Bagaimana Universitas Memicu Inovasi (Bagian 3) - Kultur
Catatan Editorial: Artikel ini adalah bagian kedua dari guest post yang ditulis oleh Sigit Purnomo, Dosen Program Studi Teknik Informatika Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), tentang pengalamannya mendapatkan fellowship di Baylor University, Texas – Amerika Serikat.
Setelah di tulisan bagian 1 dan bagian 2 saya membahas tentang antusiasme dan idealisme, kali ini saya akan berbagi cerita mengenai bagaimana Baylor University membangun kultur untuk mendukung riset dan entrepreneurship atau technopreneurship. Berdasarkan pengalaman saya selama di sini dan informasi yang berhasil saya peroleh, ada 3 hal penting yang dilakukan oleh Baylor University, yaitu program, ekosistem dan fasilitas. Tiga hal inilah yang menurut saya sangat membantu berkembangnya kultur entrepreneurship dan inovasi di Baylor University.
Program
Hankamer School of Business, salah satu departemen yang ada di Baylor University menawarkan area studi entrepreneurship. Area studi entrepreneurship di Baylor University termasuk yang bagus di US dan menawarkan berbagai program untuk mendukung kultur entrepreneurship di Baylor University.
Program yang ditawarkan sangat menarik, mulai dari kompetisi bagi mahasiswa, yang meliputi New Venture Business Plan Competition, Baylor Entrepreneurship Student Case Writing Competition, dan Baylor CEO Elevator Pitch Competition; venture creation, yang meliputi Baylor Angel Network (BAN), Accelerated Ventures Program, dan Venture Associates Practicum; serta entrepreneurship and innovation, yang meliputi Baylor Research and Innovation Collaborative (BRIC), Innovation Evaluation Program, dan Technology Entrepreneurship Initiative.
Dari berbagai macam program tersebut, ada tiga program yang sangat menarik bagi saya dan beruntung saya dapat mengikuti atau bertemu dengan pengelola program untuk mendapatkan informasi lebih jauh. Program pertama adalah New Venture Business Plan Competition, yang merupakan kompetisi business plan bagi mahasiswa.
Program ini diselenggarakan setiap tahun dan tahun ini merupakan tahun yang kedua. Program ini memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk mendapatkan masukan dari para ahli tentang business plan yang mereka buat dan hadiah uang dengan total lebih dari $40.000 yang dapat digunakan oleh finalis untuk mendanai perusahaan mereka. Pada saat acara final, busines plan yang disampaikan sangat bervariasi, mulai dari digital startups (BrainFund, Vendevor, FitBuddy), social entreprises (Sneeze4) dan 'high tech' solution (Cryoocyte).
Satu hal yang saya lihat, kebanyakan business plan yang dipresentasikan adalah suatu hal yang bersifat inovatif, bahkan ada yang benar-benar merupakan suatu inovasi dan membutuhkan riset berteknologi tinggi (sayang di slide-nya ada tulisan confidential sehingga saya tidak bisa menyampaikan tentang apa). Menurut saya program ini di Indonesia merupakan gabungan antara iMulai yang lebih ke business plan dan Sparxup yang lebih ke sisi operasionalnya.
Program kedua adalah Accelerated Ventures Program. Accelerated ventures merupakan program 2 semester yang memungkinkan mahasiswa untuk belajar prinsip-prinsip dasar yang diperlukan untuk memulai dan menjalankan bisnis yang sukses sekaligus menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Setiap tim yang dibentuk dalam program ini akan belajar untuk membuat perusahaan, mengumpulkan dana, meluncurkan produk atau jasa, dan menghasilkan penjualan/keuntungan.
Program ini akan membantu mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman membangun perusahaan mulai dari tahap konseptualisasi sampai ke realisasinya, bahkan sampai berhasil mendapatkan keuntungan. Setiap tim akan diberikan suntikan dana sebesar $5000 secara cuma-cuma sebagai modal awal untuk mewujudkan semuanya itu. Semoga kelak ada universitas di Indonesia yang mampu membuat program seperti ini karena salah satu kesulitan awal mahasiswa ketika membangun bisnis adalah modal awal dalam bentuk dana. Sayang kalau banyak produk inovatif dari kampus hanya mati suri.
Program ketiga adalah Technology Entrepreneurship Initiative (TEI). Program TEI merupakan kolaborasi antara Hankamer Business School dengan School of Engineering and Computer Science dan berbagai partner yang merupakan perusahaan-perusahaan besar. Program ini menawarkan serangkaian mata kuliah lintas disiplin tentang teknologi dan entrepreneurship bagi mahasiswa teknik maupun bisnis.
Salah satu bagian yang menarik dari program ini adalah mahasiswa akan mendapatkan pengalaman nyata dalam sebuah tim untuk menjadi konsultan bagi perusahaan tertentu. Peserta juga akan mendapatkan kesempatan untuk mengikuti summer program (i5 - Immersion Into International Interdisciplinary Innovation) di Cina. Melalui program ini, peserta akan benar-benar menghadapai kasus nyata yang dialami oleh perusahaan dan melakukan riset ke pasar untuk dapat membantu perusahaan mencari solusinya. Ada satu universitas di Indonesia yang bergabung dengan program ini, yaitu Universitas Petra Surabaya.
Selain program-program yang diselenggarakan oleh Hamkamer Business School, ada program lain yang diselenggarakan oleh School of Engineering and Computer Science. Program tersebut contohnya adalah Baylor Innovation Challenges yang sudah banyak saya bahas di tulisan sebelumnya dan ACM TED Talk at Lunch: Watch, Learn and Eat. Program-program ini bertujuan untuk menyebarkan "virus" inovasi kepada mahasiswa.
Ekosistem
Beberapa pihak menyatakan bahwa ekosistem yang bagus untuk menumbuhkan inovasi/entrepreneurship/technopreneursip di kampus adalah jika kampus memiliki hubungan dengan industri, investor maupun pemerintah. Baylor University jelas memiliki banyak hubungan dengan berbagai macam industri, khususnya yang terlibat dalam program-program mereka baik yang bersifat akademik maupun tidak, seperti TEI dan lain-lain. Baylor University juga memiliki Baylor Angel Network (BAN) yang menyediakan early stage capital bagi pengusaha yang telah memiliki business plan, produk dan pendapatan.
Baylor University juga telah bekerjasama dengan pemerintah setempat (Greater Waco Chamber) untuk membangun Thinc Space, sebuah inkubator bisnis bagi startups. Baylor University juga telah bekerjasama dengan The Town of Adison, ekosistem entrepeneruship yang telah membantu menumbuhkan berbagai perusahaan untuk berkembang. Ekosistem ini menurut saya sudah sangat lengkap dan dapat membantu kultur inovasi dan entrepreneurship/technopreneurship di Baylor University. Di Indonesia, sejauh yang saya ketahui beberapa universitas telah memiliki hubungan dengan pemerintah maupun industri tetapi belum banyak (atau bahkan belum ada) yang berhubungan dengan investor/membangun sendiri suatu lembaga investor seperti BAN di Baylor.
Fasilitas
Jika "Program" dan "Ekosistem" sudah ada, bagaimana dengan "Fasilitas"? Baylor University telah memiliki banyak fasilitas standar seperti laboratorium dan lain-lain layaknya universitas di Indonesia. Namun ada satu fasilitas yang menurut saya sangat mencengangkan, yaitu Baylor Research and Innovation Collaborative (BRIC), yang merupakan pusat riset dan inovasi di Baylor University.
Saya baru memiliki kesempatan untuk tour ke fasilitas ini tanggal 8 April 2013 nanti tapi berdasarkan informasi yang saya peroleh, blueprint BRIC ini memang sangat keren. BRIC benar-benar menyediakan berbagai layanan yang dapat membantu merealisasikan suatu inovasi dari sebuah konsep ke produk yang dapat didelivery ke marketplace. Fasilitas di BRIC sangat lengkap, mencakup share space, koneksi internet dengan Internet super cepat, high performance computer cluster dan masih banyak lagi.
Semoga para pemangku kepentingan di berbagai universitas di Indonesia, khususnya yang memiliki dana yang besar, bisa membangun kultur inovasi maupun entrepeneurship/technopreneurship di kampus mereka demi kemajuan Indonesia tercinta.
Guest post ini ditulis oleh Sigit Purnomo Dosen di Program Studi Teknik Informatika Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY). Sigit juga merupakan co-founder PersonaFlag (jejaring sosial berbasis lokasi). Untuk mendapatkan update terbaru, silakan ikuti @sigitpurnomo di Twitter, atau membaca blognya di sigitpurnomo.com.
Sign up for our
newsletter