Asia Tenggara Menyambut Baik Pembelian Dalam Aplikasi
Melanjutkan artikel DailySocial tentang laporan Distimo pada aplikasi mobile yang dituliskan minggu lalu, kali ini kita akan melihat temuan mengenai in-app purchases - pembelian dalam aplikasi. Distimo telah menerbitkan laporan secara teratur setiap bulannya sejak Apple App Store dibuka pertengahan 2008 tetapi ini adalah pertama kalinya Distimo mengangkat wilayah Asia dalam laporannya.
In-app purchase beberapa minggu ini mendapat sorotan yang cukup banyak karena beberapa perusahaan yang menjual aplikasi dengan model in-app purchase ini diminta hadir di pengadilan oleh Lodsys, sebuah perusahan yang mengklaim bahwa mereka memiliki paten atas model pembelian seperti ini. Walau kasus ini masih berlangsung, ruang lingkup cakupan kasus tersebut berada di luar diskusi artikel ini.
Apa yang ditawarkan oleh pembelian dalam aplikasi
In-app purchase adalah sesuatu yang diperkenalkan oleh Apple pada tahun 2009 untuk para pengembangnya, sedangkan Google baru saja meluncurkan fasilitas ini di Android Market bulan Mei lalu. Proses pembelian dalam aplikasi memungkinkan pengembang untuk menjual item tambahan tertentu atau upgrade dari dalam aplikasi. Hal ini memungkinkan aplikasi seperti Twitterrific tersedia secara gratis tetapi dengan pilihan untuk upgrade ke versi lengkap plus fitur tambahan jika pembeli memilih untuk melakukannya. Hal ini juga memungkinkan penerbit majalah dan koran untuk menawarkan metode berlangganan dan isu-isu tambahan dari dalam aplikasi mereka alih-alih harus menjual isu terpisah sebagai aplikasi individual.
Pembelian dalam aplikasi tentu populer di aplikasi permainan karena pemain dapat men-download game secara gratis dan membayar untuk membeli opsi tambahan, upgrade item, membuka jalan jalan baru, dan untuk mempercepat level atau bagian dari permainan dibandingkan melalui cara konvensional.
Respon Asia
Walaupun pembelian dalam aplikasi telah mendapat respon yang antusias di Amerika Utara dan Eropa, tingkat keberhasilan model ini masih bervariasi di Asia. Laporan ini menyoroti fakta bahwa hanya 34 persen dari pendapatan aplikasi mobile di China datang dari pembelian dalam aplikasi, dibandingkan dengan 68 persen di Amerika Serikat.
Namun di Asia Tenggara, pembelian di dalam aplikasi bukanlah sesuatu yang dihindari. Tidak seperti di China, Korea Selatan, atau Jepang, Asia Tenggara tidak memiliki masalah dengan adaptasi pembelian dalam aplikasi, dengan pengecualian Vietnam.
Singapura memimpin dengan 79 persen dari pendapatan aplikasi mobile datang dari pembelian dalam aplikasi, diikuti oleh Malaysia, kedua negara ini memiliki persentase lebih tinggi dari Amerika Serikat dan Kanada. Di Indonesia, Filipina dan Thailand, antara 55-65 persen dari pendapatan aplikasi mobile berasal pembelian dalam aplikasi. Vietnam memiliki pendapatan terendah dari metode pembelian ini, mencakup hanya 40 persen dari seluruh pembelian.
Laporan yang diterbitkan memang tidak menyoroti secara detail pendapatan aktual yang dihasilkan oleh berbagai aplikasi yang menjadi sumber data laporan, namun menyampaikan bahwa "pendapatan total di Asia sekitar dua-pertiga dari pendapatan di Amerika Serikat" dan Jepang memimpin dengan pendapatan total dari aplikasi berbayar. Ini berarti bahwa walaupun konsumen Asia senang melakukan pembelian/pembayaran dalam aplikasi, pengeluaran total masih jauh jika dibandingkan dengan Amerika Utara.
Sign up for our
newsletter