Adopsi Tanda Tangan Elektronik yang Lebih Luas Butuh Kehadiran Identitas Digital
Identitas digital dapat menjadi jaminan pembuktian pengguna yang terpercaya
Saat ini sektor pemerintahan di Indonesia sudah mulai mengadopsi tanda tangan elektronik atau digital. Beberapa di antaranya adalah pelayanan eFaktur di Ditjen Pajak, eSPM di Ditjen Perbendaharaan, Pengadaan Pemerintah Secara Elektronik, ePTSE di Kemandagri, dan SK Kenaikan Pangkat PNS Kemkominfo.
Penggunaan tanda tangan digital, menurut Plt Direktur Keamanan Informasi Kemkominfo, Riki Arif Gunawan, dalam lingkup pemerintahan sangat bermanfaat dalam meningkatkan efisiensi biaya dan waktu, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan izin.
"Untuk satu izin saja, dokumennya sangat tebal. Petugas harus mengecek satu per satu. Kalau [pakai tanda tangan] digital, lebih otomatis, dan waktu lebih efisien. Kepala dinas perizinan juga bisa tanda tangan hal lain di manapun dan kapanpun tanpa harus ada di kantor pusat," tutur Riki ditemui usai menjadi pembicara di Talkshow Tanda Tangan Digital di kantor PrivyID, Jakarta.
Ia mengakui dunia digital rentan dengan peretasan dan penipuan karena mudah dimodifikasi dan dimanipulasi oknum-oknum tertentu. Untuk itu ia menekankan pentingnya jaminan berbentuk digital, yakni kepastian identitas pengguna, keutuhan bentuk digital, dan nirsangkal perbuatan. Tanpa ada jaminan ini, sulit untuk mempercayai pembuktian dokumen atau hal tertentu.
"Dengan menggunakan tanda tangan digital, kita dapat memastikan bahwa kapan sebuah dokumen tersebut ditandatangani dan oleh siapa," ungkap Riki.
Bicara soal pemanfaatannya di Indonesia, Riki menilai tanda tangan digital di Indonesia belum bisa memanfaatkan teknologi yang lebih tinggi atau advanced. Alasannya, masyarakat Indonesia belum memiliki sebuah identitas digital yang dapat terverifikasi.
Beberapa negara maju, seperti Korea Selatan dan Estonia, sudah menggunakan teknologi advance dalam pemanfaatan tanda tangan digital. Artinya, tanda tangan digital dapat digunakan dalam lingkup aktivitas sehari-sehari dan tidak terbatas pada sektor tertentu saja, seperti sektor industri dan pemerintahan.
"Negara maju menggunakan [tanda tangan] digital yang lebih tinggi karena identitas penggunaannya bisa diverifikasi. Sementara, kalau kita belanja di marketplace dengan data nama dan nomor telepon, orang lain bisa saja mengaku sebagai kita," papar Riki.
Apabila tanda tangan digital digunakan untuk layanan lain untuk pembeliaan produk yang memiliki nilai tinggi, pembuktiannya akan lebih sulit karena masyarakat belum bisa memberikan identitas digital yang terpercaya.
"Username dan password yang kita pakai, hanya bisa dipercaya oleh satu layanan, tetapi pihak lain tidak bisa. Contoh internet banking, data kita bisa dipakai bank A, kalau bank lain tidak bisa karena bank A saja yang dipercaya," ungkapnya.
Tantangan lainnya adalah perihal jaminan transaksi. Ia menilai sulit untuk memiliki bukti berbasis digital yang dapat dipercaya dan terverifikasi mengingat dokumen digital dapat dimanipulasi. Berbeda dengan bukti manual yang tersedia dalam bentuk dokumen kertas atau kuitansi.
Di Indonesia sendiri sudah ada penyedia tanda tangan digital serta sertifikat elektronik dan sertifikat digital yang sah, yakni PrivyID. Menurut Riki, jika layanan semacam ini diterapkan, Indonesia bisa melangkah jauh dalam hal pemanfaatan tanda tangan digital.
"Di Korea Selatan, implementasinya langsung di sektor perbankan karena penggunanya terverifikasi dengan eKTP, mereka paham cara menggunakannya, dan hal ini juga diwajibkan. Jika pengguna diberikan identitas digital, mereka akan menjadi pengguna terpercaya. Kami jadi lebih mudah untuk memberikan layanan lain yang lebih advance," tambahnya.
Soal regulasi, implementasi tanda tangan digital telah berada di bawah Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012. Kendati demikian, Riki menilai bahwa Indonesia tetap membutuhkan regulasi yang mewajibkan implementasi di wilayah industri.
"Di PP memang disebutkan tidak wajib [menggunakan tanda tangan digital]. Maka itu, yang punya kuasa sektornya."
Sign up for our
newsletter