Blu-Jek Ramaikan Persaingan Layanan "Ride Sharing" Berbasis Ojek
Memulai petualangannya dengan 1000 armada dan promo sebulan "free ride"
Persaingan bisnis startup untuk segment layanan ride sharing semakin ketat. Hari ini ada satu layanan yang dikabarkan terpaksa menghentikan layanannya, sementara ada pula yang baru saja memulai petualangannya. Blu-Jek adalah pemain baru itu. Disebutkan yang membedakan Blu-Jek dengan layanan lain adalah mekanisme pembayaran dan privasi pelanggan yang diklaim lebih terjaga. Blu-Jek sudah tersedia di platform Android dan iOS.
Boleh dikatakan kesuksesan yang diraih Go-Jek menjadi salah satu pemicu ramainya sektor ride sharing ini. Terlepas berbagai kontroversi yang ada, model bisnis layanan ride sharing makin diminati. Blu-Jek sebagai pemain baru tentu paham betul apa yang akan mereka hadapi, termasuk soal perselisihan dengan ojek pangkalan dan pesaing bermodal besar dari Go-Jek dan GrabBike.
Tak seperti keduanya yang memilih hijau sebagai warna identik Blu-Jek lebih memilih warna biru untuk seragam yang dikenakan “pasukan”-nya. Blu-Jek, yang di awal banyak dikaitkan dengan perusahaan taksi Blue Bird, nyatanya adalah sebuah entitas yang berbeda. “Blu” diambil dari kata “blusukan” atau “masuk” hingga ke pelosok-pelosok.
Di berbagai media, Co-Founder Blu-Jek Michael Manuhutu mengungkapkan metode pembayaran adalah salah satu hal yang membedakan Blu-Jek dengan layanan lain. Blu-Jek ingin lebih mengusung konsep cashless dengan penerapan e-money untuk pembayarannya.
“Kami berbeda dari yang lainnya, sebab kami memiliki satu metode pembayaran yang disebut cashless. Jadi nanti konsumen tidak perlu membayar menggunakan uang fisik. Pengguna hanya tinggal memanfaatkan akun virtual dari aplikasi bernama e-cash," ungkap Michael.
Tak dapat dipungkiri bahwa penggunaan virtual money atau e-money di masyarakat belum begitu populer. Hal ini bisa saja bukan menjadi sebuah keunggulan namun malah menjadi titik lemah dari Blu-Jak. Mengantisipasi hal ini Blu-Jek juga menyediakan alternatif dengan masih mengakomodir pembayaran tunai.
"Soal akrab atau tidaknya ini hanya soal waktu, konsumen dapat diedukasi dengan hal ini melalui mencobanya. Nantinya, jika semakin terbiasa mereka akhirnya akrab dengan metode tersebut," imbuhnya.
Satu lagi yang diklaim Michael sebagai pembeda Blu-Jek adalah soal privasi. Belakangan ini memang isu privasi ini tengah menjadi sorotan dan ramai diperbincangkan di media sosial. Pengemudiyang usil bisa meresahkan pengguna dan membuat kapok. Hal inilah yang coba ditangkap Blu-Jek dengan mengklaim bahwa layanannya melindungi privasi pelanggan.
Mengawali langkahnya dengan seribu armada, Blu-Jek memulai petualangannya di seputaran Jabodetabek dengan promo free ride selama sebulan (untuk jarak 6 km pertama, selebihnya dikenakan tarif flat Rp. 25.000). Selanjutnya jika sudah memasuki tarif normal Blu-Jek menawarkan tarif Rp 20.000 untuk lima kilometer pertama dan Rp 4.000 per kilometer berikutnya.
Tarif yang disajikan Blu-Jek jelas tidak bersaing jika harus disandingkan dengan kompetitornya yang berani memberikan tarif flat. Kita tunggu apakah Blu-Jek dan semangat cashless dan penjagaan privasi yang diklaimnya mampu bertahan menghadapi kompetitor yang "lebih kuat" dari sisi finansial.
Sejauh ini, review konsumen di halaman toko aplikasinya tidak menunjukkan tanda yang menggembirakan, dengan kebanyakan pengguna di platform Android mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap kualitas sistem manajemen pemesanan yang disajikan.
Sign up for our
newsletter