnya bisnis musik tergolong cukup tertutup berdasarkan regional dan mengandalkan jualan produk rekaman serta pendapatan manggung. Bisnis merchandise juga kadang disertakan, namun kebanyakan digarap oleh fans base.
Melongok tren saat ini ketika banyaknya radio teresterial/FM mulai mengubah porsi siarannya menjadi lebih banyak musik, pastinya mereka ingin agar kue iklannya tidak diambil kompetitor radio lain. Lebih lagi, radio teresterial/FM mulai melebarkan jangkauan siarannya dengan memanfaatkan streaming lewat Internet. Pendengar setia diuntungkan karena tetap dapat mendengarkan siaran radio kesayangannya meskipun tidak berada di kota asal. Sayangnya, perubahan porsi siaran dan pelebaran jangkauan siaran demi jatah iklan tidak selalu memberikan "bagi hasil" yang layak bagi musisi.
Menurut beberapa radio yang sempat gue tanyakan, mereka telah mengurus soal lisensi musik dengan membayarkan ke collecting society dalam sistem bulk. Saat gue cross check dengan beberapa artis yang cukup terkenal mengakui tidak pernah merasa menerima hasil tersebut atau kemungkinan besar tercampur karena tidak ada perincian atas royalti yang diterimanya dari pihak label.
Agak ruwet sih memang, katanya sedang dibangun sebuah sistem untuk mengatur ini, tunggu saja. Tetapi waktu terus bergerak maju, beberapa hal yang gue lihat sebagai celah meraup untung di bisnis musik adalah dengan memanfaatkan sedini mungkin teknologi streaming melalui platform-platform yang legitimate. Buat musisi swadaya justru inilah peluang bagus dengan memaksimalkan kreatifitas dan memanfaatkan apa yang ada. Bergabunglah dengan aggregator musik untuk memberikan posisi tawar lebih baik dan kemudahan ditemukan oleh pecinta musik.
Mengutip pernyataan Wilson Meiner, mantan Head of Design Rdio, platform-platform musik seperti Rdio ini menyajikan katalog lagu raksasa dan fitur-fitur beragam. Selain itu, mereka dibangun berdasarkan prinsip “social-discovery” yaitu mencarikan lagu yang tepat buat loe berdasarkan apa yang lagi orang lain dengerin dan punya selera yang sama. Seperti promosi otomatis saja jika lagu yang loe punya karakteristik dengan lagu yang sedang populer maka bukan tidak mungkin lagu loe menjadi prioritas utama untuk direkomendasikan.
Selain itu, bagi label peran departemen A&R bukan lagi hanya memilih lagu yang tepat melainkan membuat seni bernilai tinggi yang dapat dikreasikan berulang-ulang. CEO INDMusic Brandon Martinez -- yang merupakan jaringan multi channel di YouTube yang membantu musisi independen me-monetize karyanya di YouTube -- mengungkapkan bahwa kini bukan lagi siklus album yang diterapkan melainkan siklus konten 12 bulan.
Brandon mencontohkan untuk merilis sebuah lagu harus didukung dengan 6-8 konten lainnya. Misalkan satu lagu sebelum rilis dibuat dulu material teaser-nya. Sesudah rilis lagunya dibuat pula behind-the-scene dan mungkin juga video lirik. Dahaga para pecinta musik untuk menikmati lagu bagus tentunya tidak akan berhenti sampai pada satu lagu saja. Mereka mungkin juga mencari versi cover version dari lagu tersebut ataupun video tutorial cara memainkan lagu itu. It’s all about content.
Hmm.. gue melihat celah peluang yang menarik yang sayangnya gue gak bisa mengeksekusikannya dan hanya berbagi ide di sini. Mudah-mudahan pembaca blog music enthusiast yang kreatif dapat atau malah sudah melakukan strategi-strategi jitu untuk memasarkan musiknya memanfaatkan streaming-nya ini. Ingat, jangan tunggu nanti karena dunia terus berputar.
Widi Asmoro adalah Entertainment Manager Nokia Indonesia dan music enthusiast yang saat ini memegang Nokia MixRadio untuk kawasan Asia Tenggara. Tulisan ini pertama kali terbit di blog pribadinya, diterbitkan ulang dengan izin langsung dan beberapa perubahan.
[Ilustrasi foto: Shutterstock]
Sign up for our
newsletter