Berkenalan dengan AR Group, Perusahaan Augmented Reality Lokal yang Sudah Beroperasi di Enam Negara
Pertimbangan AR Group untuk melantai di bursa efek dan potensi bisnis AR di Indonesia dan pasar global
Di Indonesia penerapan teknologi Augmented Reality (AR) bisa dikatakan belum begitu masif pergerakannya, baru di sedikit segmen saja yang telah mengaplikasikan. Padahal bila ditelaah lebih dalam, implementasi teknologi AR dapat masuk di berbagai bidang industri, dari kesehatan, militer, ritel, pariwisata dan sebagainya.
Teknologi AR kini makin diminati, melihat peluang tersebut, perusahaan pengembang lokal AR Group mulai merilis berbagai solusi kreatif berbasis AR yang dapat berfungsi sebagai penghubung kebutuhan mutualisme antara brand dengan konsumen. Hal ini berbeda dengan perusahaan teknologi lainnya yang kerap memberikan teknologi tanpa implementasi rill.
AR Group adalah perusahaan Augmented Reality (AR) berskala global asal Indonesia. Perusahaan ini sudah berdiri sejak 2009, memiliki kantor pusat di Jakarta dan perwakilan di Singapura, Silicon Valley, New York, Barcelona dan Malta. Sejak pertama kali berdiri, AR Group memang membidik pasar global untuk pengembangan teknologi ini. Dari portofolio bisnis perusahaan, sekitar 70% klien berasal dari luar negeri, sisanya dari dalam negeri.
Daniel Surya selaku CEO AR Group mengatakan bahwa perusahaan memulai kiprahnya di skala global dengan unit bisnis pertamanya yakni AR&Co. Dari bisnis itu, kini AR Group digadang-gadang sebagai perusahaan ketiga terbaik untuk perusahaan teknologi AR di dunia. AR Group tercatat memiliki lima global paten AR yang berlaku di 148 negara.
Penghargaan pun secara berturut-turut didapat oleh AR Group tiap tahunnya, yang terbaru dari Augmented World Expo's Annual Auggie Awards, Silicon Valley (USA) pada tahun ini untuk kategori AR Best Campaign. Kini AR Group ingin fokus mensosialisasikan teknologi AR ke tanah air dengan meluncurkan dua produk baru.
Pertama, DÄV (Digital Avatar) merupakan perusahaan media berbasis teknologi AR yang interaktif dan memungkinkan konsumen untuk berinteraksi dengan berbagai produk di ribuan gerai ritel. Produsen dan brand dapat mengumpulkan data konsumen secara real time, untuk mengukur seberapa efektif produk yang dipasarkan.
"DÄV adalah unit usaha kedua kami yang diluncurkan pada Agustus 2015 setelah AR&Co. Sejauh ini DÄV baru ada di Indonesia, kami siap meluncurkannya ke negara lain dalam waktu dekat," terangnya, Jumat (21/10).
Saat ini DÄV sudah bisa ditemukan dalam 4 ribu gerai Alfamart, Alfamidi dan Lawson yang tersebar di Jabodetabek. Sudah ada 12 brand yang menggunakan teknologi DÄV, seperti Danone, AXE, SGM Eksplor, Unilever, Sari Husada, Pocari Sweat dan lainnya.
Produk lainnya MindStores diluncurkan pada Juni 2016, yaitu penggabungan teknologi AR dan Virtual Reality (VR) untuk menciptakan suatu toko virtual. Produk pertama yang menggunakan MindStores dan sudah beredar di pasaran adalah AlfaMind, bekerja sama dengan Alfamart Group.
MindStores dapat memudahkan siapa saja, terutama ibu rumah tangga untuk menjadi pemilik usaha toko waralaba ternama berformat virtual tanpa investasi ratusan juta rupiah untuk properti, modal kerja dan lainnya. Dalam skemanya, mereka akan dibekali dengan kartu yang dapat digunakan untuk berjualan dan dibawa ke mana saja.
Indonesia siap dengan teknologi AR
Daniel meyakini, pasar Indonesia sudah siap untuk pengembangan teknologi berbasis AR. Semua produknya bisa dikonstumisasi sesuai kebutuhan pemilik usaha dan dapat diakses secara online maupun offline. Menurutnya dengan menawarkan solusi yang inovatif terhadap pemecahan suatu permasalahan dapat menjadi kekuatan perusahaan dalam memasarkan produk.
Ia juga mengharapkan dengan didapatnya klaim sebagai perusahaan ketiga terbaik di dunia, menjadi trigger untuk memajukan nama Indonesia ke hadapan pasar global. Dari seluruh tim AR Group sekitar 98% dari 300 orang adalah orang Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa orang Indonesia sangat mampu dalam menciptakan produk yang bisa menjawab seluruh permasalahan yang terjadi di global.
"Kami mau bridge pemikiran bahwa di Indonesia itu sudah siap dengan teknologi AR. Teknologi ini tidak hanya dipakai oleh Pokemon Go saja tapi di dunia nyata banyak sekali pemanfaatannya untuk semua jenis industri."
Persiapkan diri untuk melantai di bursa
Dalam jangka panjang AR Group memiliki rencana untuk dapat melantai di bursa efek di berbagai negara, meski dia tidak menerangkan dalam berapa kurun waktu yang dibutuhkan. Ada beberapa bursa efek dari beberapa negara yang sudah mendekati pihaknya untuk melantai di sana. Namun saat ini, ia ingin memprioritaskan bisa melantai di dalam negeri dulu.
Menurut Daniel, dalam mempertimbangkan rencana ini pihaknya perlu benchmark atau metriks bagaimana kondisinya untuk perusahaan teknologi AR seperti AR Group melantai di bursa. Bila itu tidak ada, AR Group akan melihat bagaimana dinamika bentuk dukungan yang ada dari pasar untuk perusahaan teknologi saat melantai.
"Kami berterima kasih kepada pihak Bursa Efek Indonesia karena sudah memberikan kesempatan dalam pembukaan bursa sesi pagi. Ini adalah salah satu dukungan karena bisa dibilang AR Group ini perusahaan pertama non listed yang melakukan pembukaan bursa. Tinggal bagaimana kami sosialisasikan perusahaan ini ke khalayak luas, semua butuh proses, pertumbuhan bisnis, dan momen yang tepat."
Dia juga memastikan, sejak 2009 hingga sekarang AR Group adalah perusahaan sehat yang tumbuh secara organik. Artinya hal ini akan menjadi jaminan dari AR Group kepada calon pembeli sahamnya saat melantai.
Sign up for our
newsletter