Fuse Ambil Sudut Pandang Berbeda untuk Tingkatkan Literasi Produk Asuransi
Fuse fokus memberdayakan agen secara digital. GWP perusahaan tahun ini ditargetkan mencapai lebih dari $100 juta
Menurut data OJK, penetrasi asuransi di Indonesia pada 2019 berada di angka 2,81%. Setahun kemudian nilai ini naik tipis jadi 2,92% dan menjadi 3,11% di bulan Juni 2021. Meskipun masih terbilang kecil, peningkatan ini menjadi sinyal positif bagi industri asuransi di tanah air, apalagi terjadi selama pandemi. Sebagai perbandingan, penetrasi asuransi di Thailand mencapai 4,99% dan Malaysia 4,72%.
Rasio pemegang polis terhadap jumlah penduduk Indonesia masih sangat timpang. Potensi ruang tumbuh yang besar ini dimanfaatkan banyak pihak, termasuk startup insurtech, untuk terus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk memiliki asuransi dengan cara yang paling mudah, murah, dan praktis. Langkah tersebut diterjemahkan dengan gencar meracik produk asuransi mikro yang dilakukan oleh banyak startup.
Bagi Fuse, pendekatan tersebut dianggap kurang efektif dalam meningkatkan penetrasi dalam waktu cepat. Startup yang didirikan oleh Andy Yeung dan Ivan Sunandar ini justru mengambil pendekatan yang beda, Fuse memberdayakan agen asuransi dengan platform digital.
Dalam wawancara bersama DailySocial, Yeung menjelaskan, saat ia pertama kali merintis Fuse pada 2016, terpampang jelas bahwa agen/broker memainkan peran penting dalam rantai penjualan asuransi dan mereka tidak akan terganggu teknologi dalam waktu dekat. Akhirnya diputuskan untuk membangun aplikasi Fuse Pro untuk mengaktifkan dan mendukung agen/broker dalam digitalisasi. Sekaligus, membantu mereka mengubah bisnis offline menjadi online.
“Dengan kata lain, kami "menggeser asuransi yang ada" ke online, daripada mencoba "menciptakan" pasar asuransi baru seperti asuransi mikro. Itu sebabnya kami fokus pada model bisnis agen/broker ini terutama sejak hari pertama,” ujarnya.
Yeung melanjutkan, bisnis asuransi mikro membutuhkan waktu lama untuk membangun kepercayaan dengan mitra penyalur dan dengan demikian mendidik pelanggan akhir mereka. Contoh yang nyata terlihat dari kerja sama dengan Tokopedia. Fuse membantu mereka meluncurkan top up asuransi transaksional pertamanya saat orang membeli tiket pesawat di 2018.
Setelah 3 tahun bekerja sama, akhirnya Fuse mendapat kepercayaan dari Tokopedia dan menunjuknya sebagai satu-satunya layanan insurtech untuk mendukung semua kebutuhan umum produk asuransi yang ditawarkan di platform Tokopedia mulai pada tahun ini.
Yeung sendiri merupakan serial entrepreneur. Sebelumnya ia telah terlibat di berbagai startup. Beberapa di antaranya bergerak di video streaming, group buy e-commerce, mobile game publishing, dan aplikasi sharing Wi-Fi.
Ia terjun mendirikan Fuse hanya karena startup pertamanya di Indonesia tidak berhasil dalam melakukan monetisasi. “Itulah sebabnya saya melihat ke fintech dan akhirnya berakhir ke ruang insurtech.”
Pada 2018, Fuse bergabung dengan Cekpremi dan Ivan Sunandar (Co-founder Cekpremi) menjadi Co-Founder dan COO Fuse. Ivan memulai Cekpremi pada 2014, startup tersebut merupakan salah satu situs perbandingan asuransi terkemuka di Indonesia.
Peluang besar di insurtech
Menurut Yeung, ruang pertumbuhan untuk bisnis asuransi dan insurtech di Indonesia masih begitu luas karena banyak pain point yang harus diselesaikan oleh pengusaha/perusahaan asuransi. Peluang tersebut adalah infrastruktur, seperti pembayaran, saluran distribusi yang hemat biaya semakin matang, serta kesadaran akan manfaat memiliki asuransi untuk terlindungi.
“Meski begitu, tantangannya adalah jadi lebih banyak pengusaha/perusahaan asuransi yang masuk ke ruang ini dan bersaing secara homogen, daripada menjadi pionir untuk melihat ke daerah-daerah yang kurang terlayani.”
Kendati begitu, bagi Fuse, tetap memperlakukan perusahaan asuransi sebagai mitra untuk meracik dan underwrite berbagai jenis produk asuransi. Fuse menjadi pihak yang mendistribusikan produk asuransi tersebut secara efektif melalui mitra saluran distribusinya.
Ia menuturkan, pihaknya belum ingin menjadikan Fuse sebagai perusahaan asuransi berlisensi dalam waktu dekat. Justru tetap ingin menjadi platform teknologi independen yang bermitra dengan lebih banyak perusahaan asuransi. “Daripada membuat sendiri untuk bersaing dengan mitra perusahaan kami.”
Saat ini, Fuse tidak hanya beroperasi di Indonesia namun juga sudah hadir di Vietnam sejak 2020. Penetrasi asuransi dan startup di sana masih punya ruang tumbuh yang besar sama seperti Indonesia, makanya kesempatan tersebut juga digarap tak hanya Fuse, tapi juga startup lokal lainnya.
Bahkan, menurut Yeung, pihaknya berencana untuk menambah kehadiran di beberapa negara lainnya pada tahun ini. Perusahaan telah memperluas kemitraannya dengan beberapa mitra salurannya ke negara lain.
“Faktanya, kami diberitahu oleh calon investor yang melihat ke seluruh ruang insurtech di Indonesia & Asia Tenggara bahwa kami termasuk yang terbesar dalam hal pendapatan premi bruto (Gross Writing Premium/GWP) dan bahkan secara valuasi.”
Diklaim GWP Fuse mencapai angka $50 juta (lebih dari Rp700 miliar) pada 2020. Nilai GWP tersebut ditargetkan sepanjang tahun ini menembus kisaran $100-120 juta (sekitar Rp1,4 triliun-Rp1,7 triliun).
Menurut data yang diolah DSInnovate dalam "Insurtech Report 2021", GWP yang telah dibukukan industri perasuransian di Indonesia telah mencapai $20,8 miliar pada tahun 2020. Asuransi jiwa mendominasi dengan nilai 73,8%.
Kendati sempat terdampak pandemi di awal kemunculannya di Indonesia, namun sektor ini relatif bisa cepat pulih jika dilihat dari Gross Premium Income yang didapat.
Dalam laporan di atas, ada beberapa faktor penting yang dapat mendorong adopsi asuransi. Pertama, isi proses klaim yang harus memudahkan (48% responden). Kemudian yang kedua terkait brand penyedia layanan yang harus meyakinkan (39%). Lalu dilanjutkan biaya (37%) dan manfaat yang diberikan (11%).
Peran vital keagenan
Sebenarnya, startup insurtech saat ini juga memiliki layanan keagenan untuk mendongkrak penjualan produk asuransi lewat agen (B2B) selain kanal ritel (B2C). PasarPolis punya PasarPolis Mitra dan Qoala dengan Mitra Qoala Plus. Hanya saja, keduanya fokus dari ritel dulu baru ke bisnis, sementara Fuse sebaliknya. Tidak ada yang salah dengan kedua segmen bisnis ini karena semangat sama, yakni ingin meningkatkan penetrasi produk asuransi di Indonesia.
Agen adalah garda terdepan perusahaan asuransi dalam memacu bisnis. Menurut data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), jalur ini memberikan kontribusi terhadap 36,1% dari total pendapatan premi asuransi jiwa hingga kuartal III 2020. Kemudian, disusul jalur bancassurance 46,95% dan jalur telemarketing 1,88%, dan lainnya 15,06%. Secara total, jumlah agen asuransi berlisensi naik 2,1% menjadi 635.326 orang dalam periode tersebut.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan, bagi perusahaan asuransi jiwa, agen itu ibarat darah segar. Bila tidak melakukan rekrutmen, akan membahayakan perusahaan yang mengadopsi strategi agency. “Harap dicatat bahwa tidak semua perusahaan asuransi jiwa menggunakan agency sebagai kanal distribusinya. Jadi hal ini hanya berlaku bagi perusahaan asuransi jiwa yang menggunakan agen sebagai tenaga penjual,” ucapnya seperti dikutip dari Kontan.
Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, Togar kembali menegaskan model keagenan tidak bisa dipisahkan dari budaya masyarakat Indonesia hingga seluruh masyarakat memahami pentingnya proteksi asuransi jiwa bagi dia dan keluarganya. Sebab, produk asuransi sampai saat ini masih ‘dijual’, bukan 'dibeli'.
Bisnis keagenan ini termasuk mahal dan memiliki turnover yang tinggi. Kendati begitu, perusahaan yang mengandalkan kanal ini tetap harus melakukan perekrutan agar tetap tumbuh dalam kondisi apapun. Togar menyebut ada rumusan umum dalam merekrut agen, yakni 10:3:1. Artinya, dari setiap 10 orang yang diundang, hanya tiga orang yang tertarik dan mengikuti pelatihan. Namun pada akhirnya hanya satu orang yang bersedia menjadi agen asuransi jiwa.
“Kalau dianalogikan, mie instan itu tinggal taruh di-display, lalu orang datang membelinya. Produk asuransi jiwa enggak bisa begitu. Dia harus ditawarkan. Nah, inilah yang menyebabkan kenapa peranan tenaga pemasar asuransi jiwa menjadi penting,” katanya.
Sign up for our
newsletter