Esports dan Dukungan Pemerintah, Wacana Sesaat atau Program Jangka Panjang?

Haruskah kita gembira atau bersikap kritis terhadap berbagai dukungan pemerintah terhadap esports?

Belakangan, esports sedang mendapat sorotan dari pihak pemeritah. Berbagai lembaga pemerintahan membuat event esports di Indonesia. Beberapa badan pemerintahan tersebut adalah Kementrian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA), Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Federasi Olahraga Masyarakat Indonesia (FORMI), juga Kementrian Komunikasi dan Informasi (KOMINFO).

Badan pemerintahan tersebut langsung menyambut para gamers dengan 3 turnamen esports sekaligus. Ada Piala Presiden, Youth National Esports Championship, dan IEC University Series 2019. Lalu apakah dengan campur tangan pemerintah seperti ini, masa depan esports di Indonesia jadi lebih cerah? Penasaran dengan topik ini, kami pun berdiskusi dengan salah satu sosok yang sudah cukup lama malang melintang di dunia esport Indonesia, Gisma “Melon” Priayudha.

Gisma "Melon" (Kanan) shoutcaster Dota kondang yang terkenal di kalangan komunitas sebagai "peternak lele". Sumber: Melondotos

Pertama-tama mungkin adalah soal Piala Presiden yang menjadi perdebatan di komunitas gamers Indonesia gara-gara game yang dipilih. Bicara soal hal tersebut, Melon cukup kalem menanggapinya. “Sebenarnya bukan hal baru game disentuh-sentuh politik. Soal ML (Mobile Legends) yang jadi sorotan, ya nggak heran juga. Memang gamenya lagi populer banget, jadi sudah sepantasnya”.

Sampai di titik ini, pertanyaan yang sesungguhnya pun muncul. Apakah dukungan pemerintah yang bertubi-tubi seperti ini akan membuat esports melaju pesat ke depan? Melon mengatakan bahwa konsistensi dukungan lebih penting daripada bertubi-tubi tapi cuma satu saat. “Udah kenyang deh sama yang kaya ginian, makanya gue gak terlalu masalah walau tahun ini game-nya bukan Dota. Tapi harapannya cuma satu, kalau pemilihan sudah selesai dukungan terhadap esports jangan cuma wacana aja.” Jawab Melon.

Esports dan politik di Indonesia sudah berkali-kali saling interaksi, sejauh yang saya tahu semuanya dimulai pada tahun 2017. Zaman itu adalah zaman Pilkada DKI, ketika paslon Ahok Djarot mencoba meraup perhatian anak muda dengan gelaran Ahok Djarot Dota 2 Invitational. “Pas zaman Ahok Djarot itu katanya mau bikin akademi Dota, tapi berujung cuma wacana. Sejauh yang gue pantau, belum ada lembaga pemerintahan atau politik yang serius menyokong esports. Ujung-ujungnya cuma wacana.” Cerita Melon yang berawal dari seorang shoutcaster kepada Hybrid.

IEL, salah satu event esports yang digagas badan pemerintah KOI, IESPA, dan KEMENPORA. Dokumentasi Hybrid - Novarurozaq Nur

Jadi, bila program seperti ini cuma jalan satu kali, mungkin percepatan pertumbuhan ekosistem esports di Indonesia tak akan berubah. Tapi bukan berarti esports Indonesia jadi mundur tanpa dukungan pemerintah. Selama ini juga ekosistem esports Indonesia juga sehat-sehat saja, bahkan melaju pesat tanpa ada dukungan dana dari pemerintah. Namun, menurut saya pribadi, pertumbuhannya bisa jadi lebih pesat jika negara juga turut investasi dalam industri ini.

Terkait hal ini Melon juga turut memberikan komentar yang cukup lugas “pokoknya yang dekat-dekat ini semoga lancar, semoga semua program esports ini nggak cuma wacana doang. Kalau ini semua program ini bisa konsisten dampaknya pasti jadi asik, gamer indonesia bisa makan kenyang. Kalau kata Jess (JessNoLimit), uang dulu baru kita main game jadi enak” jawab Melon sembari bercanda.

Memang apapun yang terjadi, tujuan ekosistem esports adalah untuk memberi ruang bagi para generasi baru, agar mereka bisa menjadikan hobi bermain game sebagai pekerjaan. Jadi apapun dukungannya, entah dari pihak swasta ataupun pihak pemerintah, intinya semua ini soal bisnis: tujuan dasarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar kita sebagai manusia, yaitu sandang, pangan, dan papan.

Ambil contoh Mobile Legends, yang berhasil menjadi besar secara mandiri tanpa banyak campur tangan pemerintah. Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono

Namun soal dukungan pemerintah, hal yang patut kita apresiasi sebenarnya bukan hanya dari soal dukungan berupa suntikan dana, melainkan soal dukungan moril. Dukungan moril pemerintah ini maksudnya memberi semacam "legitimasi" terhadap esports.

Maksud "legitimasi" adalah memberi anggapan bahwa esports kini sudah "didukung pemerintah" sehingga tingkat kepercayaan para sponsor terhadap industri jadi ini lebih mengingkat. Kehadiran sosok-sosok kepemerintahan dalam gelaran esports juga membuat industri ini jadi lebih disorot oleh media mainstream, sehingga khalayak umum kini juga turut mengenal fenomena baru ini.

Satu hal yang pasti kita tidak bisa atau bahkan tidak perlu bergantung kepada pemerintah. Selama ini, motor penggerak industri esports adalah bisnis swasta yang ada dalam ekosistemnya. Jika kita berkaca dari negara yang punya ekosistem esports matang seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, atau Tiongkok, mereka berkembang dan matang karena peran swasta. Bagaimana dengan pemerintah? Fokus pemerintah biasanya adalah membuat regulasi yang tujuannya agar ekosistem tetap terjaga dan dapat berkembang dengan sehat.

Datangnya PSG ke Indonesia bisa jadi bagus. Tapi bisa jadi buruk, terutama bila tak ada regulasi pemerintah yang berguna untuk lindungi entitas serta pekerja ekosistem esports lokal. Dokumentasi Hybrid

Apalagi jika melihat rentetan investasi luar negeri terhadap industri esports di Indonesia. Kebutuhan akan regulasi dan perundangan yang baik justru semakin dibutuhkan kehadirannya agar industri ini bisa lebih sustainable. Jangan seperti RUU musik yang jelas-jelas konyol dan tak berpihak pada keberlangsungan sebuah industri dan orang-orang di dalamnya.