AC Ventures Jadi Entitas Baru Agaeti Ventures dan Convergence Ventures
Berencana berinvestasi ke 35 startup tahap awal dalam jangka waktu 3 tahun mendatang
Dua perusahaan modal ventura (venture capital) lokal, Agaeti Ventures dan Convergence Ventures, hari ini resmi mengumumkan merger dan kini bernama AC Ventures (ACV). Para Partner kedua perusahaan menjadi Partner perusahaan baru ini, yaitu Adrian Li, Michael Soerijadji, Donald Wihardja, dan Pandu Sjahrir.
Empat partner ini akan memimpin tim gabungan yang terdiri 6 profesional di bidang investasi dan tim operasional. Perusahaan memastikan tidak ada pegawai yang di-lay off terkait penggabungan bisnis ini.
Fokus AC Ventures adalah berinvestasi ke 35 startup tahap awal dalam 3 tahun mendatang. Prioritas pendanaan adalah startup di sektor e-commerce, layanan berbasis konten digital, fintech, dan teknologi untuk UKM.
"Dari pembangunan bisnis kunci ke perekrutan C-level dan pendanaan lanjutan, kami memiliki pengetahuan, pengalaman, dan jaringan untuk mendukung para pendiri secara dekat," ujar Donald.
AC Ventures
ACV disebut telah diformalisasi sejak Q3 2019. Mereka mengklaim telah mulai berinvestasi dengan entitas baru, melalui dana Partner, selama 6 bulan terakhir, tetapi belum bersedia mengumumkan siapa portofolio barunya dan berapa dana kelolaannya sekarang.
Kepada DailySocial, Michael dan Donald mengungkap dana saat ini--dana kelolaan ketiga bagi Agaeti, Convergence, dan ACV--masih belum fully close. Mereka menyebut persentase terbesar LP-nya adalah pihak asing. Termasuk dalam jajaran LP untuk dana kali ini adalah korporasi digital regional, konglomerat lokal, dan para pendiri dana ventura di Amerika Serikat dan Tiongkok.
Michael dan Donald menyebutkan ticket size per startup dari dana kelolaan baru akan lebih besar dibanding ticket size mereka terdahulu, yang berkisar antara ratusan ribu dollar hingga jutaan dollar.
Michael mengatakan, "Gelombang pertama investasi [di Indonesia] telah mengakselerasi adopsi teknologi di belanja online, transportasi, travel, dan fintech. Meskipun demikian, Indonesia masih cukup muda di kurva adopsi [teknologi] dan gelombang berikutnya akan melihat disrupsi di lebih banyak ruang tradisional dan [menciptakan] peluang baru."
Dari dana terdahulu, ACV secara total telah berinvestasi ke 70 startup, dengan Convergence telah memiliki 5 exit dan Agaeti memiliki 1 exit. Dana kelolaan yang dimiliki masing-masing disebut telah sepenuhnya dialokasikan.
Pasca merger ini, masing-masing portofolio akan tetap dikelola secara terpisah. Meskipun demikian, startup portofolio akan mendapatkan akses ke kemitraan baru ini untuk mendukung pertumbuhan startup mereka.
Salah satu kemitraan yang tercipta adalah potensi pendanaan tahap lanjut melalui Indies Capital, karena Pandu Sjahrir juga merupakan Managing Partner di Indies Capital.
"Tujuan kami adalah mengonsolidasi sumberdaya kami untuk menciptakan platform dengan nilai eksponensial yang dapat memberikan dukungan signifikan bagi para Pendiri startup portofolio kami untuk membangun dan meningkatkan bisnisnya di seluruh Indonesia--pasar terbesar di Asia Tenggara," ujar Adrian.
Tren konsolidasi
Pendirian ACV merupakan konsolidasi perusahaan VC pertama yang resmi diumumkan di Indonesia. Setelah gelombang investasi tahap pertama dalam 10 tahun terakhir, beberapa perusahaan modal ventura disebut-sebut mulai melakukan konsolidasi agar bisa mengumpulkan dana kelolaan tahap berikutnya.
Pasca bergabungnya Arya Setiadharma ke jajaran Partner MDI Ventures, Prasetia Dwidharma disebut memiliki manajemen bersama dengan Everhaus dengan entitas Prasetia Everhaus Ventures. Rumor lain menyebut Koru Ventures Singapura kini ikut mengelola portofolio Venturra Capital.
Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut, mengingat kondisi global yang tidak menentu akibat pandemi Covid-19. Meskipun demikian, para investor tetap sepakat bahwa Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dan mereka berkomitmen mendukung pertumbuhan startup lokal.
"Indonesia telah memiliki track record yang jelas untuk menciptakan valuasi miliaran dollar bagi bisnis berbasis teknologi. Dengan Indonesia diperkirakan menjadi salah satu ekonomi terbesar dunia, berdasarkan GDP di tahun 2030, kita masih berada di fase awal dalam menciptakan nilai-nilai masa depan melalui teknologi," ujar Pandu.
Sign up for our
newsletter