Go-Jek, Grab, dan Uber Paparkan Tiga Poin Keberatan Soal Revisi PM Nomor 32/2016
Ketiga perusahaan sepakat untuk meminta masa tenggang penerapan PM No.32/2016 selama sembilan bulan sejak efektif diberlakukan pada 1 April 2017
Sebagai jawaban dari keputusan pemerintah untuk melakukan revisi Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 32/2016, ketiga perusahaan transportasi berbasis aplikasi Go-Jek, Grab, dan Uber meresponnya dengan memberikan sikap keberatan dan meminta untuk menangguhkan penerapan aturan dengan masa tenggang sembilan bulan sejak diterapkan pada 1 April 2017.
Ketiga pihak sepakat untuk menuangkan sikapnya tersebut ke dalam sebuah surat pernyataan bersama yang telah ditandatangani pada hari ini, Jumat (17/3). Dalam surat tersebut, tertera tanda tangan dari Andre Soelistyo (President Go-Jek), Ridzki Kramadibrata (Managing Director Grab), dan Mike Brown (Regional General Manager APAC Uber) yang ditujukan untuk Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Dalam konferensi pers yang digelar Grab, Ridzki mengungkapkan pada dasarnya ketiga perusahaan menyambut baik revisi PM Nomor 32/2016. Meskipun demikian, mereka menilai ada tiga poin yang dinilai berpotensi tidak berpihak pada kepentingan konsumen, masyarakat, dan ratusan ribu mitra pengemudi.
"Revisi mestinya mengakomodasi layanan yang inovatif, namun poin-poin perubahan yang diumumkan sangat bernuansa proteksionis dan membuka jalan untuk membawa seluruh industri transportasi kembali ke cara-cara lama yang sudah ketinggalan zaman. Kita semua sebagai bagian dari masyarakat akan sangat dirugikan dalam jangka panjang," ucapnya, Jumat (17/3).
Ridzki melanjutkan, "Kami memohon pemerintah untuk menunda revisi dan melihat lebih bijak lagi implikasi dari aturan tersebut. Guna memastikan proses transisi yang baik dan lancar, kami meminta masa tenggang sembilan bulan sejak revisi efektif diberlakukan."
Adapun tiga poin yang dititikberatkan oleh ketiga perusahaan tersebut. Pertama, mengenai penerapan tarif atas dan tarif bawah. Mereka percaya bahwa mekanisme penerapan tarif yang fleksibel dan berdasarkan pada kebutuhan pasar adalah pendekatan yang paling efisien.
Poin kedua, terkait kuota kendaraan. Mereka khawatir atas usulan penetapan kuota kendaraan untuk transportasi publik yang akan berdampak pada terbatasnya akses masyarakat dalam menikmati layanan seperti Grab.
"Kami percaya bahwa kuota jumlah kendaraan, baik pengguna aplikasi mobilitas maupun konvensional tidak perlu dibatasi karena berpotensi menghadirkan iklim bisnis yang tidak kompetitif. Kami percaya jumlah kendaraan baik yang memanfaatkan aplikasi maupun konvensional akan ditentukan oleh permintaan dan kebutuhan konsumen."
Poin terakhir, terkait kewajiban kendaraan terdaftar atas nama badan hukum/koperasi. Poin ini menjadi kekhawatiran terbesar dari ketiga perusahaan. Mereka menolak sepenuhnya karena kewajiban ini mengharuskan mitra pengemudi untuk mengalihkan kepemilikan kendaraan kepada badan hukum.
Hal ini dinilai sama saja dengan merampas hasil kerja keras mitra pengemudi yang memiliki mobil sendiri dengan cara mencicil dan menyerahkan asetnya tersebut kepada pihak koperasi.
"Kami sangat keberatan terkait poin terakhir karena hampir 80% mitra pengemudi Grab mencicil mobilnya sendiri. Hal ini juga bertentangan dengan prinsip koperasi itu sendiri dan prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan."
Poin dukungan
Selain tiga poin keberatan di atas, ketiga perusahaan sebenarnya menyepakati rencana peraturan tanda uji berkala kendaraan bermotor (KIR) dengan pemberian pelat berembos. Hal ini dinilai upaya yang baik untuk memastikan kenyamanan mitra pengemudi dan konsumen saat berkendara.
Hanya saja, mereka meminta pemerintah untuk memberikan dukungan berupa penyediaan fasilitas uji KIR yang dapat mengakomodir para mitra pengemudi. Mulai dari penyediaan antrean khusus bagi para mitra pengemudi untuk memudahkan dan mempercepat proses pengurusan uji KIR dan fasilitas uji KIR bekerja sama dengan Agen Pemegang Merek (APM) atau pihak swasta.
"Ada catatan untuk fasilitas uji KIR dari sisi pemerintah harus jelas. Sejauh ini, pemerintah daerah yang sudah jelas untuk proses KIR baru DKI Jakarta. Di luar itu, masih banyak pertanyaan bagaimana prosesnya dan biayanya juga bervariasi."
Ketiga perusahaan juga sepakat untuk bersedia membuka akses dashboard yang bisa diakses oleh pemerintah untuk memantau operasional pelayanan angkutan dalam pengawasan dan pembinaan operasional. Ridzki bilang mengenai poin ini ketiga perusahaan memiliki prasangka yang baik kepada pemerintah untuk pelaksanaannya karena tujuannya baik.
Poin lainnya mengenai penggunaan kendaraan roda empat dengan kapasitas silinder mesin minimal 1.000 cc. Menurutnya, pemberlakuan ini dapat membuat semakin terbukanya peluang untuk mitra pengemudi yang ingin bergabung.
Sign up for our
newsletter