Dari "Co-Investing" sampai "Instan Sell", Model Bisnis yang Tengah Divalidasi Startup Proptech Ekuitas Home
Sempat bereksperimen sejumlah produk hingga menemukan "product market-fit" lewat Dataruma
Tahun lalu, pasar properti di Indonesia anjlok akibat pandemi Covid-19. Namun, proses pendistribusian vaksin yang tengah berjalan saat ini dinilai sejumlah pemangku kepentingan dapat mendongkrak kembali pasar properti di 2021.
Mengutip Kontan, CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda memprediksi pemulihan di sektor ini dapat terjadi di semester kedua 2021. Ia memperkirakan rumah tipe landed house bakal diminati tahun ini, sedangkan rumah di kisaran harga Rp500 juta-Rp1 miliar diestimasi bakal menjadi motor penggerak pemulihan sektor properti.
Sementara itu, seperti dilaporkan Bisnis, Chairman Indonesia Proptech Association Rusmin Lawin mengatakan bahwa industri dituntut untuk mengimplementasi teknologi dalam pengembangan properti (proptech). Dengan begitu, industri ini dapat bertahan dan terbiasa dengan efektivitas dan efisiensi proptech usai pandemi nanti.
Di tengah situasi saat ini, pasar proptech Indonesia kini kembali melahirkan pemain baru, yakni Ekuitas Home. Platform ini dikembangkan oleh Jume Analyes bersama Dede Kiswanto. Sekadar informasi, Jume sebelumnya juga sempat membangun dua platform gaya hidup dan rekreasi, yakni web marketplace SelenaID dan aplikasi sosial SelenaGo di 2015.
DailySocial berkesempatan mengetahui perjalanan Jume dan Dede dalam mengembangkan platform Ekuitas Home sejak 2020. Simak wawancaranya berikut ini:
Bereksperimen produk untuk temukan market-fit
Ekuitas Home menawarkan fitur jual-beli properti lewat skema co-investing, rent-to-own (Quick Buy), dan jual instan (Instant Sell). Selain itu, platform ini juga menawarkan fitur Dataruma yang menawarkan informasi seputar harga appraisal dan lokasi rumah yang ingin dibeli atau jual secara instan dan digital.
Untuk menjual instan, prosesnya memakan waktu paling cepat 20 hari kerja, sedangkan rent-to-own membutuhkan waktu 2 tahun. Ekuitas tidak mengambil komisi untuk penjualan instan, tetapi melalui skema rent-to-own dengan komisi 2% dari harga jual yang disepakati.
Dalam wawancaranya, Jume menyebut bahwa ide pengembangan Ekuitas telah tercetus sejak akhir 2019, saat ini terpikirkan untuk mengeksplorasi skema crowdfunding pembelian tanah. Namun, ide ini tidak dilanjutkan mengingat proses verifikasi dokumen pembelian tanah terbilang kompleks.
"Makanya, itu kenapa kami tidak pakai crowdfunding, tetapi co-investing untuk pembelian rumah. Dari situ, kami mulai kembangkan co-investing mulai awal Maret sampai Oktober 2020. Tapi dalam perjalanannya skema ini tidak work, mungkin karena jaringan investor kami yang ingin kontribusi ke pembelian aset rumah terbatas," ungkapnya.
Kemudian, perusahaan menjajal skema lain, yakni rent-to-own (Quick Buy) yang dirilis pada November 2020. Lewat skema ini, konsumen dapat membeli rumah dengan perjanjian sewa per tahun di awal, lalu rumah dapat dibeli secara tunai atau KPR. Uang sewa ini menjadi uang muka untuk pembelian rumah.
Namun, ia terkendala kembali dengan permodalan mengingat Ekuitas Home harus mengakuisisi properti di awal. "Biar efisien, kami beli di awal, sewa, lalu jual. Sayangnya, kami lagi-lagi tidak punya kapabilitas untuk mengakuisisi rumah," tambahnya.
Selanjutnya, Ekuitas Home kembali bereksperimen lewat skema Instant Sell atau membantu penjual rumah dalam 7 hari. Artinya, dalam 7 hari, perusahaan bisa mendapatkan pembeli atau investor yang ingin mengakuisisi rumah ini. Akan tetapi, perusahaan juga terganjal dengan kapabilitas permodalan.
"Instant Sell itu berarti instantly terhubung dengan buyer, bukan terjual. Itu value-nya. Untuk Quick Buy, kami cut prosesnya, dari negosiasi, informasi harga, data lokasi, hingga verified listing. Kami masih coba propose rent-to own secara paralel."
Produk Dataruma mengantongi traction
"Dari eksperimen tersebut, kami lalu berpikir apa basic problem dari penjual atau pembeli, yaitu harga. Penjual kadang bingung menentukan harga. Demikian juga pembeli, apakah worth it harganya, strategis kah lokasinya? Dan data [pencarian rumah] itu masih fragmented yang mana kita harus cari di internet dan sebagainya," lanjut Jume.
Berangkat dari hal tersebut, Jume kemudian mengembangkan produk baru yang dirilis pada Februari 2021, yaitu Dataruma. Menurutnya, pertumbuhan layanan Dataruma terbilang positif, di mana realisasi pertumbuhan Dataruma tercapai dalam tiga minggu sejak diluncurkan dibandingkan pertumbuhan keseluruhan Ekuitas Home yang baru tercapai selama tiga bulan (Oktober 2020-Januari 2021).
Dataruma disebut telah mencapai product market-fit dengan lebih dari 500 permintaan datang dari segmen consumer. "Kami cukup happy dengan pencapaian ini, kami nanti tinggal scale up dan upgrade fiturnya," ucap Jume.
Sejak awal, pihaknya memiliki misi untuk membantu konsumen jual-beli atau investasi properti secara instan dan digital lewat platform ini. Namun, ia melihat bahwa ada entry point terhadap permintaan penilaian rumah secara online. Biasanya, penilaian rumah dilakukan langsung secara offline. Penilaian ini berdasarkan sejumlah aspek, antara lain lokasi, luas bangunan, tahun pembangunan, hingga NJOP.
Untuk tahap awal, Dataruma masih menyasar segmen B2C atau perorangan, baik itu pembeli rumah atau agen, dengan model pay per request. Selanjutnya, ia akan memperkenalkan model berlangganan bulanan (subscription) untuk segmen B2B sembari memperkuat data-data rumah agar lebih komprehensif.
More Coverage:
"Goal kami di 2021 adalah terus mengembangkan digitalisasi transaksi properti, di mana kami akan fokus lewat entry point yang paling mudah untuk dieksekusi, yakni Dataruma. Tetapi, ini berjalan paralel dengan pengembangan produk lain. Kami akan coba memberikan journey kepada pengguna sehingga nanti dari situ bisa diarahkan ke produk Quick Buy atau Instant Sell," paparnya.
Mencari mitra strategis dan optimistis pasar
Jume mengaku bahwa pihaknya sempat melakukan pitching ke beberapa investor strategis untuk mengatasi tantangan permodalan di atas. Namun, mengingat sejumlah produk belum mendapat traksi yang diinginkan, pihaknya belum dapat memastikan product value yang ditawarkan.
"Kami beberapa kali ngobrol [dengan investor], tapi belum confirm ya. Kami lakukan realistic approach dulu untuk cari strategic partner yang mau kasih modal buat akuisisi rumah-rumah. Saat ini, kami masih pakai pendanaan dari internal. Intinya, saat ini kami masih wait and see karena kami sedang coba improve supaya valuasi kami lebih baik lagi," jelas Jume.
Lebih lanjut, Jume melihat pasar properti akan kembali bangkit di tahun ini meski sempat turun drastis akibat Covid-19 tahun lalu. Jume menyebut ada pertumbuhan positif pada segmen rumah tapak (landed house). Menurutnya, hal ini dipicu oleh tren Working From Home (WFH). Artinya, ada tren permintaan rumah, terutama di area terdesentralisasi.
"Kami melihat ada potensi besar di properti. Saat ini masyarakat masih menahan diri, tetapi sektor properti diprediksi mencapai puncak pertumbuhan di 2021, khususnya landed house yang sudah mulai sejak Desember 2020. Kami dapat info dari agen properti bahwa penjualan [rumah] sudah mulai banyak."
Sign up for our
newsletter