Budaya Riset Teknologi di Indonesia yang Terkesan Masih Kurang Diminati
Berbincang dengan Daus Gonia dari Menembus Langit soal potensi dan tantangan riset di Indonesia
Mungkin ungkapan seperti ini sudah sangat umum kita dengar, "di luar negeri sudah menyiapkan berkoloni di Mars, di negeri kita masih sibuk membesar-besarkan perdebatan agama di Facebook". Sangat mudah untuk menemukan realitas tersebut, saat permasalahan yang cenderung tidak membangun lebih digemari untuk menjadi perdebatan sengit. Di sisi lain kita sudah berada di abad yang sangat bergantung pada percepatan pembangunan, yang banyak disokong keandalan teknologi. Tentu saja teknologi tidaklah hadir begitu saja. Banyak pemikiran yang terlibat di dalamnya.
Teknologi hadir karena inovasi. Siapa yang mau berinovasi maka dialah yang lebih dulu berkembang. Tak mudah memang. Selain semangat, inovasi membutuhkan pengorbanan yang tak gampang ditiru.
Figur yang paling sering menjadi kiblat inovasi saat ini adalah Elon Musk. Untuk bisa mengembangkan perusahaan seperti Zip2, PayPal, SpaceX, Tesla dan SolarCity, Elon menghabiskan waktu rata-rata 85 jam per minggu, membaca buku 60 kali lebih banyak dari orang pada umumnya. Bahkan ia memilih untuk mengetahui berbagai hal di saat orang lain mengira berfokus pada satu hal akan mendorong kesuksesan.
Melihat realitas tersebut, menjadi penting bagi kita untuk coba menilik kembali seberapa besar semangat, khususnya anak muda, dalam mengejar dinamika kemajuan teknologi. Melihat kembali semangat inovasi sebagai bagian usaha mengubah dunia ke arah yang lebih baik.
Kami mencoba menggali insight dari rekan yang kami rasa pantas untuk memberikan pendapatnya seputar semangat inovasi dan riset di dalam negeri. Tim Menembus Langit dewasa ini sedang banyak menjadi sorotan untuk inisiatifnya dalam mengarungi angkasa (statosfer). Bersama dengan salah satu anggota timnya, Daus Gonia, kami melakukan wawancara seputar tema tersebut.
Berikut ini hasil wawancara kami:
Tanya (T): Bagaimana Anda melihat semangat rekan-rekan muda Indonesia dalam kaitannya dengan riset dan inovasi?
Jawab (J): Secara umum, anak muda-anak muda sekarang buat saya sudah lebih baik, tapi kalau dibandingkan dengan negara lain, masih sangat jauh.
T: Jika inovasi dan riset di Indonesia bisa dikatakan lambat dan kurang memiliki daya tarik, menurut Anda faktor apa yang menyandung?
J: Saya selalu percaya, orang Indonesia itu banyak yang cerdas dan kreatif. Inovasi dan riset pun cukup banyak, tapi hal-hal yang seperti ini belum terlalu menjadi hal yang sexy dan keren di Indonesia, pemberitaannya pun sangat jarang sehingga hal-hal tersebut kalah menyebar dari pada seseorang yang mati karena minum kopi, mungkin itu menjadi penyebab susah ketemunya orang-orang riset dan industri komersial.
Untuk hanya jadi prototype saja mungkin banyak, tapi prototype menjadi sebuah produk jadi dan punya nilai jual, di Indonesia masih cukup sulit. Diperburuk dengan masuknya produk-produk teknologi inovasi dengan harga murah dari negara lain.
T: Apakah pemerintah saat ini terkesan kurang memperhatikan berbagai hal terkait dengan riset (terutama di bidang teknologi)?
J: Menurut saya pemerintah Indonesia sudah melakukan apa yang mereka harus lakukan, yaitu setengah hati. Karena dalam kampanye presiden sudah banyak disinggung tentang menumbuhkan ekonomi kreatif, ya tapi seperti itu sih, setengah hati jadi menurut saya harusnya pelaku industri yang banyak mengambil peran dalam hal ini, terlalu lama kalau kita harus menunggu pemerintah melakukan aksi yang nyata. Seperti industri sepeda bermotor, kita masih jadi jajahan negara Jepang. Padahal saya yakin dengan investasi yang tepat, Indonesia dapat mandiri dan berdikari dalam menciptakan produk-produk transportasi yang mumpuni.
Bayangkan saja Harley Davidson itu Amerika buat dalam kondisi perang tahun 1900, sedangkan kita 116 tahun ke mana saja? Apa sampai 2016 tidak ada yang sanggup? Mustahil menurut saya. Makanya peran pemerintah untuk mengatur regulasi pasar, agar produk-produk lokal dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, agar tercipta sebuah mekanisme pasar yang kompetitif, agar masyarakat pun tergerak untuk mendukung dan membeli hasil produk-produk yang inovatif dan menarik.
T: Inisiatif seperti Menembus Langit muncul dan datang seperti sebuah panggilan untuk para pelakunya. Sebenarnya apa motivasi Mas Daus dan rekan melakukan ini?
J: Saya dan teman-teman di tim Menembus Langit selalu percaya, produk atau solusi yang bagus tercipta karena kolaborasi. Dengan proyek ini, diharapkan banyak individu atau industri lain tahu kalo misalnya teknologi di Indonesia sudah lumayan berkembang dan bisa dijadikan solusi-solusi untuk permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat umum dan industri-industri ekonomi lain.
Selain itu, kita ingin menggelitik baik pihak lain ataupun pemerintah, untuk membuat suatu hal-hal yang baru dan terus berinovasi. Menembus Langit ini rencananya tidak hanya akan berakhir di ekspedisi di stratosfer, ini merupakan langkah awal untuk muncul-munculnya inovasi lain baik dari kita yang berbentuk Menembus Langit lain ataupun pihak lain yang punya mimpi dan teknologi jauh lebih baik dari kita.
Pernah pada suatu ketika saya mendapat pertanyaan seperti ini: "Iya, kalian bisa Menembus Langit, terus gunanya untuk apa? Manfaatnya apa?"
Dan pertanyaan itu yang saya harapkan.
Saya jawab: "Iya, memang Menembus Langit sekarang manfaatnya secara langsung belum ada selain dari data-data yang kita dapat dan hasil dari riset proyek Menembus Langit ini akan kita bagikan secara open source yang bebas di-download. Dan kita malah ingin ada orang-orang yang kepikiran apa yang bisa dilakukan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat dengan teknologi ini, dan setelah ini selesai kita lakukan itu bareng-bareng."
Menembus Langit ini pun ingin memberi tahu ke orang lain, kalau membuat sesuatu itu tidak selalu butuh sponsorship berupa uang atau funding yang banyak. Selama kalian bertemu dengan orang-orang yang tepat dan punya visi-misi yang sama dan tujuannya baik, itu bisa dilakukan.
T:Jika ditanya tentang dukungan, seperti apa dan dari mana yang diharapkan untuk menyukseskan riset teknologi di Indonesia?
J: Terlalu muluk jika orang-orang kreatif di Indonesia mengandalkan bantuan dari pihak mana pun. Google (mesin pencarinya) sudah banyak membantu. NUHUN GOOGLE. Dan menurut saya anak-anak muda atau para inovator bahkan pelaku bisnis harus melakukan hal-hal dengan cara bootstrap, karena dengan hal tersebut para investor atau bahkan daya beli masyarakat di pasar dapat memberikan bantuan atau dukungan yang konkret kepada industri ini.
Sign up for our
newsletter